jace'sarchive

yang nulis tiga sekamar

#๐‘บ๐’‚๐’š๐‘ด๐’š๐‘ต๐’‚๐’Ž๐’† ๐‘บ๐’†๐’‚๐’'๐’” ๐‘น๐’–๐’”๐’‰ ๐‘ฏ๐’๐’–๐’“


Usai bertukar pesan dengan Ioannes siang itu, pemuda yang akrab disapa Sean itu nampak tergesa-gesa menyambar tas selempang dan kunci mobilnya. melihat Sean yang panik seperti orang kebakaran jenggot, Juan pun berinisiatif angkat bicara.

'Kok buru-buru, ada apa?' tanya Juan yang menatap sahabatnya dengan tatapan bingung sambil menahan Sean.

'Tania collapse lagi. Dokter udah otw, di rumah ada Mas Bobby, Kak Bian sama Kiano, kata Bang Yoan kondisinya agak serius,' tersirat rona panik di wajah dan mata sang pemuda 178 cm itu.

'Bang, gue ikut.' Sam dan Yoel berujar bersamaan. Jelas banget Sam dan Yoel ikut panik denger kabar tentang teman mereka itu.

'Gue yang setirin, you, stay on the shotgun!' Juan merebut kunci mobil Sean dari tangan sahabatnya.

Akhirnya semuanya bertolak ke rumah Tania siang itu. Sepanjang jalan, Juan bisa denger Sean yang duduk di sampingnya mengumandangkan Doa Bapa Kami dengan lirih sambil menitikkan air mata. Di bangku belakang ada Yoel dan Jonathan yang ikut berdoa sementara Samuel dengan wajah tegangnya menatap ke arah jalan, berharap tak ada yang serius terjadi pada Tania.

Buat Sean, meskipun saat ini Tania belum mengingat sosoknya, tapi gadis itu adalah belahan jiwa, separuh nafas dan tempatnya berpulang. Sean tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Tania. Memang, di awal hubungan mereka keduanya nampak canggung dan kaku. Namun, dua tahun belakangan ini, bukan hanya Tania, tapi Sean pun merasa, tanpa kehadiran masing-masing dari mereka, salah satunya nampak seperti orang yang kehilangan arah, tersesat, kosong.


setibanya di rumah Tania, Samuel dan Sean langsung melesat ke kamar Tania, disana Dokter sedang menjelaskan kondisi Tania pada Bobby, Fabian dan Kiano. Sementara Tania masih terbaring, titik-titik peluh membasahi keningnya. keningnya berkerut, alisnya tertaut, seakan sang dara tengah berfikir keras. Dalam tidurnya itu, Tania menggumamkan nama Sean sambil menangis.

Sean yang ada di sana saat itu langsung berlutut di samping ranjang tempat tubuh gadis manis itu berbaring. Ia mengusapkan telunjuknya di pelipis sang gadis, menghapus air mata yang berderai di sana. 'Aku di sini, Tan.' ujar pemuda itu sambil menggenggam tangan Tania. tangannya yang bebas membelai rambut Tania. 'Maafin aku,' lirihnya di telinga sang gadis.

pemandangan itu membuat Samuel menitikkan air mata. Pasalnya Samuel tahu betul Tania dan Sean itu a match made in heaven. Kayaknya, ungkapan itu paling pas untuk menggambarkan Tania dan Sean.

Tepat seusai Sean mengecup kening Tania, sang putri tidur perlahan berhenti menangis dan mengigau. Semua mata tertuju ke arah Tania dan Sean. Kiano dan Fabian pun kaget, pasalnya keduanya Sudah berusaha mencoba mengentikan tangis Tania dengan segala cara. tapi nihil hasil. Sementara pasca kedatangan dan tindakan Sean barusan, semua tangis dan igauan Tania hilang begitu saja.

'Cinta sejati,' bisik Juan sambil menyenggol pundak Samuel pelan.

'Hmm,' Samuel mengangguk dan tersenyum, membuat lesung pipit manis terlukis di pipinya.


#TentangKiel ๐‘’๐‘๐‘–๐‘ ๐‘œ๐‘‘๐‘’ ๐‘ ๐‘Ž๐‘ก๐‘ข


๐”๐ง๐๐ž๐ซ ๐“๐ก๐ž ๐’๐š๐ฆ๐ž ๐’๐ค๐ข๐ž๐ฌ


Tentang Kiel, Anne, perpisahan dan pertemuan kembali.


{๐พ๐‘–๐‘’๐‘™ ๐‘Ž๐‘›๐‘‘ ๐ด๐‘›๐‘›๐‘’'๐‘  ๐‘ƒ๐‘™๐‘Ž๐‘ฆ๐‘™๐‘–๐‘ ๐‘ก}

  1. ๐๐ž๐ฌ๐ญ ๐…๐ซ๐ข๐ž๐ง๐๐ฌ โ€“ ๐–๐ž๐ง๐๐ฒ ๐š๐ง๐ ๐’๐ž๐ฎ๐ฅ๐ ๐ข (https://open.spotify.com/track/0F9Xy6OTbkqOv94pklkwKu?si=1b5802b10dc84b8a)
  2. ๐„๐ฏ๐ž๐ซ๐ฒ๐๐š๐ฒ, ๐„๐ฏ๐ž๐ซ๐ฒ ๐Œ๐จ๐ฆ๐ž๐ง๐ญ โ€“ ๐๐ข๐•๐„ (https://open.spotify.com/track/6J3G65vx3IcAGMGgUsYsZj?si=91c0ef00a4dc446c)
  3. ๐…๐š๐ฅ๐ฅ ๐ข๐ง ๐˜๐จ๐ฎ โ€“ ๐‡๐š ๐’๐ฎ๐ง๐ ๐ฐ๐จ๐จ๐ง (https://open.spotify.com/track/0LE7qfUeJLORKEVurAvy6u?si=c2527328f1a14c9a)
  4. ๐†๐š๐ฅ๐š๐ฑ๐ฒ โ€“ ๐“๐š๐ž๐ฒ๐ž๐จ๐ง (https://open.spotify.com/track/41O17Xo25mbbvay3AOHC8C?si=72fe56825f6248fb)
  5. ๐‚๐จ๐ฆ๐ข๐ง๐  ๐‡๐จ๐ฆ๐ž โ€“ ๐๐‚๐“ (https://open.spotify.com/track/1A7pDII9Zy07oCDW3xldgy?si=4cf730401ca44a4f)
  6. ๐’๐ญ๐š๐ซ๐ฅ๐ข๐ ๐ก๐ญ โ€“ ๐‚๐ก๐š๐ง๐ข ๐’๐…๐Ÿ— (https://open.spotify.com/track/7lV0M6ulaapTNZJzx8stw0?si=f0c4f79c87104c94)

Dimana ada Adrianne selalu ada Kiel. Kemanapun kapal Kiel berlayar, ujung-ujungnya pasti akan berlabuh dan berpulang ke Anne. Walau tak ada kata 'pacaran' di antara keduanya, semua orang tau kalau Kiel dan Anne tak terpisahkan. Keduanya sudah bersahabat sejak sebelum dilahirkan. Pertemanan yang diwariskan kedua orang tua Anne dan Kiel sejak masa muda mereka, sampai saat kedua muda-mudi ini lahir di dunia.

Dulu, waktu Kiel dan Anne masih kecil, Kiel pernah ngomong sama Tante Alena, mamanya Anne, kalau cita-citanya adalah menikah dengan Anne. ungkapan si kecil Kiel itu hanya ditanggapi dengan senyum manis mamanya Kiel, dan Tante Alena. Sampai besar pun, Kiel dan Anne tak pernah malu-malu menunjukkan kedekatan mereka. Bahkan Kiel tak pernah segan menggandeng atau merangkul Anne, kayak orang pacaran aja. kata temen-temen di sekolah, Dimana ada Kiel, selalu ada Anne.

Persahabatan mereka, seperti persahabatan pada umumnya, pun tak terhindarkan dari pertengkaran. Ada kalanya Kiel yang moody ngambek sama kejahilan Anne. Tapi, sebelum jam 6 sore, semuanya kembali normal. Kiel nggak tahan kalau harus mendiamkan Anne terlalu lama. Kiel selalu ada waktu Anne butuh bahu untuk bersandar, begitu pula Anne yang juga selalu hadir ketika Kiel butuh teman untuk meluapkan semua emosinya.

Awalnya semua itu terasa biasa, karena mereka biasa bersama. namun, lama kelamaan, Kiel pun terpikat oleh paras cantik dan kepribadian Anne yang begitu menyenangkan. Perasaan itu mulai tumbuh saat mereka duduk di kelas 1 SMA. Saat itu, keduanya memilih untuk masuk ke sekolah yang sama untuk kesekian kalinya.

โ€œ๐ด๐‘›๐‘›, ๐ฟ๐‘œ ๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ž๐‘˜ ๐‘๐‘œ๐‘ ๐‘’๐‘› ๐‘Ž๐‘๐‘Ž, ๐‘ ๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘œ๐‘™๐‘Ž๐˜ฉ ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐พ๐‘–๐‘’๐‘™ ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘ ?โ€ itu pertanyaan yang muncul dari bibir Iyas, kakak laki-laki Anne. Pertanyaan itu otomatis dijawab Anne dengan gelengan penuh keyakinan dan ungkapan berikut, โ€œ๐ต๐‘ข๐‘Ž๐‘ก ๐‘Ž๐‘๐‘Ž ๐‘๐‘œ๐‘ ๐‘’๐‘› ๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘’๐‘›๐‘” ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐พ๐‘–๐‘’๐‘™? ๐‘†๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘™๐‘ข ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘ก๐‘ข๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข ๐‘˜๐‘Ž๐‘™๐‘œ ๐‘”๐‘ข๐‘’ ๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘๐‘–๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘œ๐‘™๐‘Ž๐˜ฉ ๐‘”๐‘ข๐‘’ ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐พ๐‘–๐‘’๐‘™.โ€

Dari awal masuk SMA, Anne udah punya cita-cita mau masuk ke Stanford University, mengikuti jejak Papa dan Iyas. Sementara, Kiel belum menetapkan mau kuliah dimana, ๐‘ฐ๐’Œ๐’–๐’• ๐‘จ๐’“๐’–๐’” ๐‘จ๐’‹๐’‚ begitu prinsip Kiel pas masuk SMA. Dia bahkan belum tau mau masuk peminatan IPA, IPS atau Bahasa. Kiel diam-diam mengagumi determinasi dan ambisi sahabatnya itu.


๐‘†๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐˜ฉ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–, ๐‘‘๐‘– ๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘™ ๐‘ก๐‘Ž๐˜ฉ๐‘ข๐‘› ๐‘Ž๐‘—๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘  ๐Ÿท๐Ÿธ.

'Adrianne, buruan! Udah ditunggu Kiel nih!' Mama berteriak dari ruang makan.

Anne baru saja memakai seragamnya dan meraih tas ransel ๐น๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘™ ๐‘…๐‘Ž๐‘ฃ๐‘’๐‘› ๐พ๐‘Ž๐‘›๐‘˜๐‘’๐‘› hijau lumut kebanggaannya sambil berjalan keluar kamarnya. Derap langkahnya terdengar menuruni tangga menuju ke ruang makan yang terletak di lantai satu rumahnya.

'Take time, Ne. Masih satu jam lagi, cukup kok buat sarapan,' Kiel terkekeh melihat temannya yang dengan panik menyambar sepatu sekolahnya dan mengenakannya sekenanya.

'IH MAMA,' Anne memanyunkan bibirnya sambil memotong french toast buatan mama dan menyuapkannya ke dalam mulutnya.

Kiel menanggapi ocehan manja si bungsu itu dengan kekehan kecil sambil mengacak rambut gadis berambut kecoklatan itu.

'IIIHHH IYEL, KAN AKU UDAH SISIRAN!' Anne tambah manyun tangan jahil Kiel mengacak rambut berombak yang sudah disisirnya dengan susah payah.

Jadilah hari itu, diawali dengan Anne yang ngambek dan tak mau bicara sedikitpun dalam perjalanan di mobil bersama dengan Kiel. Perjalanan yang biasanya diwarnai dengan celoteh Anne dan tawa kecil Kiel kini hanya dilalui dalam diam di dalam mobil Yaris yang diisi oleh Kiel dan Anne itu.

'Ne, udah dong, jangan ngambek lagi,' Kiel merengek usai memarkir mobilnya di parkiran sekolah mereka.

Anne diam dan turun dari mobil karena dari tadi udah diliatin sama temen-temen sekelas mereka yang lewat sambil cengir-cengiran.

'Anne!' Kiel berlari mengejar Anne lalu menggamit tangan Anne yang langsung ditampik oleh Anne sambil manyun manja ke Kiel. Pemandangan pagi ini otomatis membuahkan sorakan teman-teman seangkatan dan adik kelas mereka yang melihat adegan tersebut.

'๐ถ๐‘–๐‘’๐‘’๐‘’, ๐พ๐‘–๐‘’๐‘™!'

'๐พ๐‘Ž๐‘˜ ๐พ๐‘–๐‘’๐‘™ ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐พ๐‘Ž๐‘˜ ๐ด๐‘‘๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘’ ๐‘ก๐‘ข๐˜ฉ ๐‘”๐‘œ๐‘Ž๐‘™๐‘  ๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘’๐‘ก ๐‘”๐‘Ž ๐‘ ๐‘–๐˜ฉ,'

ucapan itu terdengar sepanjang jalan dari parkiran sampai ke kelas mereka yang berseberangan dengan koridor kelas 11 IPS. Tentu saja, Anne masih ngambek sampai akhirnya Kiel turun ke kantin dan membelikannya sebotol susu stroberi kesukaannya.

Anne mendongak menatap Kiel dengan senyum manisnya. 'Hehehe, makasih, Iyel!' ujar gadis itu diikuti cengiran manis yang membuat wajah Kiel bersemu merah. ๐‘š๐‘Ž๐‘›๐‘–๐‘  ๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘’๐‘ก ๐‘ ๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘ข๐‘š๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž, batin Kiel sambil mencubit pipi gadis itu pelan.

'Jangan ngambek lagi yaa,' Kiel berjalan santai dan duduk di bangkunya, tepat di belakang Anne.

'Ad, lo sama Kiel nggak jadian kan?' tanya Edsa, teman sebangku Anne.

'Gue? Kiel?' Anne tersenyum dan menggeleng. 'Kita sahabatan dari kecil, Sa.'

'Kalo kalian sahabatan, Kiel tau kan lu udah mulai siap-siap buat Stanford?' Edsa mencecar Anne dengan interogasinya.

Anne cuma menunduk. Anne belum siap untuk kasih tahu Kiel tentang rencananya untuk melanjutkan kuliah ke Stanford. Ia sembunyi-sembunyi mempersiapkan segala tetek bengek dan dokumen yang dibutuhkannya demi meraih mimpinya.

'Pasti beloman ya?' tanya Edsa lagi.

'Gue ga tau gimana bilangnya, Sa. Iyel pasti shock kalau denger ini dadakan. tapi serius gue belum nemuin cara supaya dia ga shock waktu tau gue harus ninggalin dia ke US.' bisik Anne sambil menghela nafas dan menyandarkan dagunya di telapak tangannya, dengan topangan kedua siku nya di atas meja.

'lo cuma punya waktu sampe akhir semester ini, Ne. semester depan mungkin lo bakal berangkat college kalo aplikasi lo diterima,' Edsa membeberkan sebuah fakta yang seakan-akan meruntuhkan semua topeng yang dibangun oleh Anne yang sedang pura-pura kuat menghadapi perpisahannya dengan Kiel yang semakin mendekat.

Tanpa aba-aba, Anne yang dari tadi masih bisa cengar-cengir tiba-tiba menundukkan kepalanya, pundaknya bergetar. Tak dapat dipungkiri, Anne enggan berpisah dengan Kiel. ia membayangkan harus terpisah dari Kiel untuk waktu yang cukup lama, menghabiskan banyak waktu tanpa sahabatnya itu di sampingnya.

'Ne, lo nggak papa?' tanya Edsa sambil menepuk pundak Anne yang kini mulai menitikkan airmata dan menangis.

Seakan menyadari keadaan penghuni bangku di depannya, Kiel menghentikan pembicaraannya dengan Haskara, teman sebangkunya dan berlari ke hadapan Anne. sang wira kemudian berlutut dihadapan sang dara dan menatap gadis itu dalam-dalam.

'Ne, kenapa?' tanyanya sambil menangkup wajah sang gadis dengan kedua tangannya yang hangat. ibu jarinya bergerak mengusap pipi Anne yang memerah dan basah oleh air mata. 'Jangan nangis, Iyel di sini.'

'....' gadis berambut sebahu itu masih mengatur nafasnya, raut wajah dan sinar matanya penuh ketakutan. seakan-akan ia tengah panik dan takut kehilangan sesuatu.

'Jangan ngomong dulu ya, Iyel di sini,' Kiel merengkuh tubuh mungil Anne sementara sang gadis menyandarkan kepalanya di dada sang gadis. untungnya, 2 jam pertama di kelas mereka hari ini adalah jam kosong, nggak ada guru yang datang ke kelas mereka.

melihat pemandangan barusan, seisi kelas jadi heboh, heboh memandang ke kedua makhluk itu dengan pandangan iri. iri kepingin punya orang yang bisa membuat mereka merasa aman dan nyaman seperti presensi Kiel untuk Anne dan begitu pula sebaliknya. Hanya dengan sebuah pelukan, tangis Anne berhenti. hanya dengan mendengar detak jantung Kiel, Anne merasa tenang.


Hari itu, sepulang dari sekolah, Anne hanya duduk diam di samping Kiel, matanya masih bengkak. Setiap kepikiran bakal pisah sama sahabatnya itu, Anne auto mewek dan Nangis. Kiel tau, ada yang nggak bener dengan sahabatnya hari itu. Alih-alih menyetir mobilnya kembali ke komplek perumahan tempat dirinya dan Anne tinggal, Kiel menyetir mobil ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘  abu-abunya itu menuju ke daerah puncak, jauh memang. Tapi, sejak kelas 11, waktu Kiel mulai berani nyetir kemana-mana sendiri, dirinya sering mengajak Anne ke puncak hanya untuk menenangkan hati sahabatnya itu kala sang gadis merasa gundah-gulana.

'Kita liat bintang dulu yuk. aku tau, kamu lagi kenapa-kenapa, Ne,' Kiel memulai pembicaraan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang tengah mereka lalui.

'Ceritanya nanti aja ya, Yel,' ujar Anne disambut anggukan kepala dari pemuda Wiyoga itu.

'๐‘๐‘’, ๐‘š๐‘Ž๐‘Ž๐‘“ ๐‘Ž๐‘˜๐‘ข ๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ž๐‘˜ ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘Ž๐‘๐‘Ž-๐‘Ž๐‘๐‘Ž ๐‘ ๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘–๐‘› ๐‘Ž๐‘—๐‘Ž๐‘˜ ๐‘˜๐‘Ž๐‘š๐‘ข ๐‘˜๐‘’ ๐‘ ๐‘–๐‘›๐‘–,' batin Kiel sambil melepas tangan kirinya dari kemudi dan membelai rambut pujaan hatinya lembut. Kiel nggak lagi memandang dara manis di sampingnya sekedar sebagai sahabat atau teman cewek. Ia memandang Adrianne sebagai seorang wanita, wanita yang sangat dicintainya, tentunya.

Rumahnya, tempat hatinya berlabuh cuma Anne. begitu pula Anne, rumah dan tempat gadis ini mencari ketenangan jiwa dan hati hanya ada di Kiel. Sayangnya, keduanya masih takut kehilangan satu sama lain, mereka takut ketika salah satu dari mereka ngaku kalo rasa yang mereka punya ini lebih dari teman, hubungan mereka retak dan saling menjauh.

Usai mengajak Anne pergi makan malam, keduanya pergi melihat bintang di tempat biasa keluarga mereka menghabiskan akhir pekan, sewaktu mereka kecil dulu. Kiel menghentikan mobilnya di villa yang lumayan sering dikunjunginya sewaktu kecil. setelah membantu Anne turun dari mobil, pemuda itu langsung membimbing gadis itu ke pelataran di belakang villa. Namun, langkah mereka kemudian dihentikan oleh Anne yang tiba-tiba memeluk pinggang Kiel dari belakang.

'Iyel, aku mau ke Amerika. Nyusul kak Iyas. Aku nggak ngomongin ini dari dulu karena takut Iyel tinggalin aku,' Anne kembali menangis tersedu-sedu. 'Aku nggak kuat kalo harus kehilangan Iyel.'

'Ne,' Kiel menahan nafasnya. Jelas, Kiel kaget kala itu. Ia memang tau tentang rencana dan ambisi Anne. Tapi, Ia nggak tahu kalo Anne selama ini tengah berjuang untuk meraih impiannya. 'Tau gitu, Iyel kan ga ajak Anne main-main melulu, Maafin Iyel yaa.'

'Aku udah kumpulin semua berkasnya, Yel. kalau beasiswanya diterima, semester depan, aku harus berangkat buat college. aku nggak cerita ke kamu karena aku takut waktuku buat sama-sama kamu habis buat aku siap-siapin semuanya,' jelas Anne dalam isak tangisnya yang tercurah di punggung Kiel.

Kiel membalik badannya dan merengkuh tubuh Anne dalam pelukan hangatnya. Kiel jarang menangis, tapi kali ini tangisnya pecah. Bagaimana tidak? Belum sempat ia mencoba mengakui perasaan yang selama ini tersimpan rapi dalam hatinya, Ia harus dikejutkan dengan kenyataan bahwa tak lama lagi, pujaan hatinya akan meninggalkannya untuk mengejar mimpinya.

pemuda bermanik mata onyx itu tahu, tak mungkin baginya untuk menahan gadisnya mengejar mimpi yang sudah ditetapkannya selama hampir separuh masa hidupnya hingga sekarang. Yang bisa Kiel lakukan hanya mendukung gadis manis itu mengejar dan menggapai mimpinya. menggapai bintang yang didamba-dambakan si manis yang tengah memeluk pinggangnya itu.

'Kamu nggak perlu minta maaf, ikut aku keluar aja ya, liat bintang dulu. Janjiku waktu kecil masih berlaku loh, aku bakal tunggu kamu terus kalo kita udah siap, aku akan jadi menantu Tante Alena,' Kiel menghapus air matanya dengan lengan jaketnya dan menangkup wajah Anne untuk menghapus air mata gadis itu.

Sebagai balasan dari ungkapan tersebut, Anne hanya mengangguk dan membenamkan wajahnya yang bersemu merah ke dada bidang milik wira tampan di hadapannya.


๐‘‡๐‘–๐‘š๐‘’ ๐‘†๐‘˜๐‘–๐‘ โ€“ ๐ด๐‘ค๐‘Ž๐‘™ ๐‘ ๐‘’๐‘š๐‘’๐‘ ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ ๐Ÿธ ๐‘˜๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘  ๐Ÿท๐Ÿธ.

Semester 2 kelas 12 diawali dengan surel dari pihak Stanford yang menyatakan bahwa hasil ujian masuk Anne menyatakan bahwa gadis 17 tahun itu resmi diterima sebagai mahasiswa Stanford University dan diharuskan untuk tiba di fasilitas asrama milik universitas tersebut sebelum bulan April, saat semester baru dimulai. Mulai dari bulan Januari, mama sudah sibuk membantu putrinya mengurus Visa pelajar dan berkas-berkas yang diperlukan sang puteri agar dapat menempuh studinya.

Anne masih datang ke sekolah, masih ikut belajar bersama teman-temannya. Meskipun ia tengah menghitung hari-hari keberangkatannya. Tiap hari dihabiskannya bersama Kiel. Padahal, semakin sering ketemu Kiel, semakin enggan gadis berkulit sawo matang itu untuk meninggalkan Jakarta dan bertolak untuk meraih mimpinya. Ini bukan masalah Isu keterikatan atau yang lebih keren disebut dengan Attachment Issue, Ini murni masalah hati, semakin lama keduanya menjalani hari-hari bersama, perasaan cinta itu semakin besar.

Bulan Januari dan Februari berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, Maret semakin mendekat. Begitu pula tanggal keberangkatan Anne ke Negeri Paman Sam tempat yang akan menjadi rumah keduanya setidaknya 4 tahun ke depan. Tanggal 14, tepat saat White Day, Anne menetapkan untuk bertolak ke Amerika. Mama dan Papa mengantarnya dengan air mata. begitu pula Kiel dan kedua orang tuanya. Awalnya, Kiel gengsi banget. Ia berusaha menahan air mata yang sudah bersarang di pelupuk matanya. Tapi, nyatanya, ketika Anne melingkarkan kedua tangan langsingnya di sekitar pinggang Kiel, tangis pemuda itu pecah. Papa dan mama Kiel sampai bingung melihat Kiel yang menangis tersedu-sedu mengantar kepergian sahabatnya itu.

'Yel, jangan nangis. nanti aku nangis juga,' Anne memanyunkan bibirnya untuk menahan air matanya agar nggak keluar, persis seperti Iyas kalau menahan tangis.

'Jangan lupain aku. Jangan pacaran sama siapapun. Anne punya aku,' Kiel merajuk.

'Yel, jangan nangis,' hanya itu yang bisa keluar dari bibir sang gadis sebelum ia menangkup wajah Kiel dengan kedua tangannya dan memotong jarak diantara mereka dengan berjingkat sebelum meletakkan bibir merah jambunya di bibir Kiel. 'Jangan nangis lagi, nanti kalo kita berjodoh, kita pasti akan ketemu lagi, Yel. Aku janji, soalnya aku sayang kamu,' Anne berujar setelah melepas kecupan singkatnya.

Tangis Kiel terhenti, pemuda 179 cm itu mengusap wajahnya dengan lengan jaket denimnya dan memeluk gadis 163 cm di hadapannya erat.

'Sampai jumpa, Ne. suatu saat nanti, Iyel akan susul Anne ke sana. Aku bakalan ungkapin semua perasaan aku seperti yang kamu lakuin ke aku hari ini.'

Ciuman singkat kedua insan yang jatuh cinta ini akhirnya menjadi penanda awal dari petualangan cinta Kiel dan Anne yang terhalang Jarak, ruang dan waktu.


๐“๐จ ๐๐ž ๐‚๐จ๐ง๐ญ๐ข๐ง๐ฎ๐ž๐...


Saved: 10/06/2021 ; 10:56 Word Count: 2113 Words

#HALCYON #107 โ€“ Flashback 01

๐ƒ-๐Ÿ”๐ŸŽ ๐Š๐จ๐ง๐ฌ๐ž๐ซ ๐“๐ก๐ž ๐ƒ๐š๐ฒ ๐Ÿ”๐ญ๐ก

Sudah hampir dua bulan berlalu sejak kepulangan Kiran, Kevin dan Nad dari Amerika. Berarti, sudah dua bulan juga berlalu dari hari jadi Kevin dan Nad. Kiran menghabiskan waktunya untuk menghindar dan tak menghiraukan Nad. Ia mencoba tetap profesional dalam tugasnya berlatih untuk konser perdana Halcyon sebagai act pembuka dari pertunjukan konser band The Day6th.

Nad kehilangan sosok seorang kakak. Nad kehilangan sosok yang menggantikan posisi Kak Joan. Tapi, gadis itu nggak berani bersikap egois. biar bagaimanapun, Ia tahu seberapa besar usaha Kiran untuk mendapatkan hatinya, yang kemudian berbuah penolakan dari gadis manis itu.

'Nad,' Jacob melambaikan tangannya di depan wajah Nad yang tengah melamun saat sedang berlatih bersama Halcyon.

'Eh? iya. Kenapa, kak Jacob?' tanya Nad yang kaget dengan kehadiran Jacob.

'Lo nggak papa? kok kayak lost focus gitu. apa lagi berantem sama Kevin?' tanya Jacob lagi.

'Nggak papa, kak. gue cuma kehilangan sosok Kak Kiran. sosok kakak laki-laki yang bisa ngelindungin dan jadi temen gue waktu semuanya ninggalin gue,' gadis berambut sebahu itu kemudian menghembuskan nafasnya sambil menatap kosong ke ruang garasi yang sudah disulap jadi tempat latihan Halcyon.

'gue tau ini berat buat lo. tapi, sebentar lagi Kiran juga sadar kalo cinta nggak harus selalu berakhir pacaran. Gue tau sebenernya Kiran kangen sama lo. cuma dia masih gengsi. orang kayak Kiran butuh waktu lebih lambat untuk menyadari kalo sebenernya perasaan itu nggak hilang, tapi berkembang jadi sesuatu yang lebih indah dari sekedar sesuatu yang romantis,' Jacob menepuk-nepuk pundak Nad. 'lo latihan lagi aja dulu, I gave you the demo already, kan?'

Nad membalas Jacob dengan anggukan. Dengan bantuan Walkey-Talkey yang tersemat di pinggangnya, Nad meminta Leon untuk memutar kembali demo lagu gubahan Jacob dari sound system pusat ke audio receiver miliknya.

'๐˜โ€™๐˜ฎ ๐˜ต๐˜ช๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ณ๐˜บ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฑ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ด๐˜ฆ ๐˜ฆ๐˜ท๐˜ฆ๐˜ณ๐˜บ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ด๐˜ฐ๐˜ฏ ๐˜ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฆ ๐˜ž๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฏ ๐˜ ๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฏโ€™๐˜ต ๐˜ฌ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ธ, ๐˜ธ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฏ ๐˜ ๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฏโ€™๐˜ต ๐˜ฌ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ธ ๐˜๐˜ฐ๐˜ธ ๐˜ฅ๐˜ฐ ๐˜ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜ฎ๐˜บ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ง ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ฑ๐˜บ ๐˜ ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ด๐˜ด ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ด๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ช๐˜ท๐˜ฆ, ๐˜ ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ด๐˜ด ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฅ ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ'

lagu gubahan Jacob itu melantun dari mulut Nad dan menggema ke seluruh ruangan. Nad memejamkan matanya sembari menyanyikan lagu itu. Tanpa disadarinya, air matanya turun membasahi wajahnya bagaikan air terjun yang jatuh bebas dari atas tebing. Seketika itu juga, semua anggota Halcyon yang tengah sibuk sendiri menoleh ke arah sang pemilik suara.

Terlihat Kevin tergopoh-gopoh menyebrangi 2 ujung ruangan yang berlawanan dan segera berlutut di hadapan kekasihnya sambil menangkup wajah mungil Nad dan mengusap pipinya yang basah oleh airmata. Kiran hanya menatap kedua sejoli itu dengan tatapan nanar. Sekarang pujaan hatinya jadi milik orang lain. Tapi ia tersadar oleh pesan yang diutarakan Joan.

โ€œ๐พ๐‘–๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›, ๐‘”๐‘ข๐‘’ ๐‘ก๐‘–๐‘ก๐‘–๐‘ ๐‘๐‘Ž๐‘‘. ๐ถ๐‘ข๐‘š๐‘Ž ๐‘™๐‘œ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ž๐‘›๐‘ก๐‘– ๐‘”๐‘ข๐‘’ ๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘˜๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘˜ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘  ๐‘›๐‘”๐‘’๐‘—๐‘Ž๐‘”๐‘Ž ๐‘๐‘Ž๐‘‘. ๐‘๐‘Ž๐‘‘ ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐พ๐‘’๐‘ฃ๐‘–๐‘› ๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›, ๐‘™๐‘œ โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข๐‘  ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘–๐‘ก๐‘ข. ๐‘‡๐‘Ž๐‘๐‘– ๐‘๐‘Ž๐‘‘ ๐‘”๐‘Ž ๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘’๐‘Ÿโ„Ž๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘– ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘– ๐‘™๐‘œ ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘– ๐‘ ๐‘œ๐‘ ๐‘œ๐‘˜ ๐‘ ๐‘’๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘˜๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘˜.โ€

Seakan menerima telepati dari Nad yang masih menangis tersedu-sedu, bagai es gelato yang dibiarkan terekspose di sinar matahari, air mata Kiran meleleh begitu saja, membasahi wajah mulus milik pemuda 25 tahun itu.

โ€˜Ran,โ€™ Jacob sontak kaget melihat temannya itu menangis.

โ€˜Kenapa lo?โ€™ Jerry menatap kawan seusianya dengan tatapan bingung.

โ€˜Lo terlalu dense untuk sadar kalo lo nggak perlu jadi pacarnya untuk bisa ngelindungin dia,โ€™ Jayden berfilosofi.

sebelum Kiran mengambil inisiatif untuk mendekat ke sosok Nad yang tengah menangis sesenggukan di dalam pelukan Kevin, Jacob buru-buru berlari kecil ke arah kedua sejoli itu dan menepuk pundak pemuda 175 cm itu untuk menyuruhnya memberi waktu pada Kiran dan Nad untuk menyelesaikan problem mereka berdua. Kevin membelai rambut Nad dan melepas pelukannya, lalu mengangguk ke arah Kiran. Kiran perlahan maju dan menggantikan posisi Kevin. Ia mendekap tubuh Nad.

Mata pemuda itu terpejam ketika ia merasakan hangatnya tubuh Nad, si adik perempuan yang sempat jauh darinya itu. rasa hangat itu menjalar sampai ke hati dan wajah Kiran.

'I miss you, Nad,' bisik Kiran, semua gengsinya terbenam begitu gadis itu balas memeluk pinggangnya.

'Jangan pergi lagi. Kalo lo pergi, gue nggak punya keluarga di sini,' rengek Nad.

'Iya, nggak lagi, udah ya, jangan nangis lagi,' Kiran berjongkok di hadapan Nad, dan menghapus air mata yang meleleh di pipi adik angkatnya itu.

'Nad, lo punya kita semua, nggak cuma Kiran sama Kev. ada Jacob, gue, Bang Jayden, Leon, Joel, Gema, Gesha, Vio, semua ada buat lo di sini,' Jerry berjalan mendekat dan berhenti di belakang Nad sambil menepuk pundak Nad.

'Kak Jake, tanggung jawab, gue nggak bisa nggak nangis nyanyiin lagu ini,' Nad merajuk.

'Hehehe, artinya lo bakal bisa bikin seluruh audiens nanti menangis denger lo nyanyi. you put the mean in the song really well,' Jacob terkekeh.


Liztomania #30 Jangan Maksain Kalau Memang Bukan Jodohmu


Pasca bertukar pesan dengan pemuda yang akrab ia sapa 'Kak Vey' itu, Joanna hanya duduk termenung, memikirkan omongan yang dilontarkan kakak tingkatnya semasa sekolah dahulu. Di mata orang-orang, mungkin Harvey dan Joanna adalah pasangan yang sangat cocok. Bukan hanya karena keduanya sama-sama nggak suka berada di lingkungan penuh asap rokok, tapi lebih ke Harvey yang masih satu lingkar pertemanan dengan kakak sulung Joanna dan bagaimana dahulu Harvey sangat amat memperlakukan Joanna seperti layaknya tuan puteri. Tapi itu justru membuat Joanna merasa tak nyaman. Ia merasa harus terus menjaga tutur kata dan tingkah lakunya apabila sedang berada di sekitar Harvey.

Sejak awal, Harvey menaruh hati pada Joanna. Ia tak pernah ragu mengorek dompetnya untuk memperlakukan pujaan hatinya dengan spesial. Semua orang tahu, selebgram satu ini bahkan dengan gamblang menolak untuk menyerah dalam misinya memenangkan hati Joanna walaupun saat itu Joanna tengah menjalin hubungan romantis dengan Arian, mantan pacarnya. Hari itu, Harvey hanya ingin sebuah kepastian, kepastian untuk menghentikan usahanya dan menyerah, atau tetap berharap untuk mendapatkan pujaan hatinya dengan segala usahanya.

Sebenarnya, hari itu menandakan tepat setahun setelah putusnya Joanna dan Arian. Arian dan Joanna sudah cukup lama bersama, 2 tahun, kalau nggak salah. sebenarnya, waktu itu Arian masih sangat menyayangi Joanna, begitu pula sebaliknya. Tapi, takdir tak mengizinkan mereka bersatu. Dengan penuh air mata dan ketidak-rela hatian, akhirnya keduanya berpisah karena urusan kepercayaan. Hari rabu, tepat saat hari raya Kuningan, di bawah lembayung senja Pantai Nusa Dua, Arian mengucapkan kalimat perpisahan dengan penuh air mata kepada sang kekasih, belahan jiwanya. 'Jo, takdir nggak selalu berpihak sama kita. Hari ini, takdir memang memisahkan aku dan kamu. Tapi, kuharap suatu saat nanti, ada yang bisa sayang sama kamu lebih dari gimana aku sayang sama kamu,' Joanna ingat betul kala itu Arian menangis sembari merengkuh tubuh mungil Joanna ditemani desiran ombak. Sejak saat itu, meskipun lagi berlibur ke Bali, Joanna nggak mau lagi menikmati senja ataupun pergi ke Pantai Nusa Dua.

Bahkan sepanjang perjalanan dari rumah ke studio Hansel pun dilalui Joanna dalam diam. Santa yang tengah menyetir mobil juga sadar kalau Joanna tengah memikirkan sesuatu. Pemuda itu kemudian memutar musik Jazz dari sound system mobilnya untuk sedikit melepas ketegangan yang menyelimuti kedua insan itu.

'Annie,' Santa membuka pembicaraan. Suaranya lembut mengalun di telinga Joanna yang kala itu tengah galau. 'Ann, lo kenapa?'

Joanna menoleh sambil menatap wajah Santa. 'San, gue jahat ya?' tanya gadis 21 tahun itu.

'Jahat? jahat kenapa?' Santa perlahan menepikan mobilnya dan menghentikannya di tempat yang agak sepi.

Joanna cuma menunduk. 'Gue nggak berani nolak seseorang, seseorang yang gua rasa jauh banget untuk bisa gua gapai. dia bintang, jauh di langit sementara gue ada di darat,' gadis itu menghela nafasnya.

Sorren, nama itu langsung muncul di otak Santa. 'Kalau memang lo nggak jodoh sama dia, jangan paksa hati lo buat mencintai orang itu,' Entah dari mana, kalimat itu keluar dari mulut seorang Santa. Tangannya meraih tangan kecil Joanna dan menggenggamnya.

'Santa,' Joanna menggenggam balik tangan Santa.

'Hmm,' Santa menoleh ke gadis yang duduk di sampingnya.

'Gue bingung deh, kenapa lo pake baju rapi banget. kan cuma ketemu kakak gue di tempat kerja dia,' Joanna terkekeh kecil dibalas kekehan awkward dari pemilik nama Santa yang duduk di bangku kemudi itu.


The Morning Sun


Bagian 2 dari kisah Christian Sanjaya Sadawira dan Maira Julianne Wijayanti


Langkah kaki kita dalam sinkron lagi hari ini Begitu panas, sekali lagi hari ini, aku meleleh Selalu, kau membuatku menjadi diriku sendiri Seluruh diriku mulai denganmu, setiap hari โ€“ SF9: O Sole Mio


Masih lanjutan dari sore itu, alias waktu Indonesia bagian Sanjaya Merindu. Tidak ada yang salah dari merindu. Tidak ada yang salah dengan mencinta. Tapi, seperti pepatah Inggris, โ€˜When there is a Hello, thereโ€™s always a Goodbyeโ€™, Ketika ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan, kita nggak tahu kapan perpisahan itu akan dan harus terjadi, kita harus siap dengan fakta bahwa suatu saat kita akan berpisah dan pasti di masa depan, akan ada pertemuan berikutnya dengan orang yang lain. Ara hadir untuk mengajarkan hal itu pada Sanjaya. Meski ia hanya hadir di jendela waktu yang begitu singkat dalam hidup Sanjaya.

โ€˜Kemarin gue ketemu sama bokap-nyokap nya Ara, mereka cerita kalo sebelom Ara di oprasi, dia donorin korneanya. Dan dua tahun yang lalu, kornea itu akhirnya diterima oleh seseorang. Katanya identitasnya jadi data rahasia yang ga bisa disebar sama RS,โ€™ Joseph bercerita.

โ€˜Maira,โ€™ gumam San.

โ€˜Hah? Siapa tuh?โ€™ balas Joseph sambil mengernyitkan keningnya.

โ€˜Dari apa yang gue liat, Mata Maira mirip banget sama Ara,โ€™ jelas pemuda Sadawira itu.

โ€˜San, relain Ara, please. Lo berhak bahagia, Ara tau itu. Ara pasti pengen lo bahagia. Gue juga sedih, kehilangan banget, jujur. Tapi, Ara mau perpisahan terakhir antara kita dengan dia membuahkan pertemuan indah antara Lo dengan siapapun itu nanti,โ€™ Kini Joseph befilosofi.

โ€˜Jangan nyakitin hati lo sendiri. Jangan nyiksa diri,โ€™ Krisna menepuk-nepuk bahu San.

โ€˜Loh, kok pada berkerumun di sini?โ€™ kepala Jovan menyembul dari balik pintu. โ€˜Entar ditangkep sama satpol-pp loh,โ€™ canda Jovan diikuti tawa renyah khas pemuda jangkung itu.

โ€˜Seph, Bang Krisna, gue mau sendiri dulu,โ€™ Sanjaya menghela nafasnya.

โ€˜Makan dulu, udah malem,โ€™ Joseph mengingatkan sebelum keluar dari kamar sahabatnya bersama dengan Krisna.

Sanjaya hanya menggeleng letih. Ia mengusap wajahnya berkali-kali. Memikirkan ungkapan Krisna barusan. Memang benar, di setiap sapaan pasti ada perpisahan. Teringat olehnya saat terakhir di rumah duka, sebelum peti ditutup, pemuda itu meminta izin pada kedua orang tua Ara untuk mengecup kening gadis manis itu untuk yang terakhir kali.

Bersama dengan keluarnya Joseph dan Krisna dari kamarnya, memori Sanjaya kembali berputar ke saat-saat dimana terakhir kali ia melihat wajah Ara, sang pujaan hatinya. Saat dimana akhirnya ia harus merelakan gadis itu berpulang ke surga, meskipun hatinya sesungguhnya masih belum merelakan kepergian Ara dari hidupnya. Separuh hatinya menyesal tak sempat mengakui perasaannya pada Ara. Hanya Tuhan dan Sanjaya yang tahu soal perasaan ini. Biarlah itu terkubur dalam hatinya. Membeku di dalam hatinya sampai hari ini.


Flashback

10 Juli 2017, hari dimana Ara berpulang ke Rumah Bapa Di Surga. Sanjaya berdiri mematung di samping peti kayu coklat berpelitur mengkilap itu. Masih bersimbah air mata. Ia memeluk sebuah bingkai foto coklat berisi foto sahabatnya, Ara. Dalam foto itu, Ara terlihat tersenyum manis sekali, seperti nggak ada beban dalam hidupnya. Joseph berdiri di samping Sanjaya, kepalanya tertunduk, menyembunyikan air matanya yang masih deras membasahi pipinya.

Di dalam peti kayu itu terbaring jenazah Ara. Wajahnya tampak tersenyum. Ara seperti malaikat, mengenakan gaun putih, kaus kaki putih dan sepatu satin berwarna senada. Di tangannya ada seikat buket bunga lily putih kesukaannya. Setelah upacara ibadah pelepasan dilangsungkan, Sanjaya minta izin pada kedua orang tua dan kakak perempuan Ara untuk bertemu Ara yang terakhir kalinya. Ia berjalan mendekati peti tempat Ara bersemayam dan menatap gadis itu lekat-lekat.

โ€˜Ara, kenapa pergi ninggalin gue?โ€™

โ€˜Gue belum sempat ngucapin ini ke lo,โ€™

โ€˜Maaf, Ra. Butuh waktu lama buat gue ngomong ini ke lo.โ€™

โ€˜Gue jatuh cinta sama lu, Ra. Forever youโ€™re my star.โ€™ Sanjaya berbisik sambil menangis dan mengecup kening Ara untuk yang terakhir kalinya. Selepas itu ia hanya bisa menangis tersedu-sedu menatap peti yang tertutup rapat, Sampai jumpa, Ara. Hatiku selalu untukmu.

Flashback ends.


Besok paginya, pemuda berlesung pipit itu terbangun dengan perut amat-sangat laper alias udah kracak-krucuk dimana-mana. Cacing-cacing dalam perutnya udah demo karena semalam nggak dikasih makan. Tepat ketika pemuda yang akrab disapa San itu menginjakkan kakinya ke dapur, sosok dara manis berambut panjang dengan mata kecoklatan nampak sedang sibuk di dapur bersama Dilara, kekasih Rama yang hari itu mengosongkan jadwalnya untuk berkunjung ke tempat ke delapan bujang tampan itu tinggal.

โ€˜Loh, Maira?โ€™ San yang kala itu masih dibalut piyama biru mengerjapkan matanya.

โ€˜Eh, halo, San!โ€™ sapa sang gadis yang surainya diikat kuncir ekor kuda itu.

โ€˜Kok lo tau gue tinggal di sini?โ€™ Ujar San yang akhirnya mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.

โ€˜Tadi aku telfon hapemu, tapi yang angkat Joseph apa ya, namanya, terus diajak ke sini,โ€™ Maira menjelaskan.

โ€˜Kok hape gue bisa di lo?โ€™ San melirik Joseph yang cecengiran di sampingnya.

โ€˜Tadinya biar lu tidurnya tenang. Tapi semalem pas gue sama Joseph ngecek ke kamar lu, lu ngelindur manggil-manggil Maira,โ€™ Jelas Krisna yang disambut gelak tawa renyah dari pemilik nama Joseph itu.

Seketika mata Sanjaya mendelik dan wajahnya semerah kepiting rebus. Kenapa sih, kedua temannya itu harus mengekspos kalo dia manggil-manggil nama Maira dalam tidurnya. Nggak cuma itu, celoteh Krisna membuahkan kekehan tawa renyah dari Maira dan Dilara yang masih sibuk bikin sarapan buat kedelapan bujang itu. Usai memasak, Maira duduk di samping Sanjaya dan meletakkan tangannya di kening Sanjaya.

โ€˜Nggak demam kok,โ€™ Maira tertawa sambil melepas tangannya dari kening Sanjaya.

โ€˜Emang nggak sakit kok,โ€™ Jawab Sanjaya dengan ekspresi saltingnya sambil mengulum roti panggang yang diletakkan Maira di piringnya. Sanjaya tiba-tiba meraih tangan Maira dan membawa tangan itu turun dari wajahnya. โ€˜Habis makan ikut gue ke teras, I need to know something about you.โ€™

Semua dicengangkan dengan tindakan Sanjaya barusan. Selama ini, nggak ada cewek yang mendapat perlakuan hangat seperti apa yang mereka lihat barusan. Semua cewek yang mendekatinya selalu berakhir diketusin sama oknum yang kini membantu ayahnya di dojang alias akademi taekwondonya itu. Dari sekian puluh cewek, hanya Maira yang berhasil melembutkan hati dan setiap tingkah laku Sanjaya.

Usai sarapan, sementara Dilara dan yang lain berbincang di meja makan, Sanjaya dan Maira menyingkir ke teras depan. Ditemani dua cangkir teh susu buatan Dilara, keduanya bebincang dari hati-ke hati. Sedikit demi sedikit, semua kebingungan Sanjaya terjawab. Perkara kenapa mata Maira bisa semirip itu dengan mata mendiang Tiara pun sudah terjawab.

โ€˜Maaf ya,โ€™ tangan hangat Maira menyentuh punggung tangan Sanjaya lembut.

โ€˜Maaf juga gue udah lancang nanyain ini ke lo,โ€™ San tahu seharusnya ia nggak mempertanyakan soal mata Maira sejauh itu.

โ€˜Nggak papa, kamu berhak tau. Gimanapun, ini titipan dari Tiara. Mataku ini titipan dari Tiara,โ€™ Maira tersenyum sambil menggenggam tangan Sanjaya.

Sanjaya menatap Maira dengan senyum yang tenang dan lembut. Senyuman yang sudah lama hilang dari hari-harinya. โ€˜Mungkin, hari ini Ara mau bilang ke gue kalo bintang terang itu kini digantikan oleh matahari. Cuma, gue ini manusia biasa, Mai. Gue butuh waktu untuk menata hati. Kalau kita jalanin pelan-pelan, mulai dari berteman dulu, apa lo nggak keberatan?โ€™ Tanya pemuda itu sambil membalas genggaman tangan Maira.

โ€˜Hmmm, kenapa nggak,โ€™ Maira tersenyum sambil menautkan jemarinya diantara jemari besar milik Sanjaya.

โ€˜Makasih, Mai. Makasih udah mau jadi matahari yang menggantikan bintang itu,โ€™ Sanjaya berujar.

โ€˜IH SANJAYA APAAN SIH, GELI TAU,โ€™ Maira nyeletuk sambil menepuk dada Sanjaya dengan senyum jenaka.


Maira dan Sanjaya sama-sama nggak sadar kalau mereka masuk ke rumah masih dengan tangan yang saling menggandeng satu dengan yang lain. Keduanya dibingungkan dengan tatapan jahil dari Jovan, Mahanta, Jafar, Rama, Joseph dan Krisna serta tatapan intimidatif dari Kenzie. Bagaimana tidak, awal yang canggung berakhir dengan tangan yang terikat satu sama lain.

โ€˜Jadi, gimana?โ€™ tanya Krisna.

โ€˜Gimana apanya?โ€™ Sanjaya menautkan alisnya sambil bertanya balik.

โ€˜Itu ngapain gandengan?โ€™ tanya Jafar sambil menaikkan alisnya.

โ€˜Oh, nggak papa,โ€™ Sanjaya menggaruk tengkuknya yang taka gatal itu. โ€˜Jadi, Ini Maira, munkin bakal sering main ke sini,โ€™ jelas Sanjaya lagi.

โ€˜Statusnya apa, San?โ€™ kali ini Jovan nggak mau kalah kepo.

โ€˜Statusnya, T E M E N,โ€™ kali ini Maira bantu mengeja per huruf supaya yang lain berhenti menggoda dan menginterogasi mereka berdua.

โ€˜Jalani pelan-pelan. Saya sama Dilara juga nggak langsung jadian kok, kalian berdua punya kecepatan masing-masing buat mengenal dan saling memahami,โ€™ kali ini kultum dari kakak sulung, Rama.

'Gue sama Gita juga mulai dari nol kok, San,' tambah Krisna.

'Mulai dari Nol, kayak kalo di SPBU,' canda Mahanta diiringi tawa semua orang yang mengisi ruang tengah siang itu.

โ€˜Iya, kan baru mulai juga. Jalanin dulu aja. Senyaman kalian,โ€™ Dilara tersenyum sambil menepuk bahu Maira, memberikan dukungan buat mereka.

โ€˜Akhirnya Sanjaya yang kaku, dingin dan nggak mau deketin cewek sekarang punya temen cewek,โ€™ goda Joseph yang langsung mendapat hadiah jitakan dari si guru taekwondo ganteng itu.

Memang ada kalanya kita bergumul dengan kesedihan kita. Kerinduan kita pada seseorang dari masa lalu. Tapi, ada pula waktunya kita membuka lembaran baru dan bergerak maju. Memang membuka hati itu bukan hal yang mudah. Tapi ketika pintu hati itu terbuka, akan ada pagi cerah dan matahari yang akan menyinari harimu, menggantikan malam kelam yang selama ini mengisi hidupmu.


EP: FIN


Saved:29/4/21 16:51 Word Count: 1.450 words.

Bintang Yang Tak Redup Tentang Christian Sanjaya Sadawira di Jendela Waktu Lain.


Starring: Maira Julianne Wijayanti (Lim Dayoung WJSN)


โ€œSan, itโ€™s been 5 years since she left. She mustโ€™ve wanted you to be happy. Coba deh buka hati lu buat orang lain,โ€

Komentar berikut sering kali dilontarkan oleh Joseph kalau San udah mulai menolak cewek yang kerap kali bergerak duluan untuk PDKT atau mengakui perasaan mereka pada pemuda tampan bergaris rahang tegas itu. San masih stuck. Stuck sama cinta pertamanya yang sekarang udah berpulang ke Surga. Liontin pemberian Ara-pun masih setia melingkari lehernya. Ara boleh pergi dari kehidupan Joseph dan San. Tapi, memori tentang Ara tak pernah lepas dari hati kedua wira tampan kelahiran 1999 itu.

Selepas kepergian Ara, San memutuskan untuk nggak terlalu memikirkan tentang move on ataupun mencari pengganti posisi Ara di hatinya. Seakan-akan ada pintu hati yang sengaja dikunci rapat-rapat oleh pemuda berlesung pipit itu. Lain San, lain halnya dengan Joseph. Setahun belakangan ini, Joseph beberapa kali terlihat menyibukkan dirinya dengan program perjodohan modern alias โ€˜blind dateโ€™ yang disiapkan kedua orang tuanya. Joseph sempat mengajak Sanjaya ikut acara semacam itu, namun hasilnya nihil.

Hari itu, San membantu papanya untuk ngajar kelas taekwondo untuk anak-anak balita di Dojang. Dojang garapan ayahnya ini sudah berdiri sejak San dan kakak perempuannya, Christy, masih kecil. Sewaktu Ara masih hidup dulu, gadis kelahiran 14 April 1999 itu kerap kali mengatakan bahwa San cocok ngajar kelas untuk anak-anak kecil.

โ€˜Sabeom!โ€™ Seorang gadis kecil kira-kira berusia lima tahun maju keluar dari barisan tempat teman-temannya berkumpul.

โ€˜Aira, mau pimpin pemanasan?โ€™ tanya San sambil tersenyum tanpa melepas posisi kuda-kuda santainya.

Aira, gadis berkuncir kuda itu mengangguk penuh semangat, membuat memori masa kecil San kembali berputar dalam memorinya. โ€˜Sabeom-nim kkee kyeonglye!โ€™ (Sabeom-nim Kye Kyeongnae: Beri hormat kepada Sabeom) ujarnya dengan logat anak kecil yang sangat menggemaskan.

12 anak usia 4-6 tahun yang berbaris di hadapan San dengan kompak membungkukkan badan mereka dan memberi hormat kepada pemuda 24 tahun itu. โ€˜Charyeot, Joonbi!โ€™ ( Charyeot: bersiap; Junbi: posisi siap.) Kali ini, pemuda 176 cm itu berseru dengan lantang, yang kemudian disambut dengan perubahan posisi kuda-kuda murid-muridnya.

Kelas hari itu berjalan lancar, seperti biasanya. Tanpa ia sadari, ada sepasang mata mengamatinya. Yang jelas, mata itu bukan milik kakak maupun ayahnya. San pun menyadari ada sosok yang tengah menonton dari balik tembok. Kelas sudah berakhir pukul 4 sore. Anak-anak sudah pulang, yang tersisa di situ hanya San, yang masih menenggak sebotol air dingin yang telah disiapkan kakaknya, dan dara yang masih bersembunyi itu.

โ€˜Keluar aja, udah pada pulang kok,โ€™ San terkekeh ringan sembari mengusap kepalanya yang basah oleh keringat dengan handuk kecil. Ternyata, dia sadar juga diliatin.

Gadis itu muncul dari balik persembunyiannya, malu-malu karena udah kegep sama obyek yang lagi dia amati. San seperti terbius ketika menatap kedua manik mata coklat milik gadis berambut ekor-kuda di hadapannya. Rasanya, seakan ada sesuatu yang pernah hilang dari hari-harinya kembali datang menghampirinya. Tapi San masih belum tau apa itu. Yang jelas, it seems so familiar to him. Dobok atau seragam taekwondo masih melekat di tubuh mungil sang dara. Kalau dari sabuk yang dikenakan gadis itu, ia nampak belum terlalu lama berlatih taekwondo di dojang.

โ€˜Baru mulai taekwondo kah?โ€™ San mengawali perbincangan walau sedikit canggung.

โ€˜Iya, maaf lancang ngintip kelas kamu,โ€™ sang gadis menunduk malu-malu.

โ€˜Pasti karena kelas gue rame banget,โ€™ kekeh San. Yang disambut anggukan dan senyum manis dari gadis yang rambutnya diikat ekor-kuda itu.

โ€˜Kamu keren bisa ngajar anak-anak kecil,โ€™ puji gadis itu lagi.

โ€˜Gue emang suka anak-anak. Anyways, lo ikut kelas Kak Christy?โ€™ tanya San.

โ€˜Aku dilatih sama Kak Christy. Tapi kayaknya aku mulai telat banget ya? 24 tahun baru banget mulai Taekwondo,โ€™ Gadis itu terhenti sejenak. Ia bahkan belum memperkenalkan dirinya. โ€˜Oh iya, Aku Maira.โ€™ Ia mengulurkan tangannya.

โ€˜Gue San,โ€™ San menyambut tangan gadis itu sambil tersenyum. โ€˜Adiknya Kak Christy,โ€™ lanjutnya. โ€˜Actually, lo nggak telat kok. Nanti, kalau semisal lo butuh temen buat extra practice poomsae atau kyukpa, hubungin gue aja.โ€™ (poomsae: koreografi taekwondo yang menyerupai tarian dengan gerakan dasar taekwondo. Kyukpa: menghancurkan papan dengan tendangan atau pukulan)

โ€˜semuanya mulai dari kecil, sementara aku mulai dari umur segini,โ€™ Maira menghela nafasnya.

โ€˜Hey, jangan gitu.Thereโ€™s no late in starting anything. Yang penting niat dan ketekunan lo aja.โ€™ Kekeh San santai. โ€˜Anyways, gue laper. Gimana kalau sekarang kita ganti baju dan beres-beres. Habis itu letโ€™s go grab some healthy dinner,โ€™ ungkap San sembari mulai bergerak merapikan ruang latihan indoor itu dan mengangkat tas nya.

Maira mengangguk dan membantu San. Setelah itu, keduanya berjalan ke ruang ganti (yang tentunya terpisah antara cowok dan cewek) untuk mandi dan mengganti pakaian mereka yang udah basah sama keringat.


Pertemuan pertama mereka berakhir di halaman depan rumah Maira. San turun dan membukakan pintu mobilnya untuk sang dara manis yang mengisi bangku penumpang di sampingnya.

โ€˜Thanks ya, San,โ€™ ujar Maira sambil tersenyum.

โ€˜Ketemu lagi di dojang ya,โ€™ San berpamitan sambil bersandar di mobil dan menunggu sampai Maira masuk ke dalam rumahnya.

โ€˜Pasti!โ€™ Maira tersenyum. Ada binar di kedua manik coklat Maira yang begitu membuat seakan-akan San tersihir olehnya. โ€˜Sanโ€ฆโ€™ Maira memanggil San yang udah balik badan mau masuk ke mobilnya.

โ€˜Ya?โ€™ San menoleh dan membalik badannya menghadap gadis yang kini sudah masuk ke dalam pagar halaman depan rumahnya.

โ€˜Nanti kabarin aku kalo kamu sampe. Pinjem handphone kamu,โ€™ ucap gadis manis berambut panjang itu.

San hanya mengangguk dan menyerahkan ponselnya.

โ€˜Jangan lupa kabarin aku,โ€™ si pemilik nama Maira itu memasukkan nomor ponselnya di dalam kontak ponsel San dan mengembalikkan benda berlayar datar itu pada sang pemilik yang berdiri di hadapannya.

โ€˜Gue balik ya. Ketemu lagi hari Selasa, Mai! Jangan telat. Sebelum kelas sama Kak Christy, lo harus latihan Taegeuk Yijang sama gue,โ€™ Inilah San dan segala upaya modusnya.


Mata Maira mengingatkan San pada sesuatu yang amat familiar. Seseorang yang selalu mengisi pikiran San. Yang sudah jadi bintang terang di atas sana, seseorang yang membuat San gagal melangkah ke depan. Ya, kedua manik coklat itu mengingatkan San pada sepasang orbit coklat milik almarhum Ara. Hari itu, pemuda yang tengah mempersiapkan tugas-tugas kampusnya berhenti dari rutinitasnya itu dan membuka album foto berisi seluruh kenangannya bersama gadis yang sempat mengisi hari-harinya dahulu kala.

San menatap foto kelulusan SMP mereka. Di sana nampak Ara yang tengah memeluk lengan San dan menatap wajah San dengan wajah gembira yang separuhnya masih tertutup masker. Ya, mata itu, mata yang selalu tabah dan gembira menghadapi hari walau tahu hidupnya tinggal sebentar lagi. Mata kecoklatan itu yang membuat San nggak pernah bisa memalingkan hatinya pada wanita lain.

โ€˜San,โ€™ terdengar suara dari balik pintu kamarnya.

San mengusap air matanya dan menutup album penuh kenangan itu sembari beranjak membukakan pintu bagi orang yang bertamu ke kamarnya. Dari suaranya, San tahu itu Krisna. โ€˜Ya kenapa, Bang?โ€™ tanya San, suaranya masih sedikit parau seperti orang yang menahan tangis.

โ€˜Astaga, lo kenapa?โ€™ tanya Krisna yang langsung nyeruduk masuk ke kamar San.

โ€˜Nggak papa, bang,โ€™ San menggeleng.

โ€˜Bohong, nggak mungkin lu nggak papa, San,โ€™ Sahut Krisna sambil mengambil album yang masih bertengger manis di ranjang San. โ€˜Sanjaya & Tiara,โ€™ Krisna bergumam membaca tulisan di label usang yang menutup laman depan album tersebut.

San terdiam, kepalanya tertunduk. Air mata yang tadinya tertahan di pelupuk matanya kini meleleh membasahi pipinya dan jatuh ke punggung tangan yang bertumpu di lututnya, berusaha menyangga separuh berat tubuhnya. โ€˜Nggak mungkin dia donorin matanya kan? Nggak mungkin dia ninggalin sesuatu selain liontin ini kan?โ€™

โ€˜Lu pasti kangen sama Tiara ini kan?โ€™ Krisna menepuk-nepuk punggung San.

โ€˜Dia cinta pertama gue. Tapi, sampe sekarang gue nggak bisa ngelupain dia, banyak hal yang dia ajarin ke gua, tanpa gue sadari,โ€™ jawab San, masih bersimbah air mata dan menangis tersedu-sedu.

โ€˜Mungkin, bintang terang itu sekarang akan dateng lagi ngewarnain hari lo,โ€™ Krisna masih berusaha menenangkan Sanjaya.

โ€˜San, Ara di atas sana, ngeliat lo sedih gini pasti dia juga sedih. Dia pengen lu bahagia di sini,โ€™ Joseph yang tadi sempat mengintip ke dalam kamar San akhirnya nyeruduk masuk juga.

โ€˜Gue liat mata Ara, tapi dia bukan Ara, Seph. Orang lain. Tapi matanyaโ€ฆโ€™ Sanjaya tersendat. Seluruh rasa rindu yang selama ini tertahan dalam dadanya seakan keluar begitu saja. Bintang terang yang dulu pernah menyinari malam kelamnya, yang masih menjaganya sampai saat ini.

โ€˜San, tenangin diri lo. Besok gue mau kasih tau sesuatu sama lo. Tapi nggak di saat seperti ini,โ€™ Tukas Joseph sambil membantu Krisna menenangkan Sanjaya.


[BERSAMBUNG]

Saved: 26/04/2021 12:47 Word Count: 1.376 words

Still Here tentang Krisna


๐–ถ๐—๐–พ๐—‡ ๐—๐—๐–พ ๐–ป๐—ˆ๐—๐—๐—ˆ๐—†๐—…๐–พ๐—Œ๐—Œ ๐—‡๐—‚๐—€๐—๐— ๐—‰๐–บ๐—Œ๐—Œ๐–พ๐—Œ ๐–ณ๐—๐–พ ๐–ป๐—‹๐—‚๐—€๐—๐— ๐—Œ๐—Ž๐—‡๐—…๐—‚๐—€๐—๐— ๐—๐—‚๐—…๐—… ๐—‚๐—…๐—…๐—Ž๐—†๐—‚๐—‡๐–บ๐—๐–พ ๐—’๐—ˆ๐—Ž ๐–จโ€™๐—…๐—… ๐–ป๐–พ ๐—๐—๐–พ๐—‹๐–พ ๐–ฟ๐—ˆ๐—‹ ๐—’๐—ˆ๐—Ž... Still Here, ATEEZ


Setelah hari ulang tahun Rama kemarin, Krisna jadi lebih sering pergi ke cafรฉ dengan dalih menemani Rama. Padahal pemuda tampan itu punya agenda terselubung sendiri. Yang kita tahu, Krisna sempat bertukar nomor ponsel dengan Gita, kasir cantik di cafรฉ tersebut. Dan belakangan, selain sering mencari-cari alasan buat main ke cafรฉ, Krisna juga sering meluangkan waktunya untuk ngobrol dengan Gita via whatsapp call maupun chatting. Entah mengapa, belakangan ini, ngobrol dengan Krisna jadi salah satu zona nyaman gadis manis yang akrab disapa Gita itu.

Beberapa minggu berlalu dengan cepat, meski sekarang cafรฉ agak sepi, hari-hari Gita nggak pernah sepi karena literally setiap hari ada sosok Krisna menemani dirinya, baik secara virtual maupun secara visual. Di saat-saat tertentu, Gita bisa menemukan kembali semangatnya. Seperti layaknya hari ini. Krisna nongkrong di cafรฉ hanya sekedar untuk baca buku sambil menikmati kopi dan kuenya.

Di hadapannya ada sebuah buku sketsa tempat ia menuangkan ide untuk memodifikasi pakaian-pakaian lamanya. Di waktu yang bersamaan, karena cafรฉ sepi pengunjung, Gita duduk di samping Krisna sembari ikut mencoret-coret buku sketsa Krisna. Tentunya sudah seizin pemilik buku itu.

โ€˜Kamu capek ya?โ€™ tanya Krisna sambil menatap Gita. Disambut anggukan letih dari sang gadis.

โ€˜Yah gitu lah,โ€™ Gita menghela nafasnya sambil menyandarkan dagunya di atas topangan kedua tangannya.

โ€˜Git,โ€™ panggil Krisna sambil menyesap kopinya.

โ€˜Hmm,โ€™ Gita menyahut.

โ€˜Mau cerita nggak?โ€™ tawar Krisna.

โ€˜Kak, kenapa ya, skripsian tuh bikin tertekan banget. Capek banget rasanya. Kak Krisna gitu juga ga sih?โ€™ Gita memanyunkan bibirnya sambil melirik tangan Krisna yang masih asik memadu-padankan warna di sketsanya.

โ€˜Dijalanin aja, Git. Aku juga gitu. Kadang rasanya mau nangis kalo revisian dicoret berlembar-lembar sama dosen. Tapi ya, mau gimana?โ€™ Krisna menaruh pensil warnanya dan tersenyum. Adem banget tuh senyumnya Krisna. โ€˜Kamu ga sendiri kok, Git. Aku juga masih dalam fase itu. Makanya aku sering cari suasana baru buat ngerjain skripsi atau sekedar ngelepas penat.โ€™ โ€˜Kak, kok kamu bisa positif banget sih?โ€™ tanya Gita sembari menatap Krisna bingung. Bingung dengan Krisna yang terkesan santai tanpa beban sama sekali.

Padahal sebenarnya, Krisna juga punya bebannya sendiri. Banyak beban pikiran Krisna yang tersembunyi di balik sikapnya yang begitu positif. Krisna sebenarnya menghadapi juga banyak kesulitan dalam hari-harinya. Terkadang, semua itu hanya disimpannya sendiri karena dia tau setiap orang punya struggle masing-masing.

โ€˜Semua orang punya struggle masing-masing, Git. Dan aku nggak mungkin membebani mereka dengan bebanku juga,โ€™ sebuah kalimat yang dalam meluncur lewat mulut Krisna diiringi senyum yang bikin hati adem dan cewek-cewek mleyot.

โ€˜Bener juga ya,โ€™ Gita mengangguk.

โ€˜Tapi, Git, kalo kamu capek, aku jangan dianggurin. Kalo mau senderan di pundakku, aku ada setiap saat. Walau bahuku nggak selebar Samudera Hindia, tapi masih nyaman buat disenderin kok,โ€™ Krisna berusaha melucu.

Gita hanya tersenyum tipis sambil bergeser ke samping Krisna dan menyandarkan kepalanya di bahu pemuda 24 tahun itu. โ€˜Makasih ya, kak. Untung ada kamu,โ€™ Gita berujar.

Tanpa diperintah, tangan Krisna bergerak membelai rambut hitam yang ujungnya diberi aksen warna biru, senada dengan rambut pemuda 172 cm itu. โ€˜Kita jalanin sama-sama. Kalau sendiri, pasti berat. Tapi aku yakin kalo dijalanin bareng, semuanya terasa lebih ringan, Git,โ€™ ujar Krisna yang disambut anggukan kecil dari gadis manis itu.

โ€”

[time skip, 2 bulan kemudian]

โ€”

Hari, minggu, bulan terlewat begitu saja. Tak terasa, dua bulan berlalu dengan begitu cepatnya. Banyak kisah yang terjadi, walau banyak cerita yang di akhir hari akan berakhir dengan senyuman atau pelangi yang penuh warna, namun cerita-cerita itu diawali dengan air mata ataupun badai nan kelam. Tak jarang kala hujan deras mengguyur ibu kota, Gita minta ditemani Krisna via video call. Tapi nggak jarang juga ketika dua-duanya saling membutuhkan dukungan dari satu sama lain, mereka terhalang hujan ataupun sinyal buruk.

Akhirnya, setalah sekian lama ngerjain skripsi dan dikejar dengan deadline revisi, Krisna berhadapan dengan dosen penguji di suasana sidang skripsi. Pagi itu, Krisna nampak klimis, ganteng banget dengan setelan jas abu-abu, kemeja putih gading, dasi hitam dan sepatu pantofel hitam mengkilap. Rapi banget, di bahunya tergantung sebuah tas kulit berisi beberapa set soft-cover skripsi miliknya dan laptop yang akan ia gunakan untuk mempresentasikan hasil kerjanya selama ini.

โ€˜Kris, you got this,โ€™ Rama menepuk bahu Krisna, memberikan semangat yang dibutuhkan sang adam untuk menghadapi sidangnya.

โ€˜Nanti kabarin kita, Mas Kris. Tapi gue yakin sih Mas Kris minimum cum laude,โ€™ celetukan Sanjaya disambut anggukan dari Joseph dan Jovan.

โ€˜Mbak Gita ga dikabari, Mas?โ€™ kini si bungsu, Jafar, nyeletuk dengan senyum jahil.

โ€˜Nanti deh, dia juga lagi sidang,โ€™ jawab Krisna seadanya. โ€˜Tapi udah janji sih mau saling ngabar-ngabarin lagi habis sidang nanti.โ€™

โ€˜Ciee, bareng-bareng,โ€™ Jovan dan Joseph nyeletuk sambil nyengir jahil.

โ€˜Udah ah, gue berangkat ya, wish me luck!โ€™ Krisna meminta doa restu dari teman-temannya.

โ€˜AAAMMMIIIINNN!โ€™ sahut ketujuh orang dari dalam rumah. Ucapan itu menghantar Krisna berangkat menghadapi sidang pagi itu.

โ€”

Sidang sudah berakhir sekitar 20 menit yang lalu, Krisna masih menunggu di luar ruang sidang. Namanya belum dipanggil untuk pengumuman hasil sidang kala itu. Begitu pula Gita, di kampus lain, Gita pun tengah menunggu pengumuman hasil sidangnya. Keduanya masih diselimuti ketegangan. Hari itu, Krisna berjanji pada dirinya. Apapun hasil sidang yang diterimanya, ia akan menyatakan perasaannya pada Gita. Ia menanti waktu yang tepat. Dan ini adalah saat yang tepat. Ditengah ketegangan menunggu hasil, ia menekan nomor ponsel Gita dan menelfOn gadis itu.

โ€˜Gita,โ€™ panggil Krisna.

โ€˜Kak Krisna,โ€™ Sahut Gita dari seberang. Suaranya bergetar, masih sisa-sisa tegang presentasi pastinya.

โ€˜Sebenernya, aku maunya nunggu sampe entar pas selesai pengumuman. Tapi udah nggak sabar mau ngomongin ini sama kamu,โ€™ Krisna berhenti sebentar. โ€˜Dengerin yaโ€ฆโ€™

Gita mengangguk dalam diam.

โ€˜Gita, di luar sana akan ada banyak badai. Tapi kita hadapin sama-sama ya. Aku nggak sempurna, tapi aku akan berusaha angkat kamu kalo kamu jatuh,โ€™ Krisna berujar lembut. Suaranya indah banget di telinga Gita. โ€˜Git, kamu mau jadi pacarku nggak?โ€™ tanya Krisna.

Gita nggak menyangka kalau bakal dapet pengakuan cinta dari Krisna di hari itu. Ada jeda sekitar 5 menit.

Belum sempat memberikan jawaban atas pengakuan cinta dari Krisna, gadis kelahiran 1999 itu sudah dipanggil masuk untuk menerima pengumuman kelulusan sidang hari ini, begitu pula Krisna.

Siang itu, Krisna dengan bangga mengantungi gelar sarjananya dengan nilai suma cumlaude. Nafas lega pun terhembus dari bibir pemuda itu setelah hasil sidang diumumkan. Di sisi lain ibu kota, Gita keluar dari ruang sidang dengan senyum bangga. Seperti sang pujaan hati, gelar sarjana sudah tersemat di belakang namanya. Keduanya janjian ketemuan di cafรฉ tempat Gita bekerja sore itu. Untuk segelas kopi dan secuil selebrasi akan kelulusan mereka.

โ€˜Kak, gimana sidangnya?โ€™ tanya Gita.

โ€˜Lulus, Git. Kamu?โ€™ Krisna bertanya balik.

โ€˜Sama, aku juga lulus. Oh iya, soal jawaban pertanyaan kakak tadi, Gita mau jadi pacar Kak Krisna,โ€™ ujar Gita sambil menyerahkan buket bunga carnation pink untuk merayakan kelulusan Krisna.

โ€˜Makasih, Gita. Kita jalani semuanya bareng ya,โ€™ Krisna membalas buket bunga dari gita dengan sebuah buket berisi 99 mawar putih dan 1 mawar merah. โ€˜I love you, Gita.โ€™


The End

โ€”

Saved: 21/4/2021 17:05 Word Count: 1.159 words

From Long Gone But Never Forgotten A short Narration


Ini tentang Arteez dan Juniar Angkasa Limantara (Lee Junyoung). Nggak banyak yang kenal Jun. Walau sekarang Jun jauh, tapi Jun tetap punya tempat spesial di hati Kakak-kakak Arteez.


Udah 3 tahun berlalu sejak Jun mulai sering nongkrong bareng di kontrakan tempat Krisna, Rama, Jovan, Kenzie, Sanjaya, Mahanta, Joseph dan Jafar tinggal. Dulu, waktu awal-awal mereka tinggal di sana, rasanya Jafar masih SMA dan sering banget ngajar tutoring buat adik kelasnya.

Namanya Juniar, setahun lebih muda dari Jafar dan sering kegiatan kepanitiaan bareng Jafar. Alhasil, kalo rapat kepanitiaan, Jun sering nebeng nginep di kontrakan, bareng Jafar. Sayangnya, akhir tahun 2018, Jun harus hijrah ke Amerika untuk menjalankan studinya. Walau begitu, sampai saat ini, Jun masih sering bertukar pesan atau sekedar ngobrol bareng sama kakak-kakak ARTEEZ yang selama ini jadi temen mainnya selain temen-temennya di sekolah.

Kalau kangen Indonesia, Jun pasti langsung menghubungi salah-satu kakak-kakaknya itu. Hari itu, masih di bulan Ramadhan, Siang yang cukup terik menyinari kota Jakarta. Kalo kata Joseph, bawa aja wajan sama telor keluar, terus wajan nya ditaruh di jalan, entar bisa bikin telor ceplok gausah boros gas. 8 anak muda tampan itu sedang duduk di ruang tengah sambil melakukan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang asik bermain playstation, ada yang sibuk nyiapin menu berbuka buat yang lagi berpuasa, ada yang sibuk dengan setumpuk sumber pustaka buat skripsinya, ada yang sibuk nonton Netflix, dan ada juga yang masih menjalani kelas Kul-On alias Kuliah Online.

Tiba-tiba terdengar si bungsu, Jafar, menghela nafasnya. Sebenernya Jafar cuma habis scrolling galeri foto ponselnya, ngeliatin foto-foto liburan ke Suramadu beberapa tahun silam, bareng sama Juniar, tepat sebelum peristiwa penuh air mata alias nganter Jun ke airport untuk melepas pemuda, yang kala itu masih berusia 17 tahun, meninggalkan Indonesia untuk menempuh pendidikan dan petualangannya di Amerika.

โ€˜Kangen ya,โ€™ Mahanta menarik bangku dan duduk di samping Jafar sambil menatap layar ponsel Jafar.

โ€˜Kira-kira sekarang kabar Jun gimana ya, bang?โ€™ tanya Jafar sambil masih menatap foto-foto liburan terakhir mereka bersama Jun.

โ€˜Dulu, terakhir kali kita facetime sama Jun, dia masih nangis-nangis karena nggak betah di sana. Inget nggak?โ€™ Mahanta menopang dagunya. Saat itu, bak film, semua memori yang mereka lewati bersama Jun seperti berputar kembali dalam otak pemuda 183 cm itu.


Flashbackโ€”

Seperti biasa, hari itu Jafar pulang ke kontrakan berdua sama Jun. Belakangan, Jun sering banget nginep di kontrakan ARTEEZ. Jun bukan tipe yang banyak omong, tapi setiap kali dia nginep, semua anak ARTEEZ ngerasa kalau kehidupan mereka lebih berwarna. Mama dan papa Jun kenal deket juga sama anak-anak di kontrakan, terutama Rama, Krisna dan Jafar. Sebenernya, frekuensi Jun yang jadi lebih sering menginap di sana merupakan cara Jun untuk mengutarakan sesuatu sama kakak-kakak yang disayanginya itu. Jun mau pamit karena hasil ujian masuk nya ke University of Columbia sudah keluar dan Jun harus segera bertolak ke negeri paman sam dalam waktu dekat.

Malam itu, libur kenaikan kelas terakhir Jun di Jakarta.

โ€˜Mas Krisna, Jun boleh ngobrol sama Mas nggak?โ€™ pinta Jun. Saat itu, ruang tengah sudah kosong. Tinggal Krisna dan Rama.

โ€˜Sama Rama juga?โ€™ tanya Krisna setelah membalas permintaan Jun dengan anggukan.

Jun hanya mengangguk. Dari tadi, Jun hanya bisa menatap permukaan meja makan dengan gelisah. Rama dan Krisna cukup peka untuk menangkap kegelisahan adik bungsu satu ini.

โ€˜Jun mau ngomong apa?โ€™ Rama memulai pembicaraan.

โ€˜Jun, ngomong aja. Mas Krisna sama Mas Rama bakal bantu kalo kita sanggup,โ€™ Krisna berujar. Suaranya lembut dan menenangkan banget. โ€˜Nggak lagi berantem sama Jafar kan?โ€™

Jun menggeleng menjawab pertanyaan terakhir dari Krisna. โ€˜Anu โ€“ ehm โ€“ gimana ya ngomongnya. Sebenernya, Jun mau pergi, jauh. Kemarin emailnya baru diterima, Jun lulus tes dan harus berangkat ke Amerika bulan depan. Tapiโ€”โ€™ Jun terdiam sesaat.

โ€˜Tapi?โ€™ Tanya Rama.

โ€˜Jun nggak rela ninggalin kakak-kakak di sini. Rasanya baru sebentar kenal sama kalian. Baru aja mulai akrab, tapi harus pisah,โ€™ pemuda 17 tahun itu menunduk.

โ€˜Jun, kita emang bakal kepisah sama jarak dan waktu, tapi kita masih bisa komunikasi kok. Kalo kangen, ada skype atau whatsapp call buat ngobatin kangennya sementara.โ€™ Krisna tersenyum dan menepuk bahu adik yang terpaut 3 tahun lebih muda darinya itu.

โ€˜Gimana kalau kita semua liburan ke Surabaya, sekalian liat jembatan Suramadu buat perpisahan sama Jun,โ€™ usul Rama. โ€˜Nanti kalo semua oke saya ambil cuti.โ€™

โ€˜Omongin liburannya aja dulu, ga usah bawa-bawa soal kuliahnya,โ€™ usul Krisna.

Ternyata, tanpa mereka sadari, dari tadi di balik tembok ada yang sembunyi, awalnya oknum mencurigakan ini hanya ingin ambil minum di dapur. Tapi, waktu dengar pembicaraan serius antara tiga orang tadi, nggak jadi-lah mereka ngambil minum. Yang ada, dua sekawan alias Sanjaya dan Joseph malah ngumpet sambil nguping di balik tembok yang menyekat ruang makan dan ruang tengah itu.

โ€˜San, Joseph,โ€™ Rama yang peka banget sama suara grasak-grusuk di balik tembok langsung memanggil duo heboh itu untuk keluar dari persembunyian mereka.

โ€˜Cuma mau ambil minum doang kok,โ€™ Joseph ngeles.

โ€˜Tapi seriusan kan, Dek? Bukan prank doang?โ€™ Sanjaya menatap serius ke arah Jun, mencari mata sang adik.

Jun hanya mengangguk sambil menatap San. Kehabisan kata-kata. Sanjaya tersenyum dan memeluk si bungsu ini. Yang nggak disangka terjadi juga. Jun yang dari tadi menahan air matanya seketika menangis sesenggukan kayak anak kecil yang baru aja ditinggal orang tuanya. โ€˜Jun, kita nggak kemana. Kalau Jun kangen rumah nanti, tinggal call aja ya, dek,โ€™ Sanjaya membelai punggung Jun untuk meredakan tangis pemuda itu. Alih-alih reda, tangis Jun makin menjadi.

โ€˜Udah disimpen lama kayaknya,โ€™ Krisna menepuk-nepuk bahu Jun lembut.

โ€˜Jun, tidur aja. Jangan terlalu dipikirin. Suatu saat memang harus ada perpisahan, tapi kita pasti bertemu lagi kalo Tuhan mengizinkan,โ€™ Joseph tersenyum dan ikut memeluk Sanjaya dan Juniar.

โ€”

Keesokan paginya, Krisna keluar dari kamar dan menemukan pemandangan menggemaskan di ruang tengah. Joseph, Sanjaya dan Juniar udah umpel-umpelan di sofa, tidur dengan posisi saling peluk-pelukan. Krisna sampe ngucek-ngucek matanya lagi buat memastikan itu bukan halusinasi semata. Perlahan semua mulai berdatangan ke ruang tengah dengan muka bantal masing-masing dan terkejut melihat keuwuan yang terjadi di ruang tengah.

โ€˜Kok jadi pada tidur di sofa?โ€™ tanya Kenzie sembari mengusap matanya dengan punggung tangannya.

โ€˜Semalemโ€ฆโ€™ Hampir aja Rama membeberkan apa yang seharusnya jadi bagiannya Jun untuk ngasih tau semuanya. Untung terhenti setelah Krisna mencubit perut Rama. โ€˜ADUH! KRISNA KENAPA SIH!?โ€™ Rama mengaduh, dihadiahi cengiran jahil dan gelengan kepala dari pemilik nama Krisna Haridra Bhamakerto tersebut.

โ€˜Semalem ada apa?โ€™ tanya Jafar.

โ€˜Nanti biar Jun yang cerita sendiri. Kasian semalem mikir terus,โ€™ kekeh Krisna sambil mengisyaratkan agar semuanya menunggu 3 beruang kecil itu di ruang makan.

Setelah semua bangun dan menikmati sarapan, Krisna memberi isyarat supaya Jun menyampaikan berita tentang kepindahannya dan liburan terakhirnya bersama teman-temannya. Sanjaya menangkap tatapan Jun yang duduk di seberangnya dan mengangguk, memberikan dukungan moral pada pemilik nama Juniar Angkasa Limantara itu.

โ€˜Kak Jafar, Kakak- kakak semua,โ€™ Jun mengumpulkan seluruh keberaniannya. โ€˜Jun mau pamit. Aduh, gimana ya ngomongnya,โ€™ Jun menggaruk tengkuknya yang nggak gatal.

โ€˜Mau pamit kemana?โ€™ tanya Jovan bingung.

โ€˜Emang adek mau kemana?โ€™ Kenzie mengernyitkan keningnya. Bingung.

โ€˜Anuโ€”jun mau pamit, Akhir bulan ini, Jun berangkat ke Amerika. Mau kuliah di sana. Rencananya, Jun mau ajak kakak-kakak semua jalan bareng ke Suramadu buat trip terakhir sebelum berangkat ke Amrik,โ€™ akhirnya Jun mengeluarkan seluruh kalimat yang disimpannya dengan rapi selama menginap di kontrakan ARTEEZ seminggu terakhir ini.

Singkat cerita, minggu berikutnya, semua bertolak ke Surabaya. Selama seminggu, mereka semua menikmati hari-hari terakhir mereka sebelum berpisah dengan Juniar, adik bungsu yang walau Cuma bertemu sebentar, tapi punya banyak cerita bersama dengan abang-abangnya. Seminggu berlalu dengan cepat. Minggu berikutnya dihabiskan dengan berbagai persiapan sebelum pemuda 17 tahun itu sungguh-sungguh bertolak meninggalkan negeri kelahirannya untuk menempuh Pendidikan ke negeri paman sam.

โ€”

Airport, Hari keberangkatan Jun ke Amerika.

โ€˜Jun, hati-hati ya,โ€™ Jafar yang biasanya nggak suka dengan kontak fisik memeluk adik kelas kesayangannya itu.

โ€˜Kalau udah transit video call aja, barang sebentar,โ€™ Rama mewanti-wanti, disambut anggukan dari yang diwanti-wanti.

โ€˜Kak San, Kak Joseph, Adek berangkat ya,โ€™ pamit Jun sambil mengulurkan tangannya untuk melakukan fist bump. Bukannya dibalas dengan fist bump, Sanjaya dan Joseph menarik tangan Juniar dan memeluk adik bungsu mereka.

โ€˜Kabarin ya, dek,โ€™ Krisna terkekeh. โ€˜Dek, inget ini ya, selama kita ada di bawah langit yang sama, arungilah angkasamu dan kembalilah mendarat di rumahmu di saat yang tepat.โ€™

Ya, dengan ini, kesembilan orang ini terpisah oleh jarak dan waktu. Walau demikian, walau terkadang perbedaan waktu memisahkan mereka, delapan-delapannya selalu ada waktu tidur mereka terganggu hanya untuk mendengarkan tangisan rindu si piyik kecil yang pergi ke negeri orang.

Flashback end.โ€”


saved: 16/04/2021 09:22 word Count: 1.402 words

Celebrate A short Story โ€” Cast: Rama Parikersit Siregar (creds to @ateezlokalan ) Krisna Haridra Bhamakerto (creds to @ateezlokalan ) Gita Lusia Mahardika (creds to @lokal_dc)


1 April 2021, suatu siang cerah. Kayaknya semua lupa hari ini adalah hari dimana menipu atau berbohong dihalalkan. Rama sedang asik mengerjakan setumpuk pr yang diberikan kantornya di sebuah cafรจ baru yang terletak di dekat komplek perumahan tempat kontrakan yang ia tinggali bersama dengan anak-anak ARTEEZ berada. Suasana cafรจ yang sangat homey dan dekorasinya yang tak terlalu ramai membuat banyak mahasiswa dari berbagai tingkat betah berlama-lama nugas ataupun sekedar ngobrol di tempat itu. Sayangnya, semenjak pandemi jumlah pengunjung yang diizinkan masuk dan jam operasional.

Sebenernya seisi kontrakan udah heboh karena ini sudah tanggal 1. Tapi alih-alih ingat perihal hari ulang tahunnya, Rama justru melupakan pergantian usianya lantaran setumpuk tugas beserta revisian laporan yang sudah menumpuk dan membuatnya melupakan hari jadinya itu. Rama sih biasa-biasa saja perihal ulang tahunnya. Tapi coba kita lirik suasana kontrakan saat itu. Krisna yang tadi lagi anteng baca buku di ruang makan tiba-tiba dihampiri si kembar dempet, Sanjaya dan Joseph.

โ€˜Bang,โ€™ panggil Joseph. Yang beneran dicuekin sama pemilik nama Krisna itu.

โ€˜Bang Krisna,โ€™ kali ini Sanjaya buka mulut sambil nyentil pelan buku yang ada di tangan Krisna, membuat si pemilik nama mengalihkan pandangan dari paragraf seru yang tengah dibacanya ke kedua orang di hadapannya.

โ€˜Apaan sih?โ€™ Krisna menyekat novel itu dengan selembar kertas post it yang ditemukannya di halaman belakang buku yang tengah dibacanya itu.

โ€˜Ini udah April loh,โ€™ Joseph melempar kode pertama.

โ€˜Iya? Terus kenapa kalo udah April?โ€™ tanya Krisna bingung sambil melirik kalender yang ada di ponselnya.

โ€˜Tanggal 3 kan Bang Rama ultah,โ€™ timpal Sanjaya sambil ngasih unjuk kalender meja yang udah dilingkar-lingkarin tanggal ultah penghuni kontrakan mereka.

โ€˜Oh iya, anjir. Belom beli kue,โ€™ Krisna menaruh novelnya di atas meja. โ€˜Mahanta, Kenzie, Jovan, Jafar, sini dulu deh. Kok bisa pada lupa semua sih?โ€™ tanya Rama sambil setengah berteriak untuk mengumpulkan personil ARTEEZ yang tengah tersebar di seluruh penjuru rumah.

โ€˜Kue mah bisa entaran, Bang. Yang penting entar pas ultah dia kita mau ngapain?โ€™ Jovan mengernyitkan keningnya.

โ€˜Anyways, kalo soal kue beres, gue udah pesen ke tempat langganan gue. Bisa diambil besok. Cuma, simpennya di mana? Kulkas penuh, Bang Rama baru kelar isi lemari es kemarenan.โ€™ Timpal Kenzie sambil membuka kulkas dapur. Kulkasnya beneran penuh ga ada tempat lagi buat simpen kue.

โ€˜Nitip di cafรฉ depan komplek aja,โ€™ usul si bungsu, Jafar.

Krisna mengetuk dagunya dengan jemarinya, udah kayak bapak-bapak aja. Kemudian, setelah mikir beberapa lama, sang pemuda 172 cm itu membuka mulutnya, โ€˜Ya udah, besok gue ambil kuenya, gue titipin sama cafรฉ sana. Cuma pastiin lagi besok Rama bakal sibuk di kampus atau di rumah. Dia suka nongkrong di cafรฉ itu soalnya.โ€™

โ€”

Siang itu, Rama lagi-lagi asik dengan laptop dan tumpukan materi kerjaannya. Entah sudah berapa gelas es coklat yang disesapnya sedari pagi tadi. Barista yang bertugas kala itu saja sampai geleng-geleng kepala karena kakak ganteng yang satu itu betah banget bertandang di bangku di pojok cafรฉ, dekat jendela besar. Sudut estetik yang sering dipakai orang untuk berfoto atau ngonten di sosmed. Rama juga kayaknya nggak nyadar kalau sedari tadi Mbak Barista itu mengamatinya dari konter. Sesekali Rama memeriksa ponselnya kalau-kalau ada panggilan atau pesan dari teman-temannya maupun dari kantornya. Biasanya sih pada nitip kebutuhan bulanan buat di kontrakan.

Rama duduk di depan laptopnya sembari menopang dagunya dengan tangannya, sekali-kali ekor matanya melirik ke mbak barista di konter kasir. Rama nampak mengenali sosok barista itu, kayaknya ia pernah bertemu dengan gadis itu entah dimana. Tapi, ya sudah lah, biar saja lalu. Rama kemudian kembali berkutat dengan kerjaan yang tak kunjung selesai itu.

Pasalnya, besok tanggal 2 dan Rama harus menjalankan ibadah Jumat Agung di Gereja, mama sudah mewanti-wanti Rama supaya pemuda 178cm ini tak lupa beribadah, mendekatkan diri pada Tuhan. Dan sebagai umat yang taat beragama, Rama nggak ingin ibadahnya terganggu lantaran keinget sama tugas-tugas nya yang menumpuk itu. Jadi ya, dengan terpaksa, Rama harus menyelesaikan semuanya di jadwal WFH tanggal 1 April itu.

Kalau dipikir-pikir, semakin kesini, semakin sering WFH, Rama jadi jarang banget bisa ngobrol sama Dilara. Waktu bareng-bareng mereka berkurang banget semenjak WFH-WFH ini. Padahal ya, dua-duanya juga WFH, tapi disibukkan dengan segudang take-home assignments yang nggak pernah berakhir. Akhirnya, yang dikorbankan ya WaKunCar alias Waktu Kunjungan Pacar. yang semula mungkin cukup sering, jadi cuma seminggu dua kali, bahkan sekali, setiap minggu, alias ibadah bareng. Ibadah barengnya bukan cuma berdua, tapi sama Kak Sarah.

Di mata Rama, Sarah memang sosok kakak perempuan dan hanya sebatas itu. Tapi buat Dilara, kedekatan itu membuat gadis itu gelisah, takut sosok Rama yang dicintainya tak lagi menganggapnya sebagai prioritasnya. Dilara hanya takut Rama diambil oleh orang lain.


2 April 2021,

Usai ibadah Jumat Agung di Gereja bersama Rama dan Sarah tadi, setelah Dilara, Sarah dan Rama sudah di rumah, Dilara melayangkan chat singkat pada sang kekasih. [https://twitter.com/ateezlokalan/status/1377964757127294982?s=20]. Rama masih sayang dan nggak mau putus sama Dilara auto panik dan segera berkemas untuk nyusulin sang kekasih ke Bandung. Pokoknya, dalam otak Rama, Ia hanya ingin mempertahankan hubungannya dengan kekasih yang amat disayanginya itu. Tak peduli waktu itu sudah tengah malam. Rama tetap berangkat.

Tindakan Rama yang serba terburu-buru dan spontan itu membuat seisi kontrakan ber-delapan itu auto panik, nggak biasanya Rama begini. Keliatan banget adek-adek kesayangan Rama panik melihat abang yang biasanya kalem ini jadi kayak orang kebakaran jenggot seperti sekarang. [https://twitter.com/ateezlokalan/status/1377972247923593216?s=20]. melihat Rama panik, semuanya jadi panik menghadang Rama. mereka takut, Rama hanya melakukan itu karena panik semata. insiden ini hampir saja menggagalkan rencana teman-teman Rama untuk memberinya kejutan di hari ulang tahunnya.


[flashback ke tadi sore waktu Rama ke Gereja]

/kling/

suara bell yang terkait di engsel pintu cafรจ membuat kepala Gita yang tengah menunduk, menatap layar benda pipih yang sedari tadi mengalihkan perhatiannya, tiba-tiba terangkat.

'Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?' Gita menyapa pemuda berambut pirang yang baru masuk tadi dengan senyumnya.

'Sore, mbak. Mbak tau Rama kan?' tanya pemuda itu.

'Rama?' Gita mengernyitkan dahinya.

'Itu loh, yang tinggi, suka bawa laptop sama tumpukan buku ke sini,' si pirang menjelaskan lagi.

'Oh iya, kenapa?' tanya Gita.

'Ya Allah, Mbak cantik, gue buru-buru nih. gini, besok tuh Rama ulang tahun, dan kita mau surprise in dia malem ini. cuma ini kan kue eskrim, gue takut meleleh dan ga bisa disimpen di rumah karena kulkas kami penuh,' jelas Krisna. 'Titip di sini dulu ya, beberapa jam aja. Gue harus buru-buru balik nih. emergency.'

'Eh-Oh, boleh, sini aja, mas,' balas Gita sambil mengulurkan tangannya.

ada kali 5 menit Krisna bengong sambil menatap wajah Gita, mengagumi kecantikan sang dara.

'Mas, katanya mau nitip kuenya?' Gita melambaikan tangannya di depan wajah Krisna.

'Oh iya, ini,' Krisna memberikan bungkusan kue itu pada Gita. 'Gue minta nomor telfon lu ya, supaya bisa tektokan waktu sama lu entar buat ajak yang ultah ke sini,' Krisna tersenyum sambil menyerahkan ponselnya pada Gita.

'minta tolong dibukain buat kita pas midnight ya mbak, please,' ujar Krisna lagi setelah ia menerima ponselnya kembali dari tangan Gita.

'Nanti hubungi saya lagi aja, mas. Saya Gita,' Gita akhirnya membuka mulutnya untuk memperkenalkan dirinya setelah rentetan kalimat tanpa henti dari Krisna yang menurutnya menggemaskan sekali.

'Makasih, Mbak Gita, nanti saya hubungin lagi,' Krisna mengangguk dan melambaikan tangannya pada gita. Senyum terpatri di wajahnya, senyum yang membuat Gita terbengong-bengong. Walaupun Krisna tak terlalu jangkung seperti Rama, Mahanta atau Jovan, tapi satu yang perlu semua ketahui, senyum Krisna mampu mengalihkan duniamu. Contohnya siang itu, senyumnya berhasil mengalihkan dunia Gita, karyawan Julia Coffee Cafรจ yang baru saja membantunya menyimpan cake eskrim untuk Rama.

[Flashback Ends]


Mari kembali lagi ke kondisi kegaduhan di kontrakan tanggal 2, tengah malam...

Sementara semua masih sibuk mencegah Rama untuk bertolak dari kontrakan menyusul Dilara ke Bandung untuk menyelesaikan segala kesalah pahaman yang membuat dirinya gundah gulana itu, Krisna sibuk bertukar pesan dengan Gita, mengatur segala sesuatunya supaya nampak rapi. beruntung Gita membawa bala bantuan beberapa staff cafรจ untuk membantunya mendekor cafe malam itu.

'Bang, jangan panik. ini udah jam berapa?' terdengar suara Jovan yang masih menghadang pagar dengan badan tinggi besarnya.

'Berangkat besok aja, Bang. Dia ga akan kemana kalo emang dia beneran mau menyelesaikan masalah ini sama lu,' Mahanta ikut menghadang.

'Mending sekarang abang tenangin diri, duduk dulu, gue bikinin teh anget,' kali ini Kenzie merangkul Rama sambil memberikan sinyal buat Joseph dan Sanjaya buat mengambil tas dari tangan Rama dan membawanya ke dalam rumah.

'Ram, ikut gue sebentar,' Krisna angkat bicara sambil mengajak Rama untuk masuk ke mobilnya. setelah Rama dan dirinya masuk ke mobil, ia mengirim pesan pada Jovan untuk berangkat bersama teman-temannya menyusul menuju cafe untuk memberi kejutan pada oknum Rama ini.

'Ram, sorry gue juga ga bakal kasih lo jalan sekarang ke Bandung. apa lagi dengan keadaan lo yang kalap dan kalut kayak gini,' Krisna membuka pembicaraan di mobil menuju ke cafe.

'Tapi gue harus selesaiin masalah gue sama Dilara, Kris. Harus sekarang. Gue ga mau putus sama dia,' Ujar Rama lirih.

'Iya, tapi dalam keadaan kayak gini, gue takut lu ga fokus nyetir dan malah nyelakain diri lo sendiri,' tegas Krisna lagi. 'Maaf.'

Rama hanya menunduk sambil memainkan ponselnya. jemarinya mengetuk layar ponselnya. 'Kris, maafin gue, gue panik,' Rama berujar sambil mengusap wajahnya dengan tangannya.

'Pake masker lu, kita turun di sini,' Krisna merogoh laci dasbor nya dan menarik selembar masker baru untuknya dan satu lagi untuk Rama.

'Loh, ini kan cafe tempat gue biasa nongkrong. kita mau ngapain? lagian ini kan udah tutup,' kilah Rama. Tanpa disadarinya, semua teman-temannya beserta beberapa crew cafe sudah masuk ke dalam cafe dari pintu belakang.

Dilara, sang gadis yang menjadi tambatan hati Rama pun ikut meramaikan acara surprise kala itu. Nyatanya, Dilara nggak benar-benar marah. semua ini sengaja disusun oleh Sanjaya dan Joseph buat bumbu surprise ulang tahun Rama kali ini aja, supaya seru.

Sekeliling cafe masih gelap, semua sudah bersembunyi di pos masing-masing. Dilara di dapur, masih mempersiapkan buket bunga dan kue ulang tahun bersama dengan Gita dan beberapa Crew cafe yang menyiapkan beberapa jenis minuman. Duo ribut, Sanjaya dan Joseph sudah ada di pojok tempat duduk langganan Rama dengan beberapa party popper di tangan mereka, di sisi lain ada duo jangkung bersembunyi dengan party popper di tangan mereka.

'Ikut gue, Ram,' Krisna mengajak Rama masuk ke cafe. bersama dengan bunyi /kling/ yang dikeluarkan bel di pintu masuk cafe, cafe yang semula gelap itu seketika itu berubah menjadi terang, confetti berserakan bersamaan dengan teriakan dari Jovan, Joseph, Mahanta, Kenzie, Jafar dan Sanjaya, 'HAPPY BIRTHDAY ABANG!' semuanya berseru serentak. Rama masih terpaku, bingung menatap semua kejutan ini. belum lagi matanya terbelalak lebar ketika ia melihat sosok Dilara, yang katanya ada di Bandung, mendorong trolley berisi kue ulang tahunnya dan sebuah buket bunga carnation bernuansa pink.

Seketika itu, Rama menutup wajahnya dengan kedua tangannya. bahunya bergerak naik turun. Tangisnya pecah. Pasalnya, ia sudah berpikir bahwa Dilara bener-bener ngajak putus. ternyata, semua ini hanya prank. di satu sisi, Rama lega di sisi lain, dia takut kehilangan Dilara.

'Ram, maafin aku,' Dilara merengkuh Rama dalam pelukannya.

'Ra, aku kira kamu beneran mau putus sama aku. aku takut kehilangan kamu,' Rama memeluk tubuh mungil Dilara erat.

'Mbak Gita, makasih udah minjemin cafenya. entar gue sama anak2 pasti bantuk beresin,' Krisna berujar sambil berdiri di samping Gita, menikmati indahnya rekonsiliasi antara Dilara dan Rama.

'Sama-sama, Mas. sering-sering main ke sini ya,' ujar Gita malu-malu.

'Kayaknya gue bakal sering ke sini kalo lu shift tiap siang, mbak,' Ungkap Krisna sambil melempar kedipan mautnya untuk Gita.

'Tuhkan, pasti bisa selesai tanpa harus langsung pergi ke Bandung,' tukas Joseph.

'Makasih semua,' Rama mengusap wajahnya dan tersenyum.


saved: April 03,2021

#3. Perkara Lemon Madu.

21/04/2015, pulang sekolah

Tiana nampak tengah meregangkan tubuhnya, bersiap mau berlari mengelilingi lapangan atletik yang mengelilingi lapang futsal tempat Tim Futsal yang dipimpin Bintang berlatih. Dari kejauhan, ia bisa melihat sosok Bintang yang berlari kecil mendekat kepadanya.

Ya, kalau kalian masih ingat post-it di loker pagi tadi, keduanya memang bertukar janji mau bertemu sepulang sekolah di lapangan tempat pertama kali Bintang menaruh pandangnya pada Tiana. Rambut Tiana nampak terangkat rapih dalam ikatan ekor-kuda, sementara sang wira nampak mengenakan sebuah bandana berbahan handuk untuk menghalau poninya dari mata dan dahinya.

'Mau kasih apa, Na?' tanya Bintang to the point sembari mendekat ke Tiana.

Tiana hanya menyodorkan sebuah tas tahan dingin yang didalamnya berisi sebotol air madu dingin dan sekotak manisan lemon madu. 'Kemarin mama buat lemon madu sama air madu, thought you'll need it,' Ujar gadis 16 tahun itu.

'Wah, sampein nyokap lo makasih ya. I'll eat this well,' senyum Bintang merekah. Sementara itu, 7 pasang mata lainnya menatap kedua sejoli itu dengan senyum-senyum mencurigakan. Biasa lah, habis ini, Bintang pasti bakal diserang pertanyaan oleh teman-temannya itu.

'Latihan yang bener,' Tiana menepuk bahu lelaki itu.

'Wait for me,' Bintang menyodorkan kepalan tangannya menunggu sang gadis untuk membalas /fist bump/ darinya.

'Jangan tinggalin gue,' pinta Tiana sambil membalas /fist bump/ dari sang adam. Sebenarnya ini mengacu pada ajakan Bintang untuk balik bareng usai sesi olahraga yang mereka lakukan sore itu. Tapi, wajah pemuda 16 tahun itu tiba-tiba memerah mendapati senyum manis lawan bicaranya.

Bintang hanya menggeleng pelan. 'Nggak ditinggal, tunggu ya?โ€™ Bintang tersenyum sambil melambaikan tangan dan berlari kecil ke arah teman-temannya. โ€”โ€”โ€”

โ€˜Itu siapa, tang?โ€™ Tanya Shandika sembari tersenyum jahil diikuti kekehan jahil Yori.

โ€˜Cantik, kayak kenal tapi,โ€™ timpal Yesaya.

โ€˜Anak Atletik?โ€™ Yulio ikutan nimbrung.

โ€˜Udah, udah latihan,โ€™ Bintang mengakhiri segala keingin tahuan teman-teman ya.

โ€˜Idih! Buzzkill!!โ€™ Cibir Yori yang masih pemanasan berpasangan sama Shandika.

Setiadi masih menatap gadis yang tengah berlari di lapangan atletik. Ia masih penasaran, soalnya wajahnya tuh familiar banget. Kayak pernah lihat dimana gitu.

โ€œMade, ayo buruan!โ€ Bintang memanggil dari tengah lapangan.

โ€œKok kayak kenal deh sama cewek itu,โ€ gumam Setiadi sambil berlari ke tengah lapangan.

โ€”โ€”

Usai latihan futsal, Bintang langsung mandi di ruang ganti pria dan bergegas menghampiri Tiana yang duduk di pinggir lapangan sepak bola. Yori mengekor dari belakang Bintang, penasaran sama sosok gadis berambut sebahu yang membuat mata seorang Made Setiadi meleng sepanjang latihan tadi.

โ€˜Ana?!โ€ Yori terkaget-kaget mendapati fakta bahwa Tiana lah Gadis yang dari tadi berlari mengelilingi lapangan.

โ€˜Yori?โ€™ Tiana menautkan alisnya bingung.

โ€˜Maaf,โ€™ Yori menunduk.

โ€˜Maaf kenapa?โ€™ Tanya Tiana sambil menatap Yori dengan tatapan bingung.

โ€˜Gue orang terdekat lu, tapi gue seakan gak peduli sama lo,โ€™ Yori tertunduk.

โ€˜Gue nggak apa-apa, Ri. Gue nggak tega ngorbanin temennya Mas Tyo cuma supaya gue terhindar dari mereka. Toh lama-lama gue terbiasa, Ri,โ€™ Tiana menepuk bahu Yori dan tersenyum.

Sebenarnya dibalik senyum itu, Yori menemukan sesuatu yang nggak bisa ia jelaskan. Pokoknya, setiap kali ia melihat senyum Tiana itu, hatinya seakan terasa seperti teriris.

โ€˜Tapi kan seenggaknya kalo gue ada di sisi lu, gue nggak harus ngeliat mereka menciptakan kebohongan ini buat nyiksa lo,โ€™ kilah Yori. โ€˜Kalo sekarang gue mau ngelindungin lo, sama bintang dan temen-temen gue yang lain, apa ini terlambat?โ€™ Lanjut pemuda 17 tahun itu.

โ€˜Nggak terlambat, kok,โ€™ Tiana tersenyum manis sambil menatap Yori dan Bintang.

Hari itu Tiana hanya datang mengenakan kaos olahraga dan sepasang celana training beserta sepasang sepatu keds untuk latihan lari. Dan Bintang tau kalau teman-temannya akan bertanya soal bekas luka di tangan dara manis itu. Jadi, sebelum semuanya melihat, Bintang langsung menyampirkan jaket bisbol kebanggannya di bahu sang gadis.

โ€˜Dipake yang bener, Na. Dingin.โ€™ Ungkap Bintang yang diikuti dengan anggukan kepala gadis yang masih nampak kaget dengan spontanitas dari pemuda yang sekarang berdiri di sampingnya.

โ€˜So, Capt. Whatโ€™s the dinner tonight?โ€™ Jordan menimpali setelah semua berkerumun mengelilingi Yori, Bintang dan Tiana.

โ€˜Kenalin ini Tiana,โ€™ Yori mengambil inisiatif untuk memperkenalkan adik dari sahabatnya itu.

โ€˜Tiana?โ€™ Yesaya mengerutkan keningnya. Nama itu seperti tak asing di telinganya. โ€˜Gue Yesaya. Panggil aja Yesa,โ€™ tukasnya.

โ€˜Gue Made Setiadi, Adi aja panggilnya,โ€™ Setiadi memperkenalkan dirinya.

โ€˜Gue Michael,โ€™ Si jangkung bermata sipit itu memperkenalkan diri dengan cengiran yang membuat kedua matanya hilang.

โ€˜Shandika, panggil aja San,โ€™ Ujar Shandika sambil menunjukkan senyum yang membuat lesung pipit terlukis di kedua pipinya.

'Yulio,' Si jangkung berwajah blasteran itu menampilkan senyumnya yang paling manis.Tiana mengenali sosok Yulio, soalnya Yulio ini selalu disebut-sebut sebagai serbuk berlian ataupun anak sultan se-antero SMA KQ.

[Orangtua Yulio tuh donatur dan pemegang saham terbesar yayasan pendidikan tempat SMA KQ bernaung. Sekolah yang saat ini menaungi tim atletik dan tim futsal tempat kesembilan orang ini bergabung juga merupakan sekolah yang terkenal sebagai sekolah elit dengan gaya hidup paling mewah di seluruh Jakarta. Hampir 90% penghuni sekolah itu merupakan serbuk berlian, alias orang kaya yang hartanya nggak akan habis 7 turunan. Namun, Itu nggak berlaku untuk Tyo dan Tiana yang masuk ke sekolah itu dengan jalur beasiswa karena dianugerahi bakat dalam bidang olahraga dan otak yang encer.]

'๐‘บ๐’†๐’“๐’ƒ๐’–๐’Œ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’๐’Š๐’‚๐’ ๐’Ž๐’‚๐’‰ ๐’ƒ๐’†๐’…๐’‚ ๐’š๐’‚, ๐’€๐’๐’“,' bisik Tiana sembari menyenggol lengan Yori yang langsung ditanggapi dengan kekehan kecil dari sang pemilik nama panggilan itu.

'Jordan, tapi bukan anak NBA. anak futsal,' celetuk Jordan sambil menepuk dadanya. 'Kak Tiana tenang aja, gini-gini gue paling kuat diantara abang-abang ini,' Jordan membusungkan dadanya dengan sombong.

'Sebelom balik, gimana kalo kita ngobrol dulu sambil makan malem. gue lapeer,'usul Yulio yang langsung disambut anggukan dari semua orang termasuk Tiana.