Liztomania #30 Jangan Maksain Kalau Memang Bukan Jodohmu


Pasca bertukar pesan dengan pemuda yang akrab ia sapa 'Kak Vey' itu, Joanna hanya duduk termenung, memikirkan omongan yang dilontarkan kakak tingkatnya semasa sekolah dahulu. Di mata orang-orang, mungkin Harvey dan Joanna adalah pasangan yang sangat cocok. Bukan hanya karena keduanya sama-sama nggak suka berada di lingkungan penuh asap rokok, tapi lebih ke Harvey yang masih satu lingkar pertemanan dengan kakak sulung Joanna dan bagaimana dahulu Harvey sangat amat memperlakukan Joanna seperti layaknya tuan puteri. Tapi itu justru membuat Joanna merasa tak nyaman. Ia merasa harus terus menjaga tutur kata dan tingkah lakunya apabila sedang berada di sekitar Harvey.

Sejak awal, Harvey menaruh hati pada Joanna. Ia tak pernah ragu mengorek dompetnya untuk memperlakukan pujaan hatinya dengan spesial. Semua orang tahu, selebgram satu ini bahkan dengan gamblang menolak untuk menyerah dalam misinya memenangkan hati Joanna walaupun saat itu Joanna tengah menjalin hubungan romantis dengan Arian, mantan pacarnya. Hari itu, Harvey hanya ingin sebuah kepastian, kepastian untuk menghentikan usahanya dan menyerah, atau tetap berharap untuk mendapatkan pujaan hatinya dengan segala usahanya.

Sebenarnya, hari itu menandakan tepat setahun setelah putusnya Joanna dan Arian. Arian dan Joanna sudah cukup lama bersama, 2 tahun, kalau nggak salah. sebenarnya, waktu itu Arian masih sangat menyayangi Joanna, begitu pula sebaliknya. Tapi, takdir tak mengizinkan mereka bersatu. Dengan penuh air mata dan ketidak-rela hatian, akhirnya keduanya berpisah karena urusan kepercayaan. Hari rabu, tepat saat hari raya Kuningan, di bawah lembayung senja Pantai Nusa Dua, Arian mengucapkan kalimat perpisahan dengan penuh air mata kepada sang kekasih, belahan jiwanya. 'Jo, takdir nggak selalu berpihak sama kita. Hari ini, takdir memang memisahkan aku dan kamu. Tapi, kuharap suatu saat nanti, ada yang bisa sayang sama kamu lebih dari gimana aku sayang sama kamu,' Joanna ingat betul kala itu Arian menangis sembari merengkuh tubuh mungil Joanna ditemani desiran ombak. Sejak saat itu, meskipun lagi berlibur ke Bali, Joanna nggak mau lagi menikmati senja ataupun pergi ke Pantai Nusa Dua.

Bahkan sepanjang perjalanan dari rumah ke studio Hansel pun dilalui Joanna dalam diam. Santa yang tengah menyetir mobil juga sadar kalau Joanna tengah memikirkan sesuatu. Pemuda itu kemudian memutar musik Jazz dari sound system mobilnya untuk sedikit melepas ketegangan yang menyelimuti kedua insan itu.

'Annie,' Santa membuka pembicaraan. Suaranya lembut mengalun di telinga Joanna yang kala itu tengah galau. 'Ann, lo kenapa?'

Joanna menoleh sambil menatap wajah Santa. 'San, gue jahat ya?' tanya gadis 21 tahun itu.

'Jahat? jahat kenapa?' Santa perlahan menepikan mobilnya dan menghentikannya di tempat yang agak sepi.

Joanna cuma menunduk. 'Gue nggak berani nolak seseorang, seseorang yang gua rasa jauh banget untuk bisa gua gapai. dia bintang, jauh di langit sementara gue ada di darat,' gadis itu menghela nafasnya.

Sorren, nama itu langsung muncul di otak Santa. 'Kalau memang lo nggak jodoh sama dia, jangan paksa hati lo buat mencintai orang itu,' Entah dari mana, kalimat itu keluar dari mulut seorang Santa. Tangannya meraih tangan kecil Joanna dan menggenggamnya.

'Santa,' Joanna menggenggam balik tangan Santa.

'Hmm,' Santa menoleh ke gadis yang duduk di sampingnya.

'Gue bingung deh, kenapa lo pake baju rapi banget. kan cuma ketemu kakak gue di tempat kerja dia,' Joanna terkekeh kecil dibalas kekehan awkward dari pemilik nama Santa yang duduk di bangku kemudi itu.