Still Here tentang Krisna


𝖶𝗁𝖾𝗇 𝗍𝗁𝖾 𝖻𝗈𝗍𝗍𝗈𝗆𝗅𝖾𝗌𝗌 𝗇𝗂𝗀𝗁𝗍 𝗉𝖺𝗌𝗌𝖾𝗌 𝖳𝗁𝖾 𝖻𝗋𝗂𝗀𝗁𝗍 𝗌𝗎𝗇𝗅𝗂𝗀𝗁𝗍 𝗐𝗂𝗅𝗅 𝗂𝗅𝗅𝗎𝗆𝗂𝗇𝖺𝗍𝖾 𝗒𝗈𝗎 𝖨’𝗅𝗅 𝖻𝖾 𝗍𝗁𝖾𝗋𝖾 𝖿𝗈𝗋 𝗒𝗈𝗎... Still Here, ATEEZ


Setelah hari ulang tahun Rama kemarin, Krisna jadi lebih sering pergi ke café dengan dalih menemani Rama. Padahal pemuda tampan itu punya agenda terselubung sendiri. Yang kita tahu, Krisna sempat bertukar nomor ponsel dengan Gita, kasir cantik di café tersebut. Dan belakangan, selain sering mencari-cari alasan buat main ke café, Krisna juga sering meluangkan waktunya untuk ngobrol dengan Gita via whatsapp call maupun chatting. Entah mengapa, belakangan ini, ngobrol dengan Krisna jadi salah satu zona nyaman gadis manis yang akrab disapa Gita itu.

Beberapa minggu berlalu dengan cepat, meski sekarang café agak sepi, hari-hari Gita nggak pernah sepi karena literally setiap hari ada sosok Krisna menemani dirinya, baik secara virtual maupun secara visual. Di saat-saat tertentu, Gita bisa menemukan kembali semangatnya. Seperti layaknya hari ini. Krisna nongkrong di café hanya sekedar untuk baca buku sambil menikmati kopi dan kuenya.

Di hadapannya ada sebuah buku sketsa tempat ia menuangkan ide untuk memodifikasi pakaian-pakaian lamanya. Di waktu yang bersamaan, karena café sepi pengunjung, Gita duduk di samping Krisna sembari ikut mencoret-coret buku sketsa Krisna. Tentunya sudah seizin pemilik buku itu.

‘Kamu capek ya?’ tanya Krisna sambil menatap Gita. Disambut anggukan letih dari sang gadis.

‘Yah gitu lah,’ Gita menghela nafasnya sambil menyandarkan dagunya di atas topangan kedua tangannya.

‘Git,’ panggil Krisna sambil menyesap kopinya.

‘Hmm,’ Gita menyahut.

‘Mau cerita nggak?’ tawar Krisna.

‘Kak, kenapa ya, skripsian tuh bikin tertekan banget. Capek banget rasanya. Kak Krisna gitu juga ga sih?’ Gita memanyunkan bibirnya sambil melirik tangan Krisna yang masih asik memadu-padankan warna di sketsanya.

‘Dijalanin aja, Git. Aku juga gitu. Kadang rasanya mau nangis kalo revisian dicoret berlembar-lembar sama dosen. Tapi ya, mau gimana?’ Krisna menaruh pensil warnanya dan tersenyum. Adem banget tuh senyumnya Krisna. ‘Kamu ga sendiri kok, Git. Aku juga masih dalam fase itu. Makanya aku sering cari suasana baru buat ngerjain skripsi atau sekedar ngelepas penat.’ ‘Kak, kok kamu bisa positif banget sih?’ tanya Gita sembari menatap Krisna bingung. Bingung dengan Krisna yang terkesan santai tanpa beban sama sekali.

Padahal sebenarnya, Krisna juga punya bebannya sendiri. Banyak beban pikiran Krisna yang tersembunyi di balik sikapnya yang begitu positif. Krisna sebenarnya menghadapi juga banyak kesulitan dalam hari-harinya. Terkadang, semua itu hanya disimpannya sendiri karena dia tau setiap orang punya struggle masing-masing.

‘Semua orang punya struggle masing-masing, Git. Dan aku nggak mungkin membebani mereka dengan bebanku juga,’ sebuah kalimat yang dalam meluncur lewat mulut Krisna diiringi senyum yang bikin hati adem dan cewek-cewek mleyot.

‘Bener juga ya,’ Gita mengangguk.

‘Tapi, Git, kalo kamu capek, aku jangan dianggurin. Kalo mau senderan di pundakku, aku ada setiap saat. Walau bahuku nggak selebar Samudera Hindia, tapi masih nyaman buat disenderin kok,’ Krisna berusaha melucu.

Gita hanya tersenyum tipis sambil bergeser ke samping Krisna dan menyandarkan kepalanya di bahu pemuda 24 tahun itu. ‘Makasih ya, kak. Untung ada kamu,’ Gita berujar.

Tanpa diperintah, tangan Krisna bergerak membelai rambut hitam yang ujungnya diberi aksen warna biru, senada dengan rambut pemuda 172 cm itu. ‘Kita jalanin sama-sama. Kalau sendiri, pasti berat. Tapi aku yakin kalo dijalanin bareng, semuanya terasa lebih ringan, Git,’ ujar Krisna yang disambut anggukan kecil dari gadis manis itu.

[time skip, 2 bulan kemudian]

Hari, minggu, bulan terlewat begitu saja. Tak terasa, dua bulan berlalu dengan begitu cepatnya. Banyak kisah yang terjadi, walau banyak cerita yang di akhir hari akan berakhir dengan senyuman atau pelangi yang penuh warna, namun cerita-cerita itu diawali dengan air mata ataupun badai nan kelam. Tak jarang kala hujan deras mengguyur ibu kota, Gita minta ditemani Krisna via video call. Tapi nggak jarang juga ketika dua-duanya saling membutuhkan dukungan dari satu sama lain, mereka terhalang hujan ataupun sinyal buruk.

Akhirnya, setalah sekian lama ngerjain skripsi dan dikejar dengan deadline revisi, Krisna berhadapan dengan dosen penguji di suasana sidang skripsi. Pagi itu, Krisna nampak klimis, ganteng banget dengan setelan jas abu-abu, kemeja putih gading, dasi hitam dan sepatu pantofel hitam mengkilap. Rapi banget, di bahunya tergantung sebuah tas kulit berisi beberapa set soft-cover skripsi miliknya dan laptop yang akan ia gunakan untuk mempresentasikan hasil kerjanya selama ini.

‘Kris, you got this,’ Rama menepuk bahu Krisna, memberikan semangat yang dibutuhkan sang adam untuk menghadapi sidangnya.

‘Nanti kabarin kita, Mas Kris. Tapi gue yakin sih Mas Kris minimum cum laude,’ celetukan Sanjaya disambut anggukan dari Joseph dan Jovan.

‘Mbak Gita ga dikabari, Mas?’ kini si bungsu, Jafar, nyeletuk dengan senyum jahil.

‘Nanti deh, dia juga lagi sidang,’ jawab Krisna seadanya. ‘Tapi udah janji sih mau saling ngabar-ngabarin lagi habis sidang nanti.’

‘Ciee, bareng-bareng,’ Jovan dan Joseph nyeletuk sambil nyengir jahil.

‘Udah ah, gue berangkat ya, wish me luck!’ Krisna meminta doa restu dari teman-temannya.

‘AAAMMMIIIINNN!’ sahut ketujuh orang dari dalam rumah. Ucapan itu menghantar Krisna berangkat menghadapi sidang pagi itu.

Sidang sudah berakhir sekitar 20 menit yang lalu, Krisna masih menunggu di luar ruang sidang. Namanya belum dipanggil untuk pengumuman hasil sidang kala itu. Begitu pula Gita, di kampus lain, Gita pun tengah menunggu pengumuman hasil sidangnya. Keduanya masih diselimuti ketegangan. Hari itu, Krisna berjanji pada dirinya. Apapun hasil sidang yang diterimanya, ia akan menyatakan perasaannya pada Gita. Ia menanti waktu yang tepat. Dan ini adalah saat yang tepat. Ditengah ketegangan menunggu hasil, ia menekan nomor ponsel Gita dan menelfOn gadis itu.

‘Gita,’ panggil Krisna.

‘Kak Krisna,’ Sahut Gita dari seberang. Suaranya bergetar, masih sisa-sisa tegang presentasi pastinya.

‘Sebenernya, aku maunya nunggu sampe entar pas selesai pengumuman. Tapi udah nggak sabar mau ngomongin ini sama kamu,’ Krisna berhenti sebentar. ‘Dengerin ya…’

Gita mengangguk dalam diam.

‘Gita, di luar sana akan ada banyak badai. Tapi kita hadapin sama-sama ya. Aku nggak sempurna, tapi aku akan berusaha angkat kamu kalo kamu jatuh,’ Krisna berujar lembut. Suaranya indah banget di telinga Gita. ‘Git, kamu mau jadi pacarku nggak?’ tanya Krisna.

Gita nggak menyangka kalau bakal dapet pengakuan cinta dari Krisna di hari itu. Ada jeda sekitar 5 menit.

Belum sempat memberikan jawaban atas pengakuan cinta dari Krisna, gadis kelahiran 1999 itu sudah dipanggil masuk untuk menerima pengumuman kelulusan sidang hari ini, begitu pula Krisna.

Siang itu, Krisna dengan bangga mengantungi gelar sarjananya dengan nilai suma cumlaude. Nafas lega pun terhembus dari bibir pemuda itu setelah hasil sidang diumumkan. Di sisi lain ibu kota, Gita keluar dari ruang sidang dengan senyum bangga. Seperti sang pujaan hati, gelar sarjana sudah tersemat di belakang namanya. Keduanya janjian ketemuan di café tempat Gita bekerja sore itu. Untuk segelas kopi dan secuil selebrasi akan kelulusan mereka.

‘Kak, gimana sidangnya?’ tanya Gita.

‘Lulus, Git. Kamu?’ Krisna bertanya balik.

‘Sama, aku juga lulus. Oh iya, soal jawaban pertanyaan kakak tadi, Gita mau jadi pacar Kak Krisna,’ ujar Gita sambil menyerahkan buket bunga carnation pink untuk merayakan kelulusan Krisna.

‘Makasih, Gita. Kita jalani semuanya bareng ya,’ Krisna membalas buket bunga dari gita dengan sebuah buket berisi 99 mawar putih dan 1 mawar merah. ‘I love you, Gita.’


The End

Saved: 21/4/2021 17:05 Word Count: 1.159 words