jace'sarchive

yang nulis tiga sekamar

๐‘ด๐’†๐’๐’š๐’†๐’“๐’‚๐’‰ Part 1


Younghoon's A To Boyz inspired story


Kamu selalu melihat dia sebagai sosok yang sempurna. Wajah tampan, otak yang cemerlang, ranking 1 parallel setiap tahun. Keluarga kaya, terpandang, siswa unggulan, pokoknya semua orang ingin jadi seperti Younghoon. Sayang, mereka nggak tahu apa yang anak muda ini alami di balik semua yang nampak di kasat mata khalayak ramai. Beban yang berat terpatri di pundaknya. Ayahnya meletakkan beban itu sedari ia duduk di bangku sekolah dasar. Tak jarang Younghoon belajar hingga larut, hingga tubuhnya sendiri menolak untuk terus bertahan.

'๐‘จ๐’Œ๐’– ๐‘ณ๐’†๐’๐’‚๐’‰' itu kalimat yang selalu tertahan di kerongkongannya ketika Ayahnya menuntut dirinya untuk lebih berprestasi lagi.

'๐‘จ๐’Œ๐’– ๐’Š๐’๐’ˆ๐’Š๐’ ๐’”๐’†๐’‘๐’†๐’“๐’•๐’Š ๐’•๐’†๐’Ž๐’‚๐’-๐’•๐’†๐’Ž๐’‚๐’๐’Œ๐’– ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’๐’‚๐’Š๐’. ๐’Ž๐’†๐’๐’Š๐’Œ๐’Ž๐’‚๐’•๐’Š ๐’Ž๐’‚๐’”๐’‚ ๐’Ž๐’–๐’…๐’‚๐’Œ๐’– ๐’…๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’Ž๐’‚๐’Œ๐’”๐’Š๐’Ž๐’‚๐’,' Itu hanya bisa terucap dalam benaknya, dalam diamnya, di air mukanya.

Yang semua orang lihat, Younghoon adalah sosok yang sangat sempurna. Tubuh tinggi, Bahu yang bidang, Kulit yang putih, rambut hitam legam, senyum menawan. jauh di dalam lubuk hatinya, semua itu hanya sesuatu yang kosong, tidak ada artinya, hanya pemuas nafsu ayahnya. Ia lelah, beban yang diembannya terlalu berat. Ia selalu nampak seperti Kuda pacuan yang bekerja keras hanya untuk pemuas nafsu orang lain yang bertaruh diatas namanya.

Tak ada yang mengetahui hal itu. Yang bisa merasakan apa yang bercokol dalam hati pemuda tampan itu hanya Yebin, teman sebangku Younghoon. yang selalu berada di sebelah pemuda 183 cm itu dalam diam, seakan paham, pemuda itu hanya butuh orang yang paham perasaannya dalam diam.

๐™จ๐™–๐™ง๐™–๐™ฅ๐™–๐™ฃ ๐™™๐™ช๐™ก๐™ช. ๐™ ๐™–๐™ข๐™ช ๐™—๐™ช๐™ฉ๐™ช๐™ ๐™ฉ๐™š๐™ฃ๐™–๐™œ๐™– ๐™—๐™ช๐™–๐™ฉ ๐™—๐™š๐™ง๐™Ÿ๐™ช๐™–๐™ฃ๐™œ ๐™๐™–๐™ง๐™ž ๐™ž๐™ฃ๐™ž.

Yebin menggeser sekotak susu coklat dan sandwich telur yang dibelinya di mini market dekat sekolah dalam perjalanannya hari itu. Rasanya ada yang aneh hari itu. Hari itu terbilang sangat cerah dan udara cukup lembab dan panas, hari-hari pertama musim panas sudah mulai datang. Semua masuk sekolah dengan seragam musim panas mereka. Tapi Yebin tak menutup seragamnya dengan sebuah cardigan berwarna lilac.

Younghoon menatap gadis yang duduk di sampingnya sebentar sebelum akhirnya menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Yebin dan menarik pelan lengan cardigan dara berambut sebahu itu dan menampakkan bekas-bekas luka baik lama dan baru di pergelangan dan sekujur lengannya. Matanya menatap lengan dan mata Yebin bergantian. Yebin yang merasa seperti seakan-akan Younghoon menangkapnya mencuri buah Cherry dari pohon orang.

Younghoon menunduk dan nampak menggoreskan pensilnya di atas selembar post it yang kemudian ditempelnya di punggung tangan Yebin.

๐˜ž๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฅ? ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ญ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ถ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ?

Yebin membaca sembari menata meja nya karena sebentar lagi kelas akan dimulai. setelah itu ia menempelkan post it di buku Younghoon.

๐™„'๐™ข ๐™ค๐™ ๐™–๐™ฎ. ๐™–๐™ง๐™š ๐™ฎ๐™ค๐™ช ๐™ค๐™ ๐™–๐™ฎ?

tes.. tes... tes...

sembari membaca tulisan Yebin, cairan merah kental, darah segar turun menetes membasahi post-it dari gadis itu. Yebin dengan sigap melakukan prosedur pertolongan pertama terhadap mimisan. Younghoon lagi-lagi memaksakan dirinya untuk belajar dan melupakan bahwa dirinya bukan robot yang tak akan sakit kalau tak beristirahat.

'Hoon, udah ya. kamu butuh istirahat,' Yebin menatap teman sebangkunya itu dengan tatapan khawatir. 'kalo gini terus kasian badanmu.'

'I'm gonna die anyways, Yeb,' Younghoon menghela nafasnya sembari melepas gulungan tisu yang menyumbat hidungnya dan membuangnya di tong sampah. 'I have everything yet i felt so empty inside. gue mau nyerah aja, Yeb,' Younghoon mengacak rambutnya penuh frustrasi.

'I can never surpass your intelligence, hoon. I'll have to be happy being the second best,' ujar gadis manis berambut sebahu itu sambil menatap pria tampan di sampingnya dengan tatapan nanar.

Sesungguhnya, menurut Younghoon, Yebin bisa melampauinya dengan mudah. Namun, Yebin memperlambat langkahnya agar tak lagi ada suara pukulan atau tamparan dari balik tembok rumahnya yang bisa dibilang cukup menempel dengan kediaman keluarga Kim.


[Time skip to: 3 bulan setelah kejadian di atas]


Tiga bulan berlalu dengan begitu cepat. Younghoon dan Yebin semakin dekat dan akrab. keduanya nampak sering terlihat menghabiskan waktu belajar bersama di kelas maupun di perpustakaan. Tak jarang pula kedua insan ini terlihat terlambat keluar dari sekolah karena saling mengajari satu sama lain. Younghoon yang lebih cepat menyerap dalam matematika dan ilmu sosial akan mengajari Yebin, begitu pula sebaliknya, Yebin akan mengajari Younghoon materi yang tak dipahami pemuda itu dalam bidang sains dan Bahasa yang lebih dikuasainya.

Ujian akhir semester sudah semakin mendekat. Keduanya jadi semakin ambisius dalam belajar. Tak jarang keduanya saling menguatkan satu sama lain. Kalau Yebin ketiduran saat mereka belajar, Younghoon sering menggambar bunga matahari di pergelangan tangan kanan sang dara. sementara itu di pergelangan tangan kiri si manis itu, pemuda berkulit putih itu kerap kali menggambar pelangi. sebagai pengingat kalau masih ada harapan untuk gadis itu. Sementara itu, tak jarang terlihat Yebin membawakan sarapan atau makan siang untuk Younghoon. Keduanya saling menyembuhkan luka masing-masing.

Dalam hati pemuda yang nyaris menginjak usia 18 itu, ia bersyukur ada sosok Yebin yang membantunya perlahan sembuh dari luka hati terhadap ayahnya yang terlalu menuntut. pemuda jangkung itu menetapkan di hatinya. usai ujian nanti, setelah semuanya selesai, ia akan menyatakan perasaannya pada sang gadis. Pokoknya, Younghoon nggak mau keduluan sama orang lain. sudah berencana untuk menjadikan Yebin kekasihnya.

'Yebin, nanti kalau ujian udah selesai, kita ketemuan di Han river ya?' pinta Younghoon sambil menoleh ke arah Yebin yang tengah membuatkan ringkasan materi bahasa dan sastra Korea untuk pemuda bermarga Kim itu.

'Boleh,' Yebin mengangguk. Wajahnya nampak letih dan pucat kala itu.

'Yeb, ada apa?' Younghoon menatap Yebin penuh khawatir.

'Ngga apa, Hoon. Gue capek. Istirahat dulu ya,' Yebin tersenyum lemah sambil menyandarkan kepalanya di bahu Younghoon yang bidang.

Beberapa saat mereka lalui dalam diam, Younghoon, yang bahunya dijadikan sandaran, hanya duduk sambil merangkul pundak Yebin dan mengusap-usap pundak Yebin. Tanpa terasa, gadis yang terpaut sebulan lebih muda dari Younghoon itu meneteskan air matanya. rasanya sudah lama dia tak merasakan kenyamanan dan kebebasan untuk menangis seperti saat Younghoon merangkulkan tangannya di bahu dara bermata kecoklatan itu.

Younghoon yang merasa ada benda asing membasahi kemejanya pun tak menghentikan aktivitas tangannya yang masih merangkul sang dara. Buat Younghoon, sosok Yebin sangat kuat, ia selalu melihat ketegaran Yebin. Yebin yang sebenarnya bisa mengalahkannya menduduki ranking 1 parallel angkatan mereka, sengaja betah duduk di ranking 2 lantaran ia pernah memergoki ayah Younghoon yang tega menyiksa anaknya sendiri karena ia menuntut Younghoon untuk jadi yang terbaik.

Di lain sisi, Younghoon juga tak jarang melihat kedua orang tua Yebin menuntut lebih terhadap putri bungsunya itu. Tak jarang Yebin dibandingkan dengan Yeseul dan Yejun, kedua kakaknya yang berhasil masuk universitas S dengan nilai cemerlang.

'Hoon, maaf ya,' Yebin mengusap airmatanya.

'Nggak papa, Yeb. Thanks udah mau bersandar di bahuku waktu kamu butuh tempat bersandar,' sebuah senyum tulus terukir di bibir merah jambu pemuda 17 tahun itu.

'Hoon,' yebin memanggil pemuda itu lagi.

'Ya?' si jangkung berambut hitam legam itu menatap gadis di hadapannya sambil menangkup pipi sang puan dengan kedua tangannya dan membersihkan sisa air mata di pipi yang bersemu kemerahan itu.

'Sorry. bajumu jadi basah,' Yebin menatap bagian bahu kemeja seragam Younghoon yang basah karena airmatanya.

'Nggak apa, yang penting kita lewatin semuanya sama-sama ya,' mata coklat tua milik pemuda Kim itu menatap gadis di hadapannya lekat-lekat. 'Jangan sakitin dirimu lagi,' Younghoon menarik lengan Yebin dan menggenggamnya.

Hangatnya telapak tangan Younghoon mengalir ke seluruh tubuh Yebin, membuat pipi gadis itu bersemu merah.

'lucu sekali,' begitu pikir Younghoon saat itu.

Keduanya merapikan barang-barang mereka dan segera bersiap untuk pulang ke rumah mereka karena hari sudah cukup larut. Sepanjang perjalanan ke rumah mereka dilewati dalam diam, ketenangan yang sesunggunya sangat nyaman untuk keduanya. seakan mereka bisa saling memahami satu dengan yang lainnya dalam diam.


๐’‘๐’‚๐’“๐’• ๐Ÿ-๐’‡๐’Š๐’

๐’•๐’ ๐’ƒ๐’† ๐’„๐’๐’๐’•๐’Š๐’๐’–๐’†๐’….


word count: 1219 Words. Saved: 16/03/2021

#2-Let Me Walk With You [kisah ini, dilihat dari mata seorang Bintang]


Udah beberapa hari ini aku bertukar pesan dengan puan misterius yang kutemu di tangga selepas latihan beberapa hari yang lalu. karena aku nggak tahu posisi loker gadis itu, aku selalu menempel surat balasan darinya di lokerku dan berharap gadis itu mampir ke lokerku dan membaca balasanku. Hari itu, aku tercekat membaca surat darinya. Aku tak bisa spontan membalas surat yang baru kuterima itu.

Kalau aku jadi gadis itu, aku pasti nggak akan bertahan sampai saat ini. Di otakku sekarang, aku hanya bisa bertanya 'Mengapa semesta begitu jahat pada gadis secantik dirinya?' 'Mengapa dunia seakan membalikkan punggungnya terhadap gadis berparas rupawan seperti dirinya?' Aku duduk di bangkuku sambil menatap surat itu dengan alis tertaut. Aku bahkan nggak sadar ada Shandika di sampingku.

'Tang, Bintang. Bumi memanggil Bintang!' Shandika menggerakkan tangannya di depan wajahku.

'Hah? Kenapa, Shan?' tanyaku sembari menatap Shandika dengan tatapan bingung.

'Lo kenapa sih, Tang. Dari tadi ngelamun aja?' Tanya Setiadi.

'Sejak lu terima surat itu di loker lu, kayaknya lu mikirin isi surat itu terus,' imbuh Yulio, si jangkung yang duduk di bangku belakangku.

'Pasti cewek di tangga yang waktu itu lu kejar pas latihan kan?' Tebak Yesaya. 'Dia cantik, Tang. Cuma, yang gua tau semua orang ngejauhin dia karena ada fake rumor tentang dia,' Jelas Yesaya lagi.

'Dia satu sekolah minggu sama gue, Yes. Kasihan.' tukas Yonathan yang tengah menopang mejanya sembari duduk menghadap meja ku.

'Anjir, lo kenal dia, Yor?' celetuk Shandika.

'Emang gimana cerita aslinya?' tanyaku sambil menatap Yonathan, yang kami panggil dengan sebutan โ€œYoriโ€ itu, dengan tatapan super kepo.

'Namanya Tiana. Dulu, dia ceria banget, pecicilan. tapi dia sempet suka sama temen satu kelas kita. nggak lama, si cowok itu ngatain dia dengan sebutan yang ga pantes, dan dia mukul orang itu. yang gue tau habis itu, dia dimusuhin semua temen-temen di gereja karena mukul tuh orang,' Yonathan bercerita. 'Di SMP kita dulu, salah satu gengnya si cowok ini nyebar berita jelek tentang Tiana. dan sejak itu semua orang benci Tiana,' Lanjutnya.

'Maybe that's why,' aku mengangguk pelan, aku ingat luka di tangannya. banyak bekas goresan yang sudah berbentuk bekas luka maupun yang masih baru dan memerah.

'Ada apa, Tang?' tanya michael yang mulai kepo.

'Nevermind. gue cuma sedang mengaitkan cerita Yori dan apa yang gue liat waktu gue ngejar dia kemarin.' Jawabku sambil menggeleng. 'Anyways, lo kenal orang tua atau sodaranya gak, Yor?' aku bertanya.

'Apparently, yes. gue deket sama kakaknya. tapi kayaknya kakaknya ga gitu deket juga sama Tiana,' Jawab Yori dengan gelengan.

'Dia butuh pertolongan,' imbuhku singkat sambil kembali sibuk menulis di atas selembar kertas. diikuti dengan lirikan bingung dari semua temanku.

Tak lama sebelum bel berbunyi, Kirana, teman sekelasku, berlari masuk ke dalam kelasku dengan wajah panik dan pucat pasi. Setiadi yang dekat dengan Kirana berlari mendekat.

'Ki, kenapa?' tanya Setiadi sembari menangkap tubuh Kirana yang limbung.

'Adi, darah, toilet cewek,' samar-samar terdengar suara Kirana yang di dalamnya tersirat ketakutan. Di otakku saat ini cuma terfikir gadis yang baru saja diceritakan oleh Yori.

'Tiana,' aku langsung berlari ke toilet yang dimaksud oleh Kirana dan dikejutkan dengan seorang guru yang membopong tubuh gadis berambut panjang yang kini tangannya tertutup perban yang cukup tebal, baju dan rambutnya basah. aku segera berlari ke kelas untuk mengambil ransel dan kunci motorku.

'Tang mau ke mana?' tanya Shandika sambil menahanku pergi.

'Ke rumah sakit. gue bolos hari ini. urgent.' ujarku sambil menyampirkan tas di bahu.

'Gue berhasil nyingkirin dia,' terdengar olehku obrolan sekelompok anak perempuan di koridor. 'Untuk sementara dia musnah,' Tawa sinisnya membuat emosiku membuncah. Dengan langkah gusar aku pergi menjauh dari mereka sembari mengepalkan tanganku erat untuk menahan amarahku.


Aku menawarkan diri untuk menggantikan guru-guru, yang sebenarnya hanya ingin menguliahi Tiana dengan kata-kata mutiara mereka yang sebenernya nggak terlalu diperlukan oleh gadis itu saat ini, menjaga Tiana yang belum sadarkan diri. 'Maafin gue, Na. gue terlambat tau tentang lo.' ujarku dalam hati. aku duduk di samping ranjang tempat Tiana terbaring saat itu. luka di pergelangan tangannya sudah dijahit. namun, tetap saja, menatap luka itu membuat hatiku ngilu.

'Tiana, gue tau lu lelah, gue kan udah bilang lo boleh bersandar sama gue kalau lu capek,' ucapku sembari menggenggam tangannya yang nggak terluka dengan kedua tanganku.

'Maafin gue, ya? gue terlambat tau semua ini. gue tau di saat lu udah lompat dari tebing itu,' bisikku lagi.

'Bahu gue akan selalu ada buat lo. lo nggak sendiri,' Kugenggam tangan itu sambil menatap wajah Tiana yang nampak berpikir dalam tidurnya. alisnya masih tertaut.


#01- If I told you with a crying face that I am having a difficult time would it be better?


โ€œI'm sorry, it's my fault, thank you. It's all because of me.โ€ โ€“ Lonely (Jonghyun x Taeyeon)


SMA KQ, ku pikir dengan pindah ke sekolah ini, aku bisa membuka lembaran baru dan menutup masa kelam SMP-ku yang penuh luka. Nyatanya semua itu terulang lagi. Lagi-lagi aku sendirian. Lagi-lagi seluruh dunia membenciku. Kenapa dunia ini nggak adil? Kenapa dia yang menyebar kebohongan tentangku diberikan teman yang banyak bahkan pengikut yang dengan setia membuntutinya kemanapun.

Kalau boleh minta sama Tuhan, aku mau minta mati saja. aku nggak kuat dengan semua cobaan ini. Katanya pencobaan itu nggak akan melebihi kekuatanku. tapi kenyataannya apa? Tak jarang aku pulang degan luka baru yang selalu kututupi dengan jaket ataupun jas almamater. Aku berusaha supaya papa dan mama nggak apa perlakuan teman-teman terhadap aku. meskipun aku nggak tahu aku salah apa, aku harus lebih dulu minta maaf supaya mereka nggak menghinaku.

Rasanya, aku sendirian. nggak ada yang berpihak padaku. aku hanya bisa merasa nyaman ketika aku berlari mengelilingi lapangan atletik, ditemani semilir angin sore, seperti hari ini. sepulang sekolah, aku menenangkan pikiranku dengan berlari di lapangan lari. Hari ini, tim futsal sekolahku sedang mengadakan latihan rutin dan kebetulan aku sedang duduk di dekat situ, menatap ke lapangan sepak bola.

Di sana ada Bintang, kapten tim junior SMA kami. Sosok yang diidolakan seluruh siswi di kelasku. Sosok yang bersinar terang seperti bintang kejora. Sosok yang diluar gapaian tanganku. siapakah aku? Aku hanya seorang siswi yang dijauhi dan dibenci karena alasan yang bahkan mereka nggak tahu apa itu. Hanya sekedar karena terpengaruh dengan hasutan orang lain.

Entah berapa banyak air mataku yang telah terbuang sia-sia. dadaku sesak. kedua tanganku penuh goresan luka akibat pelampiasanku. Aku duduk di pinggir lapangan sambil meneguk air dingin dari termos minumanku. Setelah itu, aku kembali menatap ke gerombolan anak laki-laki yang berlarian di di lapangan sepak bola. Senyum seorang Bintang membuat aku sedikit lega. tak lama kemudian aku berdiri dan mengangkat tasku. Pergi meninggalkan lapangan itu, menuju ke UKS untuk menutup semua luka di tanganku.

Rasa perih menjalar ke sekujur tanganku. Keringat yang membasahi sekujur tubuhku dan membasahi luka-luka sayatan yang masih baru di tanganku terasa sangat perih. langkahku terhenti di koridor tempat tangga menuju ruang UKS, aku terduduk di tangga itu cukup lama. awalnya untuk mengistirahatkan kakiku dan menghilangkan sensasi perih yang menjalar di kedua tanganku. Kepalaku tertunduk. Awalnya itu hanya perih yang menyengat di permukaan kulitku. tapi kenyataanya perih itu menjalar ke hatiku juga. aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan menangis, tanpa suara.

Ku kira aku sendirian tapi... tap, tap, tap terdengar langkah kaki yang makin lama semakin mendekat ke arahku. aku buru-buru menyeka air mataku. aku nggak begitu tau siapa yang mendekat ke arahku. mataku masih dipenuhi dengan air mata saat itu. Ia menghampiriku dalam diam. nggak ada suara yang keluar dari mulutnya. tapi aku merasa ada sesuatu menutupi punggungku. nampaknya orang itu duduk di sampingku.

'Maaf ganggu lo. tapi di sini udah nggak ada siapa-siapa. kenapa masih di sini?' tanya sang pemilik suara itu.

'Nggak papa. bukankah gue pantes sendiri? seperti kata anak-anak yang lain, gue nggak pantes punya temen. gue aneh,' aku nggak tahu apa yang ada di otakku sampai tiba-tiba aku memuntahkan semua yang selama ini kusimpan sendirian.

'Kita nggak saling kenal kayaknya. tapi maaf kalau mereka menganggap lo gitu. gue disini. gue bersedia denger cerita lu,' dari suaranya yang lembut, aku tahu dia tulus melakukan itu. aku bisa merasakan tangannya yang besar menyelimuti tanganku yang penuh goresan. 'Jangan sakitin diri lo lagi.'

'Kenapa?' itu yang keluar dari mulutku ketika mendengar dirinya berfilosofi seperti barusan. 'Kenapa lu ikutin gue? kenapa lu mau bicara sama gue?' kepalaku masih tertunduk tapi aku bisa merasakan tangannya dengan lembut mendorong daguku agar sejajar dengan tatapan matanya.

'Mulai sekarang, gue mau denger segala keluh kesah lu. lu nggak sendiri. Nama gue Bintang,' ungkapnya sembari menghapus air mataku. 'Jaketnya pake dulu aja. di luar dingin. gue masih ada latihan. selagi masih terang pulang ya? orang tua lu pasti khawatir.'

Ia mengantarku ke gerbang sekolah, bahkan mencarikanku taxi online. Terima kasih, Bintang.


Hana โ€” Siang itu matahari terik menyinari komplek perkuliahan Universitas Katolik yang cukup ternama di daerah Semanggi. Samuel baru aja selesai mengajar kelas pertamanya sebagai asisten dosen dan ia dikagetkan dengan orang yang berkerumun di daerah parkiran. Tak jauh dari dirinya nampak Yoel dan Jonathan, si kembar yang merupakan sahabat dan teman sepermainannya.

'Ini kok tumben rame?' Sam menautkan alisnya tanda bingung.

'Nggak tau, ini gue sama Jona juga baru dateng,' Yoel berusaha menyeruak kerumunan untuk mencari sumber keributan.

pemuda 173 cm itu dikagetkan ketika ia menemukan petugas medis tengah memberikan pertolongan pertama pada seorang gadis yang bersimbah darah. di sana juga ada 4 orang mahasiswa pasca-sarjana yang tengah meminta pertanggung jawaban dari pemilik mobil sedan Toyota Camry berwarna hitam yang baru saja menabrak teman mereka.

Selain 4 orang teman dari gadis yang tak lain adalah Tania, kekasih sahabatnya, Yoel juga menemukan sosok teman sepermainannya, Joven. Joven tengah membela pihak korban. dengan sigap, Yoel melambaikan tangannya pada Sam dan Jona sebagai isyarat supaya mereka bergabung dengannya.

'Kenapa?' tanya Samuel ketika ia sudah berdiri di samping Yoel.

'Liat aja sendiri,' Yoel menuding sepasang mahasiswa seusianya yang tengah berdebat dengan Joven dan salah satu sahabat Tania, Chris.

'Mereka nabrak Tania menurut info, Tania sempet kepental, sekarang dia udah ditanganin sama paramedis. katanya, dua orang itu nyetir habis make,' jelas Yoel sambil mendengus kesal.

'Udah gitu masih berani ngebentak Joven sama Kak Chris?' sambung Samuel kesal sambil mengepalkan tangannya, menahan emosi.

'Sam, they're stoned,' Jonathan menuding ke pasangan yang lagi marah2 itu.

'That's it! gue kesana, I have to make sure it's Tania,' Samuel melangkah cepat ke arah Joven dan Chris. matanya tertuju ke pintu ambulans yang terbuka dan sosok Tania yang nyaris tak bernyawa itu. Lelaki yang akrab disapa Sam itu auto lemas menatap sosok Tania yang terbaring lemah.

'Kak Chris,' Sam menepuk bahu pemuda yang sedikit lebih tinggi darinya itu. 'I'll take care of them. lo temenin Tania ke RS ya, just keep us posted on her condition,' pemuda itu berujar disambut anggukan dari Chris yang segera naik ke ambulance dan mengantar Tania bersama teman-temannya.

'Take care, Sam,' balas Chris sembari mengangguk.

Suara sirine Ambulan memenuhi udara bersama dengan keempat sahabat yang mengantar Tania ke rumah sakit. Sementara itu, Joven, Jonathan, Yoel dan Samuel masih berada di TKP, ngeladenin pasangan mabok ini.

'Udah jelas kan tuh cewek yang salah, dia nyebrang ga liat-liat,' dalih cewek berambut abu-abu platinum yang matanya sembab dan berair.nafasnya pun bau, entah bau apa itu.

'Akhlak lo berdua kemana? datang ke kampus mabuk, nabrak orang, terus marah2 di depan orang-orang yang ngebelain korban karena lu merasa bener?' semprot Yoel.


[Mari kita skip adegan berdebat sama orang mabok, karena itu nggak penting]


Setibanya di rumah sakit, Chris, Haven, Kevin dan Jovan menunggu di depan ruang operasi sementara dokter-dokter langsung menindaklanjuti laporan dari tim medis yang menangani Tania. Setelah berjam-jam menunggu, keempat teman Tania pun segera menerima penjelasan dari dokter mengenai kondisi yang akan mereka hadapi setelah ini. Dokter sempat menyebutkan bahwa akan ada kondisi dimana Tania akan lupa tentang 3 tahun terakhir dalam hidupnya. meski begitu, Tania nggak 100% lupa akan masa lalunya. Dan ingatannya tak akan hilang permanen. semua itu akan kembali, berangsur-angsur pulih.

Selama masa pemulihan, Dokter mengharapkan teman-teman Tania untuk terus hadir dan memberikan semangat pada Tania supaya kondisi mentalnya pun membaik. Sebenarnya, nggak lama setelah tindakan dilaksanakan, Yoel, Samuel, Sean dan Juan tiba di rumah sakit. panik terlukis di wajah Sean mengetahui tentang kondisi Tania saat itu. Dan ia kembali dipukul oleh kenyataan bahwa saat sadar nanti, kemungkinan besar, ia akan menjadi sosok yang asing di mata kekasihnya.

'Rasanya kayak balik ke waktu pertama kali Samuel kenalin gue ke Tania. Kita sama-sama asing,' Sean mengacak rambutnya. Hanya satu kata yang terlukis dari kalimatnya barusan, Frustasi.

'Cuma sementara, Sean,' Chris berusaha menghibur.

'dia bakal inget sama lo lagi, kok,' kini Juan menepuk bahu Sean pelan.

'Sekarang kita ga bisa maksain semua itu ke Tania. semuanya perlu proses, gue percaya dia kuat jalanin semua,' sahut Haven. sebenernya, Haven paling terpukul. Sosok Tania di mata seorang Haven adalah sosok yang selalu bisa menopang Haven yang nampak independen tetapi sesungguhnya nggak seperti itu. Yang bisa ngimbangin Haven cuma Tania.

'By the way, Chris, udah ngabarin keluarga Tania?' Jonas mengedarkan matanya mencari Yoan dan Sena, kedua saudara laki-laki Tania.

'Belum. Bang Yoan dari tadi ga bisa dihubungin, bahkan ga dibaca chatnya. Sena juga sama. Gue udah berkali-kali call juga,' Chris mengacak rambutnya frustasi. Nggak ada satupun saudara kandung Tania yang hadir saat itu. Belum lagi kedua orang tua Tania yang ada di luar jangkauan alias selalu nggak ada di saat-saat genting seperti ini.

Tak lama setelah Chris menyerah menghubungi kedua saudara Tania, ponsel Jonas berdering, telepon masuk dari Yoan. 'Bang Yoan udah masuk nih!' Jonas berujar sambil menekan tombol untuk menjawab panggilan tersebut.

'Halo, Bang Yoan,' sapa Jonas.

'Chris call gue terus, ada apa?' tanya Yoan dari seberang.

'Bang, Tania kecelakaan. sekarang dokter udah nanganin dan udah pindah ke kamar rawat. Tadi consent nya ditandatanganin sama Sean dan Chris,' Jonas menjelaskan.

'Ya Tuhan...' Yoan tercekat. Missed call yang begitu banyak itu ternyata menyangkut adik perempuannya. 'Terus gimana keadaan Tania sekarang?'

'Udah cukup stabil, tapi masih belum sadar, hyung. She hit her head hard,' Jonas berujar lagi.

'Gue kesana, sama Sena sekarang, sendloc ke imess ya,' pinta Yoan.

'oke,' Jonas mengangguk dan mengakhiri percakapan telewicara itu.


Forever You're My Star a short story โ€” seutas kisah tentang Christian Sanjaya Sadawira, Joseph Wicaksana (choi san dan Jung Wooyoung milik @ateezlokalan) dan Anastasia Tiara Kurniawan (Choi Yena) โ€” [listen while reading: https://open.spotify.com/track/0wuGxn6mILf918ZIaeiIG5?si=kzL0r5_bTRminerL5eGAQQ ] โ€” Day After Day Maybe I lose some memories But Youโ€™ve always been the light to me I think I will never forget those days with you The star that always watch for me. โ€“ Star 1117 ATEEZ โ€”

2022, sudah 5 tahun berlalu sejak kepergian sosok Anastasia Tiara Kurniawan dari kehidupan Christian Sanjaya Sadawira. Namun, bayang-bayang Ara, begitu gadis manis berkepribadian ceria itu akrab disapa, nggak pernah pergi meninggalkan relung hati lelaki 23 tahun yang akrab disapa San itu. Banyak cewek yang udah nembak atau ngakuin ketertarikannya buat si ganteng berlesung pipit ini, tapi satu persatu ditolaknya karena di hatinya masih dibayang-bayangi oleh memori Ara. Setiap tanggal 10 Juli, ulang tahun San, pemuda 176 cm itu selalu dan nggak pernah absen pergi ke rumah penyimpanan abu tempat abu jenazah Ara disemayamkan.

Ara dan San, kedua insan ini sudah kenal sejak mereka duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Ara yang tiap hari harus ke sekolah pakai masker karena kondisi kesehatannya membuat banyak anak-anak seusianya menganggap gadis itu aneh. Tak jarang Ara dihina atau diejek 'virus' sama teman-temannya karena kondisi yang mengharuskannya mengenakan masker setiap hari. Hal itu yang menyebabkan San bertekad menekuni Taekwondo di bawah naungan Dojang milik ayahnya.

Sejak kenal sama Ara, hidup San yang awalnya biasa-biasa aja jadi lebih seru, kayak main roller-coaster. San juga banyak belajar dari Ara. Ara nggak pernah patah semangat. Ara pernah bilang, meskipun dia sakit dan lemah, Ara nggak pernah sedih karena banyak yang sayang sama dia. Walaupun Ara nggak bisa seperti temen-temen yang lain karena kondisinya, Ara selalu jadi sosok yang ceria, penuh senyum dan penuh semangat. Bahkan di tengah kondisinya yang seperti itu, kadang Ara tetap semangat membantu San yang sering ketinggalan pelajaran karena sibuk ikut lomba mewakili sekolah kalau ada acara pekan olahraga nasional.

10 Juli 2017, saat rumah sakit menyatakan bahwa sudah ada donor paru-paru untuk mengurangi derita Ara, tak butuh waktu lama buat gadis berusia 17 tahun itu untuk mengangguk mantap dan masuk ke ruang operasi untuk menjalankan operasi itu. Naasnya, Operasi yang diprediksi akan berhasil dan memperpanjang hidup gadis cantik itu malah berakhir dengan kepergian Ara untuk selamanya. Ulang tahun yang paling menakutkan buat San dari seluruh hidupnya. Yang San ingat hari itu, sebelum masuk ke ruang operasi, Ara menangis dan memeluknya lama sekali. Hari itu, Ara mengalungkan liontin perunggu berisi foto mereka berdua di leher San.

โ€œSan, apapun yang terjadi, bintang yang paling bersinar itu punya gue. kalau lihat bintang itu, inget gue ya.โ€ itu pesan yang disampaikan Ara sambil bersimbah air mata sebelum masuk ke ruang operasi.

Dari sekian banyak operasi yang sudah dilewati Ara, ini yang paling berat. Ara sudah nggak sanggup lagi, mungkin memang ini jalannya. 10 Juli 2017, tepat pukul 11 malam, di tengah proses operasi, Ara harus tutup usia. Yang tak diketahui San malam itu, Ara meninggalkan kedua matanya untuk orang yang membutuhkan itu kelak.


Flashback

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Sebenernya, teman sekelas San di tahun ajaran ini nggak terlalu berbeda dengan teman sekelasnya waktu tahun ajaran sebelumnya. tapi ada satu yang berbeda. ada anak perempuan berambut sebahu duduk di bangku belakang. separuh wajahnya tertutup masker bedah, tubuhnya kurus. Namun, gadis itu memiliki sepasang netra yang berhasil menghipnotis netra teruna tampan berlesung pipit itu. San langsung duduk di samping gadis itu dan mengulurkan tangannya.

'Namaku Christian Sanjaya. Panggilnya San aja,' San kecil tersenyum, menampilkan sepasang cekungan di pipinya, kedua netra hitamnya menyipit, membentuk lengkungan bulan sabit. tangannya terulur.

'Aku Anastasia Tiara, panggil aku Ara,' Ara menyambut tangan kanan San yang terulur padanya itu.

'Kenapa pakai masker? kamu sakit?' tanya San penasaran.

'Tapi ini rahasia kita berdua ya,' angguk Ara sambil berujar. suaranya agak serak waktu itu.

Ara punya kondisi paru-paru yang disebut dengan Cystic Fibrosis atau CF. Ini penyakit langka yang nggak bisa sembuh. Untuk menjaga kondisi Ara, Ia harus menjalani serangkaian perawatan baik di rumah atau di rumah sakit. Kondisi ini menyebabkan Ara harus menjaga agar dirinya nggak terpapar debu atau kuman karena kelemahan pada paru-parunya.

Karena nama penyakitnya yang sulit dan keadaannya yang sulit dipahami orang normal, Ara nggak bisa menjelaskan penyakitnya pada San, dan San nampak puas dengan anggukan kepala dan senyuman manis yang membuat lesung pipit terlukis di pipinya yang bersemu kemerahan. Seiring dengan berjalannya waktu, San dan Ara menjadi sahabat. Ara kerap kali menghadiri pertandingan taekwondo San.

Tak jarang pula San menemani Ara menjalani pengobatannya di rumah sakit. Kadang, San menolak kalau orang tuanya mengajaknya pulang ketika Ara harus menginap di rumah sakit pasca pengobatan. Meskipun teman-teman di sekolah nggak mau berteman dengan Ara karena Ara dianggap aneh, San selalu standby di samping Ara.

Waktu begitu cepat berlalu, tanpa terasa Ara dan San sudah berada di bangku SMA. entah berapa ratus hari harus dihabiskan Ara di rumah sakit dan entah berapa puluh operasi yang sudah dijalani. Tapi ditengah semua hari berat itu, hadirlah Joseph dalam lingkaran pertemanan yang awalnya cuma berdua itu. Joseph memberi warna baru di seluruh keseharian Ara dan San.

Tanpa sadar, San yang sudah terbiasa bersama Ara mulai menaruh rasa pada sang dara. sementara itu, Ara, yang nggak nyadar kalau San mulai jatuh hati padanya, malah menaruh matanya pada sosok Joseph yang bawel dan selalu punya bahan obrolan serta pandai melucu.

'Ra, lu suka sama Joseph ya?' tanya San suatu ketika, saat keduanya tengah menanti Joseph yang tengah berlatih dance.

'Ehโ€”oh nggak kok, kenapa emangnya?' Ara berusaha mengelak. San hanya terkekeh, soalnya dia tahu betul Ara nggak pandai berbohong.

'Jujur aja kali Ra sama gue. kita sudah 10 tahunan temenan, gue tau banget lu suka sama Joseph,' San tertawa sambil memainkan rambut Ara.

'Seandainya aja dia tau. dia pasti nolak gue mentah-mentah,' Ara tertunduk sembari memainkan sendok di mangkok baksonya yang sudah kosong.

'Tapi kan belum dicoba, Ra,' San berusaha menyemangati Ara.

'Gue kan penyakitan, San. dia nggak mungkin mau punya pacar yang penyakitan kayak gue. apa lagi penyakitnya ga bisa sembuh,' kilah Ara.

Ia kemudian merogoh ranselnya dan mengeluarkan sebuah buku sketsa. Ara membuka halaman yang berlukiskan sepasang paru-paru yang ditumbuhi bunga sakura.

'ini yang gue harapkan, bunga sakura tuh indah, San. tapi apa..' Ara membalik halamannya dan disana ada gambar sepasang paru-paru yang penuh luka di setiap sisinya, ini yang gue punya sekarang.'

Air mata jatuh membasahi pipi Ara. bahunya bergerak naik-turun. melihat itu, San auto berlari menghampiri Ara dan merengkuhnya dalam pelukan hangatnya. 'Nggak gitu, Ara. masih banyak yang mau sama lo.'

'termasuk gue, Ra' kilahnya dalam hati.

'Loh, Ara kenapa?' tanya Joseph yang baru aja kelar latihan dance.

'Daily blues,' sahut San pelan.

'Kalo gitu, hari ini ke bogor yuk. liat bintang,' ajak Joseph.

San cuma melirik ponselnya. 'Habis jam minum obat sama Avvlo vest ya, Seph,' jelasnya.

Joseph duduk di samping kedua sahabatnya. 'Sip. gue numpang mandi kalo gitu,' ujarnya lagi.

Usai pembicaraan itu, San, Joseph dan Ara langsung bertolak menuju rumah Ara yang terletak tak jauh dari sekolah mereka. Setelah membantu Ara masuk kamarnya, Joseph langsung minta izin mamanya Ara untuk numpang mandi sementara San membantu Ara menyiapkan obat-obatan yang harus diminumnya dan menyiapkan Avvlo vest untuk terapi mengeluarkan lendir dari paru-parunya.

Malam itu, Joseph, Ara dan San pergi ke Bukit Bintang di Puncak buat melihat bintang, salah satu kegiatan yang paling mereka suka lakukan untuk melepas penat. semakin malam, udara semakin dingin. San berinisiatif mengambil selimut dari laci dashboard mobil dan menyelimuti paha dan kaki Ara sementara Joseph melepas jaketnya dan menyampirkannya di bahu mungil sang gadis.

'San, Jos, kalo nanti gue sampe ga ada....'

'Nggak ah, jangan ngomong gitu,' potong Joseph sambil menggelengkan kepalanya.

San hanya diam dan menggenggam tangan sang dara manis di sampingnya itu.

'Kan 'If' gitu, Seph. Kalo seandainya aja. itu tuh, di sana ada bintang yang paling terang. itu bintang gue. kalau seandainya nanti gue duluan yang harus pergi, itu bintang gue, gue akan selalu ngeliatin kalian dari atas sana.' lanjut Ara.

'Ra, gue baru kenal sama lu sebentar, gue ga siap kalau kita harus berpisah,' Kilah Joseph.

โ€˜Kalo boleh jujur, Seph, gue capek sama hidup gue yang sangat lemah dan bergantung sama semua alat-alat yang nempel di gue dan yang ada dalam tubuh gue. The countless surgeries I have to go through. there are times i wanted to get up there and watch over those i loved,' tanpa terasa air mata itu mengalir membasahi pipi sang gadis.

'Lu hebat, Ra. You're the strongest and most beautiful girl i've ever seen. lu berjuang dengan kuat, gue bangga sama lu,' Joseph pun ikut menangis.

'I'll bring the gold medal to you, like every time. you deserve these gold medals' San menatap gadis di sampingnya, suaranya bergetar dan tangisnya pecah saat itu juga.

'Gue bakal di rumah sakit untuk beberapa waktu mulai besok, sampai gue dapet donor paru,' isak Ara.

'Kita bakalan terus di samping lu, Ra,' Joseph mengusap air matanya dengan lengan hoodienya.

'Nyokap lu pasti udah nyariin, balik yuk,' San membantu sang gadis untuk berdiri diikuti oleh Joseph yang ikut berdiri dan merapikan alas duduk mereka.


Juli 2017,

Tepat enam bulan setelah hari itu. Enam bulan berlalu begitu lambat bagi Ara yang harus tinggal di rumah sakit. Dalam 6 bulan itu, San sudah membawa pulang 6 medali emas untuk Ara, Joseph pun sering nampak terlihat menemani Ara di rumah sakit. Kamar rumah sakit yang didiami Ara kini juga jadi tempat kediaman Shiber, boneka kesayang San yang dipinjamkan pemuda itu pada pujaan hatinya untuk menemani Ara. Kamar rawat inap Ara kini telah dihiasi tabel jadwal konsumsi obat, avvlo vest, dan gambar hasil ilustrasi karya Ara.

Dokter bilang, sudah ada donor paru yang telah diuji di lab dan cocok untuk jadi donor paru untuk Ara. Papa dan mama sangat senang mendengar itu, begitu pula Ara, San dan Joseph. Tanggal 10 Juli 2017, adalah tanggal yang dijadwalkan buat Ara untuk menerima paru-paru itu, hari itu juga adalah hari ulang tahun San.

Jujur Ara takut menghadapi ini, soalnya dia tau kalau peluang keberhasilannya 50:50. semua berharap operasi itu berhasil dan Ara bisa kembali bersama dengan mereka. Tapi Tuhan berkehendak lain. Dokter keluar dari kamar operasi keesokan harinya dan mengumumkan dengan berat hati bahwa hidup Ara harus berakhir di meja operasi.

Saat itu juga tangis Joseph dan San pecah. Kedua pemuda itu terduduk di lantai dan menangis tersedu-sedu. Sosok Ara begitu berharga buat mereka. Bagi keduanya, Sosok Ara merupakan wanita terkuat selain ibunda mereka. Gadis yang sosoknya melebihi superhero yang biasa mereka lihat di komik-komik. Sekarang, sosok wanita super itu sudah tiada lagi di muka bumi ini. Tapi pesan Ara sebelum karantina itu melekat di hati mereka. Bintang yang paling terang, itulah Ara. Ara akan terus melihat mereka dari atas sana. Itu yang mereka ketahui.

Tapi, yang nggak pernah mereka ketahui, di hari yang sama, Ara meninggalkan sebuah kenang-kenangan yang begitu berarti untuk keduanya. Ara tetap tinggal di hati San dan Joseph sebagai sosok gadis kuat yang menjalani kehidupannya yang begitu berat dengan segala pemikiran positif yang selalu terlontar dari bibir manisnya.

*โ€˜Sampai jumpa, Ra. Sampai jumpa di Utopia sana. Di tempat lu bisa bernafas dengan bebas tanpa harus mikirin minum obat, terapi atau menjalani oprasi untuk memperpanjang hidup lo,โ€™ *โ€“ Joseph โ€”

10 Juli 2022, Rumah Penyimpanan Abu 'Heaven', Jakarta.

'Ra, gue balik,' San menatap foto Ara yang tersenyum sembari merangkul dirinya dan Joseph. 'Gue sehat, sekarang gue udah lulus kuliah. udah kerja juga di sekolah tempat kita dulu. gue kangen lo. Gue nyesel dulu gue nggak macarin cewek secantik dan sehebat lo,' San melekatkan buket kecil bunga baby's breath di kaca loker tempat guci abu mendiang Ara disimpan beserta beberapa kenangan mungil tentang gadis manis itu. San menyentuh liontin yang masih menggantung di lehernya itu.

Mungkin banyak memori yang sudah memudar di ingatan San. Mungkin sudah banyak memori yang terlewat tanpa kehadiran Ara. Tapi, Di hati San, terpatri semua memori indah yang telah ia lewati selama ini bersama Ara dan Joseph. Sekarang, Ara menepati janjinya pada Joseph dan San. Ia menjadi bintang paling terang yang selalu menjaga kedua sahabatnya dari atas langit.

'Thanks for all the memory you gave me all this time. I'll always look for the brightest star and see you there. Thank you for all these years, Anastasia Tiara Kurniawan.' โ€“ San


#Liztomania13 Santa, Joana, Kediaman Juniawarman dan Foto Mendiang Papa.


Hari itu, Rumah kediaman keluarga Juniawarman ramai. William mengundang Santa, Yudhis dan Yonathan untuk bertandang ke rumahnya untuk ikut menikmati kudapan makan malam yang dibawa oleh Hansel. Sore menjelang malam, semuanya sudah selesai menikmati makanan dan kini berkumpul di ruang tengah. Mama udah masuk kamarnya, membiarkan anak-anak muda itu berkumpul dan berbincang. Sementara kakak-kakaknya ngumpul, Joseph, si bungsu, mengendap-endap keluar rumah dengan satu pak rokok mild dan electric lighter di tangan kanannya.

'Jose, stop. bawa apa itu?' Joanna yang memergoki adiknya langsung bertanya dengan tatapan interogatif.

'Eh bukan punya Jose kok, Kak Ann,' Joseph mengelak.

'Bukan punya kamu kenapa ada di tangan kamu,' Joanna tak mau kalah. Kini di matanya ada badai yang nggak bisa dijelaskan.

'Jose mau ngumpul sama temen-temen,' kilah sang adik menanggapi tatapan interogatif sang kakak.

Tangan kanan Joanna terkepal. Jantungnya serasa mau melompat keluar dari tulang rusuknya. gadis itu sudah kehilangan kata-kata. Tapi semua tau di matanya terlukis ketakutan dan badai yang nggak bisa dijelaskan. kedua netranya menatap foto mendiang ayahnya yang menghiasi tembok yang ada di hadapannya.

'Ann, udah lah,' Kini Hansel merangkul pundak Joanna. berusaha menenangkan badai yang terlukis di wajah gadis kelahiran 1999 itu.

โ€œAnn bakalan tertekan dan takut banget kalau dia berada disekeliling orang yang ngerokok,' Yudhis menjelaskan saat menangkap wajah bingung Santa dan Yonathan.

'Kenapa?' itu yang keluar dari bibir Santa yang menangkap kejanggalan dari air wajah pujaan hatinya.

'Papa meninggal karena kanker paru-paru. sedikit banyak karena beliau suka nyepur, ngerokok tanpa batas. sejak itu, Ann punya trauma yang besar sama rokok, perokok dan asap rokok. makannya untuk ngejaga Joanna, gue sama Kak Han ga ngerokok,' jelas William.

Mendengar penjelasan panjang lebar William, Santa auto berdiri dan menghampiri Hansel dan Joana. Dengan lembut pemuda 21 tahun itu mengambil tangan Joanna dalam genggaman tangan hangatnya. 'Kak, Joanna biar sama gue aja,' Santa membimbing Joanna keluar dari suasana panas itu untuk menenangkan diri.

'Jose, kamu tau Joanna takut dan trauma sama benda itu. Koko harap, kamu bisa lebih peka lain kali,' Hansel berhenti sejenak. 'Koko kecewa sama kamu.'

'Masuk kamar, sekarang,' suara Hansel memang ga keras, tapi ada otoritas di dalam suara itu. Yudhis udah tatap-tatapan sama William takut ada apa-apa terjadi di ruang tengah. Yang disuruh masuk kamar cuma menunduk dan nurut sama perintah sang kakak.

'Dia cuma cari media buat pembuktian diri aja,' Yudhis menepuk bahu sepupunya.

'Tapi nggak lewat benda yang bisa nyakitin kembaran gue, Dhis,' William mengusap wajahnya kasar.

'Udah, biarin aja. anak itu perlu dikerasin sekali-sekali,' Hansel menghela nafas sembari menyesap cola nya.

'Ngomong-ngomong, Santa sama Joanna kemana?' tanya Yonathan, menyadari kalau kedua temannya nggak berada di sekitarnya.

'Paling ke taman depan. biarin aja. Joanna butuh udara segar,' Jawab Hansel.


'Ann,' panggil Santa waktu keduanya sedang duduk di salah satu bench yang ada di taman.

'Ya?' Joanna menoleh dan menatap Santa.

'Udah lebih tenang?' Santa masih menggenggam tangan Joanna. Tangan gadis itu mungil banget kalau dibanding dengan tangannya.

'Makasih, San,' Joanna membalas genggaman tangan Santa sambil berjalan sejajar dengan langkah kaki Santa.

'Gue ga ngapa-ngapain kok,' Santa diam-diam tersenyum, disusul sama lesung pipit yang terlukis manis di wajahnya.

'You have dimples,' Joanna mengamati wajah Santa.

'Runs in the family,' Santa mengangguk malu-malu. padahal mah biasanya malu-maluin.

'San, makasih ya. mungkin kalo lo nggak bawa gue keluar gue bakal nangis bego di depan yang lain,' Joanna menatap Santa sambil memainkan lengan sweater rajut yang dipakai pemuda berlesung pipit yang tengah menggandeng tangannya.

'Hey, it's okay to cry, Joanna. Just remember, bokap lo di atas sana nggak akan mau liat anak cewek semata wayangnya nangis,' Santa berujar sembari menghentikan langkahnya. 'gimana kalo kita cari eskrim buat ngademin pikiran?' tawar Santa yang auto disambut anggukan kepala dari gadis 159 cm di sampingnya.

'Yeay, ditraktir!' Joanna berseru, disusul kekehan renyah dari pemilik nama Santa itu.


saved: 2021/02/01

Liztomania #06 Sorren, Santa dan Joanna


Santa duduk di kursi kafe dengan sangat amat gelisah. dari tadi, matanya nggak lepas dari ponsel pintarnya yang tengah menampilkan beranda twitternya yang berisi cuitan dari Sorren, saingannya memenangkan hati Joanna, dan tak lain tak bukan, gadis pujaan hatinya, Joanna yang tengah pergi jalan-jalan bersama. Menurut Yudhis yang duduk di seberangnya, sudah lebih dari 12 kali Santa menghela nafas dan mengacak rambutnya sejak ia melihat cuitan dua orang itu di berandanya.

'Udah kali, San. mau diliat berapa kali pun akan tetep gitu postingannya. lagian lo belom usaha,' Yudhis nyeletuk sambil terkekeh melihat tabiat temannya.

'Lah emang abis ngestalk siapa? kok asem banget mukanya. lebih asem dari keteknya kalo abis basket,' kali ini Yonathan nyeletuk sambil tertawa kecil.

'Anjir' Santa merutuk setengah suara, biar nggak kedengeran berandalan banget. lalu mendorong bahu Yonathan yang duduk di sebelahnya.

'Sepupu gue yang waktu itu, Yo,' jawab Yudhis.

'Kembarannya William anak kelas gue?' tanya Yonathan.

'The one and only Joanna,' Yudhis mengangguk.

'Oh, namanya Joanna? yang selama ini lu sembunyikan dari kita,' Yonathan nyengir jahil.

'Gue pernah liat dia manggung di resital anak seni pertunjukan,' Santa buka mulut. 'Cantik.'

'Tipe Santa banget sih, gue ga heran kalo Santa kesemsem,' Yonathan mengangguk tanda paham betul akan selera sobatnya itu.

'Tapi iya, San. lu harus bersaing sama Kak Sorren. dia udah lama banget ngejar Joanna. Dari 2 tahun yang lalu kayaknya,' Yudhis manggut-manggut sambil menyesap iced americano yang dipesannya.

'Sorren kan idola semua idola. kalo saingan gue Sorren gue bagaikan remahan regal kecemplung di kubangan susu, Dhis. nggak ada artinya,' Santa merajuk diikuti dengan kekehan Yonathan.

'Sejak kapan seorang Santa jadi ciut begini?' ujar pemuda berambut kemerahan itu pada sahabatnya.

'Speaking of the Devil, tuh William dateng,'Yudhis mengangguk ke arah pintu masuk kafe. Seorang pemuda berambut hitam legam muncul dengan kaus sleeveless hitam dan celana jeans yang ada aksen sobek pada lututnya.

'Tumben sendirian, Will,' kali ini Yudhis beneran basa-basi. ingin menjahili Santa yang beneran lagi galau tingkat akut.

William terkekeh saat menerima kekehan jahil Yudhis. 'Ga tau, tadi izin mau pergi bareng sama yang ngegebet dia,' jawabnya asal.

'Loh emang Bang Ren beneran masih sesuka itu sama ade' lo?' tanya Yonathan. membuat santa makin nunduk.

'Dari SMA, tapi cuma dianggap temen sih sama Anna. dia bilang nggak satu kasta sama Kak Ren. terlalu jauh untuk digapai,' William berujar, membuat segaris senyum tipis terlukis di bibir merah Santa yang dari tadi cemberut.

'Sorren dari dulu kan ngegas banget deketin Joanna. dari jaman SMA kan? sampe nyamper gue demi minta nomor hpnya,' Yudhis makin ngegas ngisengin Santa.

'Udah lah, Dhis. lo harusnya support Santa buat deketin ade' gue. Santa sama Joanna ada di liga yang sama. kalo boleh jujur, ga tau kenapa gue lebih percaya sama Santa ketimbang Kak Ren,' jelas pemuda yang kerap disapa Willy atau Liam itu.


cerita di basecamp #Entry99 โ€”

cuitan Nad bikin Kevin dan seisi Halcyon panic. habisnya Nad tergolong nggak gampang menangis kecuali beneran terharu, tersentuh atau terpukul tingkat akut. Kevin udah mempercepat mobilnya menuju apartemen Nad saat itu. Pasalnya, rumah Kevin berada cukup jauh dari apartemen tempat Nad tinggal. Kalau suasana macet, acara ngapel pacar ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam, kalau lancar bisa 45 menit sampai 1 jam. sebenernya, Nad udah bilang kalau dia nggak papa, nggak sedih atau terpukul. tapi Kevin beneran nggak sabar pengen tau apa yang membuat Nad terharu biru seperti itu.

Sesampainya di apartemen Nad, Kevin disambut oleh wajah sumringah Jayden dan semua member Halcyon, minus Kiran yang udah ngumpul di ruang tengah. Nad duduk di sofa, bareng sama Jacob dan Joel, sementara yang lain ngambil kursi dari ruang makan.

'Loh, kok pada ngumpul?' tanya Kevin bingung.

'Duduk dulu, minum,' Joel berdiri dan menarik Kevin supaya duduk di sofa bersamanya. Sudah itu, dia menyerahkan sebotol air mineral pada sang empunya nama itu.

'Oke, karena udah pada ngumpul semua, gue mulai aja. sebelum latihan ke studio, gue cuma mau ngabarin update terbaru dari Kak Brian dan Kak Joan,' Nad berhenti sejenak. 'Semalem gue ada ngobrol soal collab stage dan latihan bareng sama Halcyon. ada good news sama bad news. mau yang mana dulu?'

'Bad news dulu deh,' jawab Joel mantap.

'Gue juga,' Jacob mengangguk. diikuti dengan anggukan kepala Kevin.

'We're okay with both,' ujar Leon sambil memainkan stick drum di tangannya.

'So, berita buruknya, Kak Bri, Kak Davian sama Kak Winston bakal ke Jakarta 1 bulan sebelum the real show,' Nad menarik napasnya sebelum melanjutkan. 'Mereka bertiga akan set up street busking shows buat Halcyon dan perform bareng. tujuannya, untuk crowdfunding sebelum konser.'

'Good newsnya, yang pertama, stage time sepanjang konser buat halcyon including opening sama closing kurang lebih a quarter of the whole concert. kalian dapet ruangan sendiri, crew dan stylist as well. Universal music bakal funding seluruh kegiatan Halcyon beserta make up dan kostum per bulan depan.'

Nad menutup mulutnya dan memandang ke seluruh ruangan, mengamati wajah semua orang yang tercengang mendengar berita tersebut. Mereka masih nggak percaya dengan apapun yang baru saja dikatakan oleh Nad. ini tuh kayak ngeliat film di-pause dan semua karakternya lagi mangap. gitu deh pokoknya. seketika gadis 22 tahun itu menutup mulutnya dengan tangannya. matanya menyipit dan bahunya bergerak naik-turun. pemilik nama Nadeshda ini diam-diam tertawa melihat kejadian langka di hadapannya.

'Kok kita diketawain?' rupanya Jacob menyadari sosok di sampingnya yang tengah tertawa.

'Abis seragam sih. harusnya aku fotoin pas bengong terus aku post di twt Halcyon ya.' Nad masih cekikikan.

'Jahat banget sumpah,' kali ini Jerome berkomentar.

'Harusnya Kak Je liat mukanya sendiri pas mangap gitu,' Nad masih tertawa. 'Apalagi Kev. harusnya aku fotoin terus di-share di twitter.'

'Apa ini including additional members?' tanya Leon.

'Iya, Leon, kalian juga termasuk di perjanjiannya. nanti sisanya aku Kak Kiran sama Kev yang urus. semua kelengkapan konser bakal dikirim berkala ke sini mulai minggu depan,' Nad menjelaskan.

'Kiran udah tau?' Jayden bertanya.

'Sebenernya ini obrolan di grup yang isinya anak TD6 sama gue. Tapi entar gue coba hubungin Kak Kiran. Gimanapun, dia juga harus tau,' Nad berujar. Sementara itu, Kevin sibuk mengatur ponselnya. Ternyata, pemuda 22 tahun itu tengah menyalakan fitur Video Call di ponselnya.

'Kenapa Keb?' sahut Joan dari seberang nun jauh di sana.

'Kak Joan, makasih!' Kevin berujar sembari menyorot semua anak-anak Halcyon yang masih berusaha menata ekspresi mereka.

'Kak kasian, anak-anak ini pada jantungan,' Nad nyengir jahil. 'Kevin juga.'

'Loh, Kiran belom balik dari Jogja?โ€ Joan bertanya.

'Belum, kak. mungkin lusa,' Nad memeriksa pesan terakhir dari Kiran.

'Pokoknya gue sebagai perwakilan dari TD6 cuma mau bilang, kalian persiapin yang terbaik. ini kesempatan kalian untuk buktiin bahwa kalian tuh worth to perform with us. Bermusik dengan hati kalian,' Joan berujar disambut anggukan dari semua yang bertandang di ruangan itu.

'Kak, tidur lagi, di sana masih jam 4 pagi kan?' Nad berujar, mengomentari muka bantalnya Joan.

'See you in 3 months guys!'

dan facetime pun berakhir.


saved: 21/01/2021

Nad's Choice #Entry77


Hari itu, tepat setelah 1 bulan lamanya Nad, Kevin dan Kiran berlibur di Los Angeles. dan beberapa hari berlalu sejak peristiwa pengakuan cinta yang dilangsungkan oleh oknum Kevin dan Kiran pada Nad. Nad sempat minta waktu buat memutuskan perasaannya terhadap kedua pria tampan itu. memang, ini hal yang cukup sulit buat Nad. soalnya, yang pertama, Kiran sudah seperti kakaknya sendiri. meskipun keduanya nggak tinggal serumah, tapi sedikit banyak Kiran selalu menjaga dan merawat Nad bak adiknya sendiri. Nad baru kenal Kevin, Nad baru tau Kevin sesuka itu sama dia. Tapi jauh di dalam lubuk hati gadis 22 tahun itu, Nad merasa nyaman dan aman berada di dekat Kevin. Kevin-lah yang berhasil merobohkan dinding pertahanan Nad.

seperti biasa, pagi itu Ibun sudah ada di dapur, menyiapkan sarapan. Joan yang tinggal di rumah sebelah pun sudah mapan di meja makan bersama istri kesayangannya. Kevin dan Kiran sedang sibuk ngobrol sama Papa Angkasa di teras belakang sambil ngopi dan main catur. Nad dan Elisa sibuk di dapur juga, tapi nggak bantuin Ibun. mereka sibuk menyiapkan beberapa buah cupcake yang dihias dalam berbagai bentuk. ada 12 cupcake. 6 di sisi yang diberi label 'Kevin'. 6 lagi ada di sisi yang diberi label 'Kiran'. Nad mau kasih jawaban atas pernyataan mereka pake cupcake itu.

'bun, Kevin sama Kak Kiran jangan dikasih sarapan dulu,' pinta Nad.

'Loh, kenapa, nak?' tanya Ibun sembari menatap putrinya bingung.

'Kemarinan Kak Kiran sama Kak Kevin nembak Kak Nad, Bun. terus hari ini, cupcake itu jawaban dari penantian mereka,' jelas Elisa yang disambut dengan wajah Nad yang memerah.

'ya ampun, anak ibun,' Ibun tersenyum sembari bergeser mendekat ke putrinya yang tengah menghias cupcakes yang sejak pagi tadi dibuatnya itu.

'Bun, papa udah isengin Nad terus, Ellen sama Kak Joan juga, Elisa juga, apa ibun mau ikut-ikutan juga?' Nad merajuk.

'Nggak, nak. Ibun cuma mau bilang, siapapun yang Nad pilih, pasti akan kena ceramah Kak Joan dan Papa. jadi mereka harus siap-siap,' Ibun tersenyum sembari membawa nampan berisi sarapan ke ruang makan.

'Kak Nad kenapa milih Kak Kev?' tanya Elisa pelan sembari membantu menghias cupcakes.

'Sebenernya kalo ditanya siapa yang duluan deket dan suka aku, jawabanya Kak Kiran, El. tapi Aku nggak bisa melihat Kak Kiran lebih dari orang yang gantiin posisi Kak Joan waktu dia dan aku jauh. Kevin yang dengan berani deketin aku meskipun dia tau aku bangun tembok dan gak mau pacaran sama orang populer setelah putus dari Kak Elang.' Nad berujar. Tangannya sibuk menata cupcake berhiaskan cream frosting itu di atas piring.

'Kak Nad, siapapun yang kakak pilih, kalo mereka bikin masalah sama Kak Nad, Elisa, Kak Joan dan Ellen gak akan segan jadi pelindung kakak,' Elisa berujar sambil memeluk Nad.

'Makasi El,' Nad tersenyum dan merengkuh adik tirinya itu di dalam pelukan hangatnya.

'Nad, You ready?' Kepala Ellen menyembul dari balik tirai pemisah dapur dengan ruang makan.

Nad menyambut pertanyaan Ellen dengan anggukan penuh keyakinan. 'Yep,' sahutnya sembari membawa piring berisi cupcake milik Kevin yang sudah ditutup oleh tutup saji, dibelakangnya Elisa membawa milik Kiran, sama-sama tertutup tudung saji.

'Kak Kiran, Kevin, gue harap, waktu kalian buka tudung sajinya dan tau siapa pilihan gue, kalian bisa nerima dengan legowo dan tolong jangan pernah berantem karena gue. I adore your friendship so far,' Jelas Nad sembari menaruh piring di tangannya di hadapan Kevin.

'Kalo berantem, ga boleh main ke sini lagi' Sahut Elisa yang langsung disambut kekehan lembut Ellen dan Joan.

'Lo berdua harus buka barengan. dan apapun keputusan Nad, kalian harus terima,' Joan memberi petuah penutup sebelum kedua pemuda tampan itu membuka tudung saji dan menemukan jawaban Nad di sana.

Punya Kiran, ada deretan cupcake kecil dengan tulisan I'm Sorry tersusun rapi di papan kecil yang menutupi keenam kue kecil berhias krim putih itu. sementara di piring yang ada di hadapan Kevin, diantara enam cupcake kecil berhias cream keju miliknya, ada sekuntum mawar kuning tersemat dan ornamen tulisan yang menyusun kata Yes.

Nad berhenti di belakang Kevin yang masih duduk menatap kuenya dengan tampang cengo. Perlahan, Gadis yang wajahnya masih bersemu merah itu mengalungkan kedua lengannya di leher Kevin dan menyandarkan dagunya di bahu sang adam. 'Thank you for coming into my life, I'm glad you broke my defense,' bisiknya lembut. Di ekor matanya Nad bisa lihat kalau Kevin pun bersemu kemerahan dan tersenyum lebar waktu tahu penantiannya nggak sia-sia.

Setelah itu, Nad duduk di samping Joan, berhadapan dengan Kevin dan Kiran. 'Kak Kiran, maaf. It's been hard for me to decide this past few weeks. Tapi gue yakin cuma lu yang bisa jadi kakak gue, seperti Kak Joan. Lu sosok yang dewasa dan gue yakin suatu saat nanti, ada cewek yang bisa nemenin lu. You're always a brother to me. Like Kak Joan.' Nad berucap pelan.

'Kak Joan, gue pinjem Nad sebentar ya,' Kevin berinsiatif berjalan mendekati Nad dan menggandeng tangan gadis itu, membimbing Nad ke teras belakang.

'Kev,' Nad mendongak, menatap wajah Kevin.

'I love you,' ungkap Kevin blak-blakan sembari merengkuh Nad dalam pelukannya.

'You've broken all the walls i've been building all these time,' Nad menatap mata Kevin. Jarak diantara keduanya saat ini perlahan semakin menipis.

Kevin berinisatif menunduk untuk memotong jarak tinggi badan mereka yang terpaut 12 cm. perlahan, jarak itu mulai hilang, tergantikan suara degup jantung kedua insan yang semakin terakselerasi ketika jarak wajah mereka semakin dekat. Tanpa ragu, wira tampan itu mendaratkan bibirnya di atas bibir merah jambu kepunyaan Nad.


Saved: 3/1/2021

Elisa dan Winston #Entry71โ€“ Halcyon


'Jadi tuh Kak Winston suka sama Elisa?' Tanya Nad di dalam mobil saat Brian dan Winston mengantarnya pulang.

'Uh โ€” Eh, gimana ya?' Winston-pun salah tingkah ditanyai begitu sama Nad.

'Jawab aja, Win. Lagian kan lu suka sama dia karena biasa bareng juga kan?' timpal Brian sembari fokus menatap jalan yang mereka lalui sembari sesekali menatap ke kaca spion untuk mengecek kendaraan yang lalu-lalang di sekitar mereka.

'Gue ga akan lapor ke kak Joan. But, he most likely finds out about it on his own. soalnya you know Elisa bucin banget ke lo, kak,' Nad nyengir sambil melirik Brian untuk meng-approve agendanya ngejahilin Winston. Yang langsung disambut anggukan dan cengiran jahil dari oknum bernama Brian yang lagi nyetir di sampingnya.

'El ada di rumah kan tapi?' Brian bertanya pada Nad.

'Tadi pas gue ke studio sih dia bilang hari ini ga kemana-mana. but, who knows?' Nad menaikkan bahunya.

Sekitar 5 menit kemudian, Rubicon abu-abu itu pun tiba di depan town house sederhana di perumahan elit Beverly Hills, Los Angeles. Nad kaget karena adik tirinya yang manis itu sudah menunggu di depan rumah, kayaknya Elisa habis telfonan atau browsing tiktok di depan rumah.

'Kak, stay. jangan turun dulu, biar El ga kabur. gue dulu aja yang turun,' Nad menahan Winston dan Brian yang sudah ancang-ancang mau turun dari mobil ganteng-nya Brian.

Kenapa mobil ganteng? Elisa bilang, Brian yang udah dari sononya ganteng kalau turun dari mobil jeep warisan papanya itu kadar kegantengannya naik 200%. hehehe.

'Elisaaaa,' Nad berlari ke teras depan dan mengajak Elisa menuruni tangga teras depan. 'I got a surprise for you.'

'Apaan nih, kak Nad?' Elisa menatap Nad bingung sambil mengikuti Nad berjalan ke pelataran depan rumahnya. Dan dengan itu, kedua manik coklat muda Elisa tertutup oleh telapak tangan mungil Nad.

Setelah menutup kedua mata Elisa, Brian dan Winston turun dari mobil dan mendekat ke arah dua gadis yang berdiri di beranda rumahnya itu. dan setelah kedua pria tampan itu berdiri di hadapan mereka, Nad perlahan menurunkan tangannya.

'Ih apaan Elisa jelek banget sekarang,' Elisa menutup wajahnya saat menemukan wajah Winston tersenyum grogi di hadapannya.

'Kamu cantik kok, Tuh aku ajak Kak Winstonnya sekalian, biar El ga pake titip salam lagi,' Nad berbisik di telinga Elisa. 'Gih, ngobrol sama Kak Winston.'

'Lu masuk aja, udah diintip sama pacar-pacar lu,' Brian menyenggol Nad sambil mengedikkan bahunya ke arah jendela town house bernuansa country itu. terlihat sosok Kevin dan Kiran muncul dibalik venetian blind jendela depan.

Nad terkekeh sambil memberi sinyal supaya kedua cowok itu keluar dari persembunyian mereka dan bergabung dengan mereka. Kevin muncul dari pintu depan, pemuda itu nampak santai dengan hoodie dan celana panjangnya, sedangkan Kiran pakai celana jeans dan kaus hitam. Sementara Winston dan Elisa mulai bercengkrama dan Brian yang ikutan nimbrung, Nad berjalan dan dengan spontan memeluk pinggang Kiran dari belakang, pemuda itu terbelalak kaget.

'Maafin gue, kak. I need time to think.' Nad berujar dari balik punggung Kiran. kemudian, Nad melepas pelukan itu dan melakukan hal yang sama pada Kevin. 'Give me time, Kev. gue janji, gue nggak akan bikin kalian nunggu lama.'


Saved as: Elisa dan Winston 20/12/23 10:33 Word Count: 517 Words