𝑴𝒆𝒏𝒚𝒆𝒓𝒂𝒉 Part 1


Younghoon's A To Boyz inspired story


Kamu selalu melihat dia sebagai sosok yang sempurna. Wajah tampan, otak yang cemerlang, ranking 1 parallel setiap tahun. Keluarga kaya, terpandang, siswa unggulan, pokoknya semua orang ingin jadi seperti Younghoon. Sayang, mereka nggak tahu apa yang anak muda ini alami di balik semua yang nampak di kasat mata khalayak ramai. Beban yang berat terpatri di pundaknya. Ayahnya meletakkan beban itu sedari ia duduk di bangku sekolah dasar. Tak jarang Younghoon belajar hingga larut, hingga tubuhnya sendiri menolak untuk terus bertahan.

'𝑨𝒌𝒖 𝑳𝒆𝒍𝒂𝒉' itu kalimat yang selalu tertahan di kerongkongannya ketika Ayahnya menuntut dirinya untuk lebih berprestasi lagi.

'𝑨𝒌𝒖 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒕𝒆𝒎𝒂𝒏-𝒕𝒆𝒎𝒂𝒏𝒌𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏. 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒌𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒔𝒂 𝒎𝒖𝒅𝒂𝒌𝒖 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍,' Itu hanya bisa terucap dalam benaknya, dalam diamnya, di air mukanya.

Yang semua orang lihat, Younghoon adalah sosok yang sangat sempurna. Tubuh tinggi, Bahu yang bidang, Kulit yang putih, rambut hitam legam, senyum menawan. jauh di dalam lubuk hatinya, semua itu hanya sesuatu yang kosong, tidak ada artinya, hanya pemuas nafsu ayahnya. Ia lelah, beban yang diembannya terlalu berat. Ia selalu nampak seperti Kuda pacuan yang bekerja keras hanya untuk pemuas nafsu orang lain yang bertaruh diatas namanya.

Tak ada yang mengetahui hal itu. Yang bisa merasakan apa yang bercokol dalam hati pemuda tampan itu hanya Yebin, teman sebangku Younghoon. yang selalu berada di sebelah pemuda 183 cm itu dalam diam, seakan paham, pemuda itu hanya butuh orang yang paham perasaannya dalam diam.

𝙨𝙖𝙧𝙖𝙥𝙖𝙣 𝙙𝙪𝙡𝙪. 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙗𝙪𝙩𝙪𝙝 𝙩𝙚𝙣𝙖𝙜𝙖 𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙗𝙚𝙧𝙟𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙝𝙖𝙧𝙞 𝙞𝙣𝙞.

Yebin menggeser sekotak susu coklat dan sandwich telur yang dibelinya di mini market dekat sekolah dalam perjalanannya hari itu. Rasanya ada yang aneh hari itu. Hari itu terbilang sangat cerah dan udara cukup lembab dan panas, hari-hari pertama musim panas sudah mulai datang. Semua masuk sekolah dengan seragam musim panas mereka. Tapi Yebin tak menutup seragamnya dengan sebuah cardigan berwarna lilac.

Younghoon menatap gadis yang duduk di sampingnya sebentar sebelum akhirnya menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Yebin dan menarik pelan lengan cardigan dara berambut sebahu itu dan menampakkan bekas-bekas luka baik lama dan baru di pergelangan dan sekujur lengannya. Matanya menatap lengan dan mata Yebin bergantian. Yebin yang merasa seperti seakan-akan Younghoon menangkapnya mencuri buah Cherry dari pohon orang.

Younghoon menunduk dan nampak menggoreskan pensilnya di atas selembar post it yang kemudian ditempelnya di punggung tangan Yebin.

𝘞𝘩𝘢𝘵 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘦𝘯𝘦𝘥? 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘪𝘢𝘱𝘢𝘪𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢𝘮𝘶?

Yebin membaca sembari menata meja nya karena sebentar lagi kelas akan dimulai. setelah itu ia menempelkan post it di buku Younghoon.

𝙄'𝙢 𝙤𝙠𝙖𝙮. 𝙖𝙧𝙚 𝙮𝙤𝙪 𝙤𝙠𝙖𝙮?

tes.. tes... tes...

sembari membaca tulisan Yebin, cairan merah kental, darah segar turun menetes membasahi post-it dari gadis itu. Yebin dengan sigap melakukan prosedur pertolongan pertama terhadap mimisan. Younghoon lagi-lagi memaksakan dirinya untuk belajar dan melupakan bahwa dirinya bukan robot yang tak akan sakit kalau tak beristirahat.

'Hoon, udah ya. kamu butuh istirahat,' Yebin menatap teman sebangkunya itu dengan tatapan khawatir. 'kalo gini terus kasian badanmu.'

'I'm gonna die anyways, Yeb,' Younghoon menghela nafasnya sembari melepas gulungan tisu yang menyumbat hidungnya dan membuangnya di tong sampah. 'I have everything yet i felt so empty inside. gue mau nyerah aja, Yeb,' Younghoon mengacak rambutnya penuh frustrasi.

'I can never surpass your intelligence, hoon. I'll have to be happy being the second best,' ujar gadis manis berambut sebahu itu sambil menatap pria tampan di sampingnya dengan tatapan nanar.

Sesungguhnya, menurut Younghoon, Yebin bisa melampauinya dengan mudah. Namun, Yebin memperlambat langkahnya agar tak lagi ada suara pukulan atau tamparan dari balik tembok rumahnya yang bisa dibilang cukup menempel dengan kediaman keluarga Kim.


[Time skip to: 3 bulan setelah kejadian di atas]


Tiga bulan berlalu dengan begitu cepat. Younghoon dan Yebin semakin dekat dan akrab. keduanya nampak sering terlihat menghabiskan waktu belajar bersama di kelas maupun di perpustakaan. Tak jarang pula kedua insan ini terlihat terlambat keluar dari sekolah karena saling mengajari satu sama lain. Younghoon yang lebih cepat menyerap dalam matematika dan ilmu sosial akan mengajari Yebin, begitu pula sebaliknya, Yebin akan mengajari Younghoon materi yang tak dipahami pemuda itu dalam bidang sains dan Bahasa yang lebih dikuasainya.

Ujian akhir semester sudah semakin mendekat. Keduanya jadi semakin ambisius dalam belajar. Tak jarang keduanya saling menguatkan satu sama lain. Kalau Yebin ketiduran saat mereka belajar, Younghoon sering menggambar bunga matahari di pergelangan tangan kanan sang dara. sementara itu di pergelangan tangan kiri si manis itu, pemuda berkulit putih itu kerap kali menggambar pelangi. sebagai pengingat kalau masih ada harapan untuk gadis itu. Sementara itu, tak jarang terlihat Yebin membawakan sarapan atau makan siang untuk Younghoon. Keduanya saling menyembuhkan luka masing-masing.

Dalam hati pemuda yang nyaris menginjak usia 18 itu, ia bersyukur ada sosok Yebin yang membantunya perlahan sembuh dari luka hati terhadap ayahnya yang terlalu menuntut. pemuda jangkung itu menetapkan di hatinya. usai ujian nanti, setelah semuanya selesai, ia akan menyatakan perasaannya pada sang gadis. Pokoknya, Younghoon nggak mau keduluan sama orang lain. sudah berencana untuk menjadikan Yebin kekasihnya.

'Yebin, nanti kalau ujian udah selesai, kita ketemuan di Han river ya?' pinta Younghoon sambil menoleh ke arah Yebin yang tengah membuatkan ringkasan materi bahasa dan sastra Korea untuk pemuda bermarga Kim itu.

'Boleh,' Yebin mengangguk. Wajahnya nampak letih dan pucat kala itu.

'Yeb, ada apa?' Younghoon menatap Yebin penuh khawatir.

'Ngga apa, Hoon. Gue capek. Istirahat dulu ya,' Yebin tersenyum lemah sambil menyandarkan kepalanya di bahu Younghoon yang bidang.

Beberapa saat mereka lalui dalam diam, Younghoon, yang bahunya dijadikan sandaran, hanya duduk sambil merangkul pundak Yebin dan mengusap-usap pundak Yebin. Tanpa terasa, gadis yang terpaut sebulan lebih muda dari Younghoon itu meneteskan air matanya. rasanya sudah lama dia tak merasakan kenyamanan dan kebebasan untuk menangis seperti saat Younghoon merangkulkan tangannya di bahu dara bermata kecoklatan itu.

Younghoon yang merasa ada benda asing membasahi kemejanya pun tak menghentikan aktivitas tangannya yang masih merangkul sang dara. Buat Younghoon, sosok Yebin sangat kuat, ia selalu melihat ketegaran Yebin. Yebin yang sebenarnya bisa mengalahkannya menduduki ranking 1 parallel angkatan mereka, sengaja betah duduk di ranking 2 lantaran ia pernah memergoki ayah Younghoon yang tega menyiksa anaknya sendiri karena ia menuntut Younghoon untuk jadi yang terbaik.

Di lain sisi, Younghoon juga tak jarang melihat kedua orang tua Yebin menuntut lebih terhadap putri bungsunya itu. Tak jarang Yebin dibandingkan dengan Yeseul dan Yejun, kedua kakaknya yang berhasil masuk universitas S dengan nilai cemerlang.

'Hoon, maaf ya,' Yebin mengusap airmatanya.

'Nggak papa, Yeb. Thanks udah mau bersandar di bahuku waktu kamu butuh tempat bersandar,' sebuah senyum tulus terukir di bibir merah jambu pemuda 17 tahun itu.

'Hoon,' yebin memanggil pemuda itu lagi.

'Ya?' si jangkung berambut hitam legam itu menatap gadis di hadapannya sambil menangkup pipi sang puan dengan kedua tangannya dan membersihkan sisa air mata di pipi yang bersemu kemerahan itu.

'Sorry. bajumu jadi basah,' Yebin menatap bagian bahu kemeja seragam Younghoon yang basah karena airmatanya.

'Nggak apa, yang penting kita lewatin semuanya sama-sama ya,' mata coklat tua milik pemuda Kim itu menatap gadis di hadapannya lekat-lekat. 'Jangan sakitin dirimu lagi,' Younghoon menarik lengan Yebin dan menggenggamnya.

Hangatnya telapak tangan Younghoon mengalir ke seluruh tubuh Yebin, membuat pipi gadis itu bersemu merah.

'lucu sekali,' begitu pikir Younghoon saat itu.

Keduanya merapikan barang-barang mereka dan segera bersiap untuk pulang ke rumah mereka karena hari sudah cukup larut. Sepanjang perjalanan ke rumah mereka dilewati dalam diam, ketenangan yang sesunggunya sangat nyaman untuk keduanya. seakan mereka bisa saling memahami satu dengan yang lainnya dalam diam.


𝒑𝒂𝒓𝒕 𝟏-𝒇𝒊𝒏

𝒕𝒐 𝒃𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒊𝒏𝒖𝒆𝒅.


word count: 1219 Words. Saved: 16/03/2021