Forever You're My Star a short story — seutas kisah tentang Christian Sanjaya Sadawira, Joseph Wicaksana (choi san dan Jung Wooyoung milik @ateezlokalan) dan Anastasia Tiara Kurniawan (Choi Yena) — [listen while reading: https://open.spotify.com/track/0wuGxn6mILf918ZIaeiIG5?si=kzL0r5_bTRminerL5eGAQQ ] — Day After Day Maybe I lose some memories But You’ve always been the light to me I think I will never forget those days with you The star that always watch for me. – Star 1117 ATEEZ —
2022, sudah 5 tahun berlalu sejak kepergian sosok Anastasia Tiara Kurniawan dari kehidupan Christian Sanjaya Sadawira. Namun, bayang-bayang Ara, begitu gadis manis berkepribadian ceria itu akrab disapa, nggak pernah pergi meninggalkan relung hati lelaki 23 tahun yang akrab disapa San itu. Banyak cewek yang udah nembak atau ngakuin ketertarikannya buat si ganteng berlesung pipit ini, tapi satu persatu ditolaknya karena di hatinya masih dibayang-bayangi oleh memori Ara. Setiap tanggal 10 Juli, ulang tahun San, pemuda 176 cm itu selalu dan nggak pernah absen pergi ke rumah penyimpanan abu tempat abu jenazah Ara disemayamkan.
Ara dan San, kedua insan ini sudah kenal sejak mereka duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Ara yang tiap hari harus ke sekolah pakai masker karena kondisi kesehatannya membuat banyak anak-anak seusianya menganggap gadis itu aneh. Tak jarang Ara dihina atau diejek 'virus' sama teman-temannya karena kondisi yang mengharuskannya mengenakan masker setiap hari. Hal itu yang menyebabkan San bertekad menekuni Taekwondo di bawah naungan Dojang milik ayahnya.
Sejak kenal sama Ara, hidup San yang awalnya biasa-biasa aja jadi lebih seru, kayak main roller-coaster. San juga banyak belajar dari Ara. Ara nggak pernah patah semangat. Ara pernah bilang, meskipun dia sakit dan lemah, Ara nggak pernah sedih karena banyak yang sayang sama dia. Walaupun Ara nggak bisa seperti temen-temen yang lain karena kondisinya, Ara selalu jadi sosok yang ceria, penuh senyum dan penuh semangat. Bahkan di tengah kondisinya yang seperti itu, kadang Ara tetap semangat membantu San yang sering ketinggalan pelajaran karena sibuk ikut lomba mewakili sekolah kalau ada acara pekan olahraga nasional.
10 Juli 2017, saat rumah sakit menyatakan bahwa sudah ada donor paru-paru untuk mengurangi derita Ara, tak butuh waktu lama buat gadis berusia 17 tahun itu untuk mengangguk mantap dan masuk ke ruang operasi untuk menjalankan operasi itu. Naasnya, Operasi yang diprediksi akan berhasil dan memperpanjang hidup gadis cantik itu malah berakhir dengan kepergian Ara untuk selamanya. Ulang tahun yang paling menakutkan buat San dari seluruh hidupnya. Yang San ingat hari itu, sebelum masuk ke ruang operasi, Ara menangis dan memeluknya lama sekali. Hari itu, Ara mengalungkan liontin perunggu berisi foto mereka berdua di leher San.
“San, apapun yang terjadi, bintang yang paling bersinar itu punya gue. kalau lihat bintang itu, inget gue ya.” itu pesan yang disampaikan Ara sambil bersimbah air mata sebelum masuk ke ruang operasi.
Dari sekian banyak operasi yang sudah dilewati Ara, ini yang paling berat. Ara sudah nggak sanggup lagi, mungkin memang ini jalannya. 10 Juli 2017, tepat pukul 11 malam, di tengah proses operasi, Ara harus tutup usia. Yang tak diketahui San malam itu, Ara meninggalkan kedua matanya untuk orang yang membutuhkan itu kelak.
Flashback
Tahun ajaran baru sudah dimulai. Sebenernya, teman sekelas San di tahun ajaran ini nggak terlalu berbeda dengan teman sekelasnya waktu tahun ajaran sebelumnya. tapi ada satu yang berbeda. ada anak perempuan berambut sebahu duduk di bangku belakang. separuh wajahnya tertutup masker bedah, tubuhnya kurus. Namun, gadis itu memiliki sepasang netra yang berhasil menghipnotis netra teruna tampan berlesung pipit itu. San langsung duduk di samping gadis itu dan mengulurkan tangannya.
'Namaku Christian Sanjaya. Panggilnya San aja,' San kecil tersenyum, menampilkan sepasang cekungan di pipinya, kedua netra hitamnya menyipit, membentuk lengkungan bulan sabit. tangannya terulur.
'Aku Anastasia Tiara, panggil aku Ara,' Ara menyambut tangan kanan San yang terulur padanya itu.
'Kenapa pakai masker? kamu sakit?' tanya San penasaran.
'Tapi ini rahasia kita berdua ya,' angguk Ara sambil berujar. suaranya agak serak waktu itu.
Ara punya kondisi paru-paru yang disebut dengan Cystic Fibrosis atau CF. Ini penyakit langka yang nggak bisa sembuh. Untuk menjaga kondisi Ara, Ia harus menjalani serangkaian perawatan baik di rumah atau di rumah sakit. Kondisi ini menyebabkan Ara harus menjaga agar dirinya nggak terpapar debu atau kuman karena kelemahan pada paru-parunya.
Karena nama penyakitnya yang sulit dan keadaannya yang sulit dipahami orang normal, Ara nggak bisa menjelaskan penyakitnya pada San, dan San nampak puas dengan anggukan kepala dan senyuman manis yang membuat lesung pipit terlukis di pipinya yang bersemu kemerahan. Seiring dengan berjalannya waktu, San dan Ara menjadi sahabat. Ara kerap kali menghadiri pertandingan taekwondo San.
Tak jarang pula San menemani Ara menjalani pengobatannya di rumah sakit. Kadang, San menolak kalau orang tuanya mengajaknya pulang ketika Ara harus menginap di rumah sakit pasca pengobatan. Meskipun teman-teman di sekolah nggak mau berteman dengan Ara karena Ara dianggap aneh, San selalu standby di samping Ara.
Waktu begitu cepat berlalu, tanpa terasa Ara dan San sudah berada di bangku SMA. entah berapa ratus hari harus dihabiskan Ara di rumah sakit dan entah berapa puluh operasi yang sudah dijalani. Tapi ditengah semua hari berat itu, hadirlah Joseph dalam lingkaran pertemanan yang awalnya cuma berdua itu. Joseph memberi warna baru di seluruh keseharian Ara dan San.
Tanpa sadar, San yang sudah terbiasa bersama Ara mulai menaruh rasa pada sang dara. sementara itu, Ara, yang nggak nyadar kalau San mulai jatuh hati padanya, malah menaruh matanya pada sosok Joseph yang bawel dan selalu punya bahan obrolan serta pandai melucu.
'Ra, lu suka sama Joseph ya?' tanya San suatu ketika, saat keduanya tengah menanti Joseph yang tengah berlatih dance.
'Eh—oh nggak kok, kenapa emangnya?' Ara berusaha mengelak. San hanya terkekeh, soalnya dia tahu betul Ara nggak pandai berbohong.
'Jujur aja kali Ra sama gue. kita sudah 10 tahunan temenan, gue tau banget lu suka sama Joseph,' San tertawa sambil memainkan rambut Ara.
'Seandainya aja dia tau. dia pasti nolak gue mentah-mentah,' Ara tertunduk sembari memainkan sendok di mangkok baksonya yang sudah kosong.
'Tapi kan belum dicoba, Ra,' San berusaha menyemangati Ara.
'Gue kan penyakitan, San. dia nggak mungkin mau punya pacar yang penyakitan kayak gue. apa lagi penyakitnya ga bisa sembuh,' kilah Ara.
Ia kemudian merogoh ranselnya dan mengeluarkan sebuah buku sketsa. Ara membuka halaman yang berlukiskan sepasang paru-paru yang ditumbuhi bunga sakura.
'ini yang gue harapkan, bunga sakura tuh indah, San. tapi apa..' Ara membalik halamannya dan disana ada gambar sepasang paru-paru yang penuh luka di setiap sisinya, ini yang gue punya sekarang.'
Air mata jatuh membasahi pipi Ara. bahunya bergerak naik-turun. melihat itu, San auto berlari menghampiri Ara dan merengkuhnya dalam pelukan hangatnya. 'Nggak gitu, Ara. masih banyak yang mau sama lo.'
'termasuk gue, Ra' kilahnya dalam hati.
'Loh, Ara kenapa?' tanya Joseph yang baru aja kelar latihan dance.
'Daily blues,' sahut San pelan.
'Kalo gitu, hari ini ke bogor yuk. liat bintang,' ajak Joseph.
San cuma melirik ponselnya. 'Habis jam minum obat sama Avvlo vest ya, Seph,' jelasnya.
Joseph duduk di samping kedua sahabatnya. 'Sip. gue numpang mandi kalo gitu,' ujarnya lagi.
Usai pembicaraan itu, San, Joseph dan Ara langsung bertolak menuju rumah Ara yang terletak tak jauh dari sekolah mereka. Setelah membantu Ara masuk kamarnya, Joseph langsung minta izin mamanya Ara untuk numpang mandi sementara San membantu Ara menyiapkan obat-obatan yang harus diminumnya dan menyiapkan Avvlo vest untuk terapi mengeluarkan lendir dari paru-parunya.
Malam itu, Joseph, Ara dan San pergi ke Bukit Bintang di Puncak buat melihat bintang, salah satu kegiatan yang paling mereka suka lakukan untuk melepas penat. semakin malam, udara semakin dingin. San berinisiatif mengambil selimut dari laci dashboard mobil dan menyelimuti paha dan kaki Ara sementara Joseph melepas jaketnya dan menyampirkannya di bahu mungil sang gadis.
'San, Jos, kalo nanti gue sampe ga ada....'
'Nggak ah, jangan ngomong gitu,' potong Joseph sambil menggelengkan kepalanya.
San hanya diam dan menggenggam tangan sang dara manis di sampingnya itu.
'Kan 'If' gitu, Seph. Kalo seandainya aja. itu tuh, di sana ada bintang yang paling terang. itu bintang gue. kalau seandainya nanti gue duluan yang harus pergi, itu bintang gue, gue akan selalu ngeliatin kalian dari atas sana.' lanjut Ara.
'Ra, gue baru kenal sama lu sebentar, gue ga siap kalau kita harus berpisah,' Kilah Joseph.
‘Kalo boleh jujur, Seph, gue capek sama hidup gue yang sangat lemah dan bergantung sama semua alat-alat yang nempel di gue dan yang ada dalam tubuh gue. The countless surgeries I have to go through. there are times i wanted to get up there and watch over those i loved,' tanpa terasa air mata itu mengalir membasahi pipi sang gadis.
'Lu hebat, Ra. You're the strongest and most beautiful girl i've ever seen. lu berjuang dengan kuat, gue bangga sama lu,' Joseph pun ikut menangis.
'I'll bring the gold medal to you, like every time. you deserve these gold medals' San menatap gadis di sampingnya, suaranya bergetar dan tangisnya pecah saat itu juga.
'Gue bakal di rumah sakit untuk beberapa waktu mulai besok, sampai gue dapet donor paru,' isak Ara.
'Kita bakalan terus di samping lu, Ra,' Joseph mengusap air matanya dengan lengan hoodienya.
'Nyokap lu pasti udah nyariin, balik yuk,' San membantu sang gadis untuk berdiri diikuti oleh Joseph yang ikut berdiri dan merapikan alas duduk mereka.
Juli 2017,
Tepat enam bulan setelah hari itu. Enam bulan berlalu begitu lambat bagi Ara yang harus tinggal di rumah sakit. Dalam 6 bulan itu, San sudah membawa pulang 6 medali emas untuk Ara, Joseph pun sering nampak terlihat menemani Ara di rumah sakit. Kamar rumah sakit yang didiami Ara kini juga jadi tempat kediaman Shiber, boneka kesayang San yang dipinjamkan pemuda itu pada pujaan hatinya untuk menemani Ara. Kamar rawat inap Ara kini telah dihiasi tabel jadwal konsumsi obat, avvlo vest, dan gambar hasil ilustrasi karya Ara.
Dokter bilang, sudah ada donor paru yang telah diuji di lab dan cocok untuk jadi donor paru untuk Ara. Papa dan mama sangat senang mendengar itu, begitu pula Ara, San dan Joseph. Tanggal 10 Juli 2017, adalah tanggal yang dijadwalkan buat Ara untuk menerima paru-paru itu, hari itu juga adalah hari ulang tahun San.
Jujur Ara takut menghadapi ini, soalnya dia tau kalau peluang keberhasilannya 50:50. semua berharap operasi itu berhasil dan Ara bisa kembali bersama dengan mereka. Tapi Tuhan berkehendak lain. Dokter keluar dari kamar operasi keesokan harinya dan mengumumkan dengan berat hati bahwa hidup Ara harus berakhir di meja operasi.
Saat itu juga tangis Joseph dan San pecah. Kedua pemuda itu terduduk di lantai dan menangis tersedu-sedu. Sosok Ara begitu berharga buat mereka. Bagi keduanya, Sosok Ara merupakan wanita terkuat selain ibunda mereka. Gadis yang sosoknya melebihi superhero yang biasa mereka lihat di komik-komik. Sekarang, sosok wanita super itu sudah tiada lagi di muka bumi ini. Tapi pesan Ara sebelum karantina itu melekat di hati mereka. Bintang yang paling terang, itulah Ara. Ara akan terus melihat mereka dari atas sana. Itu yang mereka ketahui.
Tapi, yang nggak pernah mereka ketahui, di hari yang sama, Ara meninggalkan sebuah kenang-kenangan yang begitu berarti untuk keduanya. Ara tetap tinggal di hati San dan Joseph sebagai sosok gadis kuat yang menjalani kehidupannya yang begitu berat dengan segala pemikiran positif yang selalu terlontar dari bibir manisnya.
*‘Sampai jumpa, Ra. Sampai jumpa di Utopia sana. Di tempat lu bisa bernafas dengan bebas tanpa harus mikirin minum obat, terapi atau menjalani oprasi untuk memperpanjang hidup lo,’ *– Joseph —
10 Juli 2022, Rumah Penyimpanan Abu 'Heaven', Jakarta.
'Ra, gue balik,' San menatap foto Ara yang tersenyum sembari merangkul dirinya dan Joseph. 'Gue sehat, sekarang gue udah lulus kuliah. udah kerja juga di sekolah tempat kita dulu. gue kangen lo. Gue nyesel dulu gue nggak macarin cewek secantik dan sehebat lo,' San melekatkan buket kecil bunga baby's breath di kaca loker tempat guci abu mendiang Ara disimpan beserta beberapa kenangan mungil tentang gadis manis itu. San menyentuh liontin yang masih menggantung di lehernya itu.
Mungkin banyak memori yang sudah memudar di ingatan San. Mungkin sudah banyak memori yang terlewat tanpa kehadiran Ara. Tapi, Di hati San, terpatri semua memori indah yang telah ia lewati selama ini bersama Ara dan Joseph. Sekarang, Ara menepati janjinya pada Joseph dan San. Ia menjadi bintang paling terang yang selalu menjaga kedua sahabatnya dari atas langit.
'Thanks for all the memory you gave me all this time. I'll always look for the brightest star and see you there. Thank you for all these years, Anastasia Tiara Kurniawan.' – San