jace'sarchive

yang nulis tiga sekamar

#Untitled 2. Tentang Niccio


Tidak ada yang spesial dari seorang Niccio Santiago Kurniawan. Ia dilahirkan sebagai anak bungsu dan satu-satunya anak laki-laki di keluarganya. Niccio diambil dari Nicholas dan Ciara gabungan dari nama papa dan mama. Cio, begitu ia disapa, punya kakak perempuan yang namanya Niccara Langit Senja Kurniawan. Kak Skye sekarang bekerja sebagai News Anchor di Berita Khatulistiwa asuhan Samudera Corp, dibawah bimbingan Nayyara Siregar.

Cio sendiri baru saja menerima gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dari KQ University, salah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Saat ini, pemuda 23 tahun itu tengah bekerja sebagai freelance contributor and columnist di salah satu anak perusahaan Samudera Corp yang bergerak di bidang media cetak. Untuk ukuran anak muda, Cio tergolong satu dari sekian anak yang punya pemikiran kritis dan tajam. Ini semua lahir dari hobinya membaca buku-buku mulai dari fiksi hingga ensiklopedia semua dilahap oleh pemuda pemilik lesung pipit ini.

Selain punya Kakak secantik Kak Skye, Cio juga punya seekor kucing siamese ragdoll yang dinamainya Galaxy. katanya sampai nanti Cio sudah punya pacar, Galaxy akan jadi semestanya Cio. pokoknya satu-satunya hal yang dibucinin banget sama Cio cuma galaxy. FYI, Cio udah lama banget menyandang status Jomblo selepas putus dari Gabriel yang sekarang jadi sahabatnya.

Dulu, Cio pacaran sama Gabriel mulai dari kelas 2 SMP. mereka bertahan setahun, terus putus dengan alasan, Briel dan Cio ternyata emang lebih bisa saling memahami kalau jadi sahabat. Setelah Briel, banyak yang ngantri jadi pacarnya Cio. Namun, pemuda itu memutuskan untuk nggak terlibat masalah cinta untuk sementara waktu. sementara waktunya ada dari rentan kelas 3 SMP sampai lulus kuliah, which is lama banget. Kak Skye sampai mempertanyakan kenapa Cio betah banget ngejomblo gitu aja.

Tapi siapa sangka ada pertemuan yang nggak direncanakan yang mengawali semua petualangannya bersama jodoh yang disiapkan semesta untuknya.


#Untitled 1. Tentang Andra


Menurut Nayyara, kakak perempuan sekaligus sekretaris pribadinya, sosok Andra tuh terlalu fokus sama kerjaan. Nay kadang sampe pusing ngadepin adiknya yang selalu lembur ngurus perusahaan Ayah mereka. Kadang Nay nggak tega ngelihat Andra pontang-panting sendiri ketika perusahaan mereka terlibat masalah besar.

Sepeninggalan Ayah, semua masalah perusahaan auto jatuh ke tangan Andra. Saat itu, usia Andra baru 25 tahun, baru saja mau mulai pendidikan Magister di kampus almamaternya. Akhirnya, Ia memilih meneruskan usaha Ayah dan menjadi tulang punggung keluarga. Beberapa kali, Andra harus dirawat di rumah sakit lantaran terlalu stress akan tekanan kerja.

Memang, di kalangan lingkaran pertemanan Andra, semua temannya sudah bekerja dan rata-rata masih jadi budak korporat. lain kisahnya dengan Andra. sejak muda, ia harus memikul tanggung jawab untuk menafkahi Mama, Nay dan Nerissa, kedua saudari nya. Tahun ini Nerissa masuk kelas 11, sementara Nay akan menikah dalam waktu dekat.

Kalau ditanya, mau berhenti kerja atau nggak, Nay pasti akan memilih jadi ibu rumah tangga kelak. tapi mana ia tega melihat adik laki-laki semata wayangnya itu memeras keringatnya untuk keluarga mereka. Pernah terbersit di relung hati Nay mengenai jodoh adiknya. Soalnya, di Samudera Corp udah banyak cewek yang ngedeketin Andra. tapi nggak digubris sama anak ini. Andra nggak pernah tertarik untuk menjalani hubungan romantis. Di dalam hidupnya hanya ada mama, Nerissa, Nayyara dan Samudera Corp. otak dan hatinya sudah terlalu penuh untuk mikirin masalah pacaran dan menikah.

Tapi, mana tau suatu saat nanti, ada sosok yang bisa mengisi kepingan puzzle di hati Andra yang belum lengkap itu. yah, kita lihat saja lah.

#WooSan


Love Has No Specific Shapes, Colors and Genders


‘Maaf gue nggak bisa bohong sama perasaan gue…’ Saga berujar pelan sambil menatap balik mata pujaan hatinya.


Sebuah pengakuan meluncur dari mulut Saga yang masih mengusap wajahnya dengan lengan sweaternya. Hal itu membuat senyum merekah di wajah Dion. Jadi, dari tadi Saga tuh nahan nangis karena nggak mau ngaku kalau dia cemburu dan nggak tahan lihat cewek-cewek mendekati Dion.

‘Ga, gua nggak suka cewek, lagi,’ aku pemuda 173 cm itu sambil nyengir dan mencubit pipi Saga.

‘Hah?’ Saga menautkan alisnya, bingung dengan pengakuan Dion barusan.

‘Iya, gua nggak tertarik sama cewek, mau se seksi apapun mereka, secantik apapun mereka, gue nggak akan melihat mereka di masa depan berdampingan sama gua sampe tua nanti,’ jelas Dion sambil tersenyum. Manis banget sampai-sampai ingin banget Saga memeluk dan mengecup bibir Dion.

Ya Tuhan, senyumnya manis banget, boleh gue cium ga sih? Pikir Saga.

‘Kalo gue ngaku sekarang, lo bakal jauhin gue nggak, Yon?’ tanya Saga sembari menatap lawan bicaranya lekat-lekat.

Bisa dipastikan saat itu, baik wajah Dion maupun saga bersemu kemerahan. Saga menghirup banyak oksigen kedalam paru-parunya dan menyusun kalimatnya agar dapat dipahami lawan bicaranya.

‘Saga, lu mau ngaku apa?’ tanya Dion. Alisnya tertaut saat menatap wajah lawan bicaranya, Dion bingung.

‘What if I want to be more than just a best friend to you? What if I want to be your life companion up until the altar?’ tanya Saga sambil menangkup wajah Dion dengan kedua tangannya. ‘Gua butuh lo, gua nggak mau kehilangan lo,’ Saga menatap mata Dion dalam-dalam.

Dion bisa merasakan detak jantungnya membuncah saat itu. Tatapan mata Saga, segala ucapan Saga membuat irama detak jantungnya bak irama lagu rock saat itu. Wajahnya memerah. Pemuda kelahiran November 1999 itu kemudian menarik Saga dan menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah layaknya kepiting rebus di dada Saga yang bidang. Tangannya melingkar di pinggang Saga erat-erat.

‘Yon,’ panggil Saga sambil terkekeh melihat kelakuan sahabatnya.

‘Sagaaa kan gue malu diliatin gitu terus sama lo,’ celetuk Dion tanpa melepas pelukannya. Dion masih kekeuh menyembunyikan wajahnya yang memerah di dada Saga. Belum lagi jantungnya yang lagi dalam kondisi bloom-bloom pow. Mana mungkin ia membiarkan Saga menjahilinya saat pria tampan berambut coklat-keunguan itu melihat wajahnya yang memerah itu.

‘Liat sini dulu,’ Saga masih berusaha mencari kedua mata Dion dan menatap kedua manik coklat itu dengan lembut. ‘Kemanapun, sejauh apapun gue berlayar, gue tau gue cuma bisa berlabuh waktu gue sama lu,’ Saga menangkup wajah pujaan hatinya dengan kedua tangannya, membuat pipi Dion makin bersemu merah. Apa lagi waktu tiba-tiba, tanpa aba-aba, Saga membungkuk, makin mendekat, memotong setiap inci jarak diantara keduanya dan mendaratkan bibir merah jambunya di atas bibir Dion.

Sementara itu, mata Dion membelalak, kaget akan kejutan yang diberikan oleh Saga secara bertubi-tubi dan juga terkejut sama tindakan Saga barusan. Tapi perlahan, matanya terpejam, menikmati setiap gestur yang diberikan oleh Saga. Bibir Saga terasa hangat dan manis, begitu rasa yang terekam di otak Dion. Rasanya, Dion nggak mau melepaskan ciuman itu. Sayangnya nafas keduanya sudah mulai habis dan barang-barang belanjaan masih menunggu untuk dirapikan. Keduanya akhirnya melepaskan tautan diantara keduanya dan tersenyum manis banget.


‘Jadi, Yon. Mau nggak jadi pacar gue?’ tanya Saga sambil membelai rambut Dion yang diwarnai dengan style peek-a-boo.

Seusai merapikan belanjaan mereka ke dalam lemari dapur dan kulkas, kedua pemuda tampan itu duduk di sofa ruang tengah sembari menikmati cemilan yang dibuat oleh Saga dan sekaleng minuman bersoda.

Alih-alih menjawab pertanyaan Saga, Dion melingkarkan kedua lengannya di pinggang Saga dan mengecup pipinya malu-malu. Saga terkekeh sambil mengecup puncak kepala Dion.

Semua gestur kecil dari Dion adalah afirmasi bahwa Dion menjawab perasaan Saga dengan jawaban yang sama. Ia nggak bisa hidup tanpa Saga. Untuk sekali seumur hidupnya, ia mau hidup bersama dengan Saga, sampai maut memisahkan mereka. Sahabat sampai di altar. Suatu saat nanti, Dion berharap Ia bisa menjadi pendamping Saga, untuk selamanya, sampai maut menjemput.

‘I love you, Dion,’ Saga menyandarkan dagunya di atas kepala Dion seusai mengecup kening pemuda yang sedikit lebih muda darinya itu.

*'I love you too, Sandiaga,' Dion tersenyum sambil menatap Saga dengan tatapan penuh afeksi.

Akhir yang indah, bukan? Pada akhirnya Saga itu rumahnya Dion, Dion juga rumahnya Saga. Kalau katanya sahabat nggak mungkin jadi pacar? Saga sama Dion tuh contoh nyata temen tapi pacaran.

Mungkin bakalan banyak halang-rintang dalam kehidupan mereka. mungkin, hidup mereka nggak akan lurus-lurus aja. tapi semoga, awal indah ini mengawali seluruh lika-liku kehidupan yang akan kalian jalani berdua nanti ya, Saga, Diono.


FIN


#AFRAID PART 3


“Dark Days”


8 Juli, dua hari menjelang Ulang tahun Kal....

Kal terduduk di sudut ruangannya, menangis tersedu-sedu. Ia ketakutan, nggak jelas apa yang yang jadi alasan dia ketakutan seperti itu. Raut wajahnya dipenuhi horor. Untungnya, kali ini Adrianus sedang menginap di apartemen yang biasanya ditinggali Kal seorang diri.

Suara tangis Kal cukup keras dan terdengar sampai ke dapur, tempat Adrianus sedang menyiapkan menu makan siang untuk kedua bujang tampan itu. Adri, begitu pemuda 173 cm itu kerap disapa, ngeri juga, pasalnya semalam pemuda tersebut baru saja menamatkan serial horor di aplikasi nonton favoritnya. Kayaknya masih kebayang bayang segala kemungkinan kalau dia digangguin sama hantu yang ada di serial itu.

Adri berlari ke kamar Kal untuk berlindung dan betapa kagetnya saat dirinya menemukan Kal sedang menangis sambil duduk di sudut ruangan. Berantakan, saat itu keadaan Kal berantakan. rambutnya awut-awutan, matanya sembab akibat menangis, wajahnya dibasahi air mata yang terus mengalir tanpa henti, tubuhnya meringkuk dan gemetar. wira yang dikenal sangat amat enerjik di lingkaran pertemanannya itu langsung berlutut dan merengkuh Kal.

'Gua disini,' Adri melingkarkan tangannya di pundak Kal. 'Lo nggak sendirian, Kal.'

'I — I am not wanted. Gue nggak pernah diterima sama mereka, Dri. gue mau ketemu mum aja,' Kal menangis tersedu-sedu dalam rengkuhan Adri.

'Kal, ada gua, Sena, Vian, Kael, Bang Evan, Kak Harris, Kak Kevin, semua sayang sama lo. Kita semua nerima lo apa adanya,' air mata Adri mengalir, Ia merasakan sakit yang sama seperti apa yang dirasakan Kal selama ini.

Samar-samar, terdengar suara kode pintu masuk apartemen Kal samar-samar dari celah pintu kamar Kal. Tak lama kemudian derap langkah menghantam lantai parket apartemen Kal bersusulan terdengar semakin mendekat, Evan dan Harris muncul dari balik pintu.

'Kal,' Evan jatuh di tumpuan lututnya. jantungnya berdegup kencang, tubuhnya gemetar. 'Ris, telfon emergency aja. ga ada gunanya kita coba minumin dia obat.' Evan hanya bisa menangis, sekarang. segala syaraf motoriknya seakan berhenti berfungsi.

Harris mengangguk dan menekan nomor gawat darurat rumah sakit setempat untuk mengirimkan tim medis. Panik terlukis di wajahnya. Walau Harris belum lama ini pernah mengalami hal serupa, namun hatinya tak kuat menahan setiap sayatan yang tak nampak tergores di hatinya ketika ia mendengar tangisan Kal.


Sepeninggalan tim medis yang baru saja menangani kondisi Kal, anaknya masih diistirahatkan, alias dibikin tidur supaya dokter bisa kasih dosis obat yang diperlukan. kalau dipikir-pikir, jarak dari serangan waktu itu sampai yang terakhir ini dekat sekali. Berarti, banyak trigger yang membuat kondisi Kal nggak stabil. Sementara Adri menyiapkan makan siang untuknya, Kal, Evan dan Harris.

Evan berinisiatif membuka kunci pada ponsel Kal dengan modal ingatannya. (Kal pernah bilang, kalau ada apa-apa, kalau sampai dia nggak bisa apa-apa lagi, dia percaya cuma sama Evan untuk tau hal-hal yang sifatnya privacy buat Kal). Ia membuka kunci ponsel Kal bukan karena kepo atau tak menghargai privacy Kal. Evan mau mencari alasan yang membuat Kal kambuh.

'Van, kayaknya banyak yang kita nggak tahu tentang Kal,' Harris berujar sambil menunjukkan bekas luka di pergelangan tangan kiri Kal.

'Gue baru tau sekarang kalau dia ngelakuin itu,' Jantung Evan serasa jatuh ke lambung ketika ia mengalihkan pandangannya dari layar benda pipih itu ke tangan kiri Kal yang penuh luka. pemuda 178 cm itu kemudian mengusap wajahnya dengan gusar.

'Kenapa?' tanya Harris sambil menatap sahabatnya itu.

'Ternyata dia baru aja chat Om Reza dan Kelsey. dan respon mereka jahat banget. He was simply asking whether they're healthy and good. tipikal Kal. tapi balasannya terkesan kasar banget, Ris.' Evan menghela nafasnya.

𝑦𝑜𝑢 𝑑𝑜𝑛'𝑡 𝑑𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒 𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝘩𝑒𝑟𝑒. 𝑑𝑜𝑛'𝑡 𝑎𝑐𝑡 𝑙𝑖𝑘𝑒 𝑦𝑜𝑢'𝑟𝑒 𝑚𝑦 𝑏𝑟𝑜𝑡𝘩𝑒𝑟 – Kelsey

𝑁𝑔𝑔𝑎𝑘 𝑢𝑠𝑎ℎ ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑔𝑖. 𝑢𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑟𝑖𝑚𝑢 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖. – Papa

begitu balasan yang diberikan pada pesan manis yang Kal kirimkan melalu aplikasi imessage.

𝖯𝖺𝗉𝖺, 𝗄𝖺𝗄 𝖪𝖾𝗅𝗅𝗒. 𝖨𝗍'𝗌 𝖢𝖺𝗅𝖾𝖻. 𝗁𝗈𝗐 𝗁𝖺𝗏𝖾 𝗒𝗈𝗎 𝖻𝖾𝖾𝗇? 𝖢𝖺𝗅𝖾𝖻 𝖼𝗎𝗆𝖺 𝗆𝖺𝗎 𝖻𝗂𝗅𝖺𝗇𝗀, 𝖢𝖺𝗅𝖾𝖻 𝗁𝖺𝗋𝖺𝗉 𝗉𝖺𝗉𝖺 𝖽𝖺𝗇 𝖪𝖺𝗄 𝖪𝖾𝗅𝗅𝗒 𝖻𝗂𝗌𝖺 𝖽𝖺𝗍𝖺𝗇𝗀, 𝖺𝗍𝖺𝗎 𝗆𝗂𝗇𝗂𝗆𝖺𝗅 𝗏𝗂𝖽𝖾𝗈𝖼𝖺𝗅𝗅 𝗌𝖺𝖺𝗍 𝗎𝗅𝗍𝖺𝗁 𝖢𝖺𝗅𝖾𝖻 𝗇𝖺𝗇𝗍𝗂. 𝖨 𝗆𝗂𝗌𝗌𝖾𝖽 𝗒𝗈𝗎 𝗀𝗎𝗒𝗌 – Caleb

Harris mengambil ponsel Caleb dari tangan Evan yang sudah mulai emosi sebelum wira Batak-Tionghoa itu melempar benda pipih yang bukan kepunyaannya itu. Semenjak Kelsey dan Papa mendapati fakta bahwa Caleb come-out sebagai penyuka sesama jenis, mereka mati-matian membenci dan menganggap Kal mempermalukan nama keluarga mereka.


#𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚𝐒𝐚𝐧𝐣𝐚𝐲𝐚


𝑾𝒉𝒆𝒓𝒆 𝑻𝒉𝒆 𝑺𝒆𝒂 𝑺𝒍𝒆𝒆𝒑𝒔


Seutas kisah Maira dan Sanjaya. [#NP: Day6 (Even Of The Day) – Where The Sea Sleeps]


𝐷𝑜𝑛’𝑡 𝑙𝑒𝑡 𝑔𝑜 𝑜𝑓 𝑚𝑦 𝘩𝑎𝑛𝑑𝑠, 𝑠𝑡𝑎𝑦 𝑤𝑖𝑡𝘩 𝑚𝑒. 𝐵𝑒𝑐𝑎𝑢𝑠𝑒 𝑤𝘩𝑒𝑛 𝑡𝘩𝑒 𝑚𝑜𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑚𝑒𝑠 𝑖𝑛 𝑠𝑖𝑙𝑒𝑛𝑐𝑒, 𝐼𝑡’𝑙𝑙 𝑏𝑒 𝑙𝑖𝑘𝑒 𝑎 𝑑𝑟𝑒𝑎𝑚 – 𝗗𝗮𝘆𝟲 – 𝗪𝗵𝗲𝗿𝗲 𝗧𝗵𝗲 𝗦𝗲𝗮 𝗦𝗹𝗲𝗲𝗽𝘀


10 Juli 2021… Hari ulang tahun Sanjaya yang sebelumnya selalu dihabiskan pemuda berlesung pipit itu dengan pergi mengunjungi tempat persemayaman abu jenazah Ara, kini perlahan berubah. Siang menjelang sore itu, pemuda yang tengah merayakan ulang tahun ke-23 nya itu tengah menikmati pemandangan pantai PIK yang tenang dan tak terlalu padat pengunjung hari itu. Tentu Sanjaya nggak sendirian, ada Maira yang menemaninya. Pagi tadi, keduanya baru saja menjenguk mendiang Ara di tempat persemayaman abu di dekat sana. Hari itu, Sanjaya mengenalkan Maira pada mendiang Ara dan berjanji untuk menjaga Maira seperti dulu ia menjaga Ara.

Jam 4 sore, keduanya masih duduk di hamparan pasir putih sambil memandang ke arah laut yang berdesir. Kata Maira, gadis mungil itu suka sekali suara ombak yang menenangkan hati. Sanjaya berbaring di atas alas piknik bermotif kotak-kotak dengan kepalanya yang bersandar dengan nyaman di pangkuan Maira. Kalo dipikir-pikir romantis banget, kayak orang pacaran. Padahal belum ada kata ‘pacaran’ dari mulut Sanjaya maupun Maira. Keduanya masih nyaman dengan hubungan yang mereka jalani saat ini. Perlahan tapi pasti, semakin hari semakin akrab.

Sementara itu, jemari Maira masih sibuk membelai rambut coklat-keunguan milik pemuda yang akrab disapa Sanjaya ini sambil sesekali mengepang helai-helai lembut rambut pemuda sadawira itu.

‘Selamat ulang tahun, Tian,’ Maira membelai lembut rambut Sanjaya.

Sanjaya hanya tersenyum kecil menanggapi panggilan baru yang dilontarkan Maira untuknya. ‘Tumben manggil Tian,’ kekehnya.

‘Nggak papa, lucu juga manggil kamu Tian,’ Maira nampak tersipu malu menanggapi Sanjaya yang tiba-tiba merubah posisinya dari berbaring dengan kepalanya di pangkuan Maira jadi duduk berhadapan dengan gadis manis bermanik mata kecoklatan itu.

Sanjaya hanya diam dan menatap Maira lekat-lekat. Menatap sosok Maira yang nampak manis dalam balutan summer dress putih, topi jerami coklat dengan aksen pita merah, rambutnya yang panjangnya sedikit melebihi bahu diikat kepang dua dengan anak-anak rambut halus yang beterbangan ditiup angina semilir pantai, pipinya yang bersemu merah, riasan sederhana pada wajahnya menyempurnakan setiap inci wajah manis gadis 158 cm itu. Pelan-pelan, Sanjaya yang awalnya tak mau menatap gadis lain selain mendiang Ara pun mulai memalingkan matanya pada si mungil manis di hadapannya.

Maira merobohkan tembok tinggi di hati Sanjaya. Perlahan tapi pasti, gadis ini mulai berhasil masuk ke dalam ruang hati Sanjaya yang selama ini tertutup rapat. Sanjaya mengulas senyum lembut sambil menatap Maira. Perlahan, pemuda berlesung pipit itu memotong jarak diantara kedua insan itu dan mengecup kening Maira.

‘Thanks ya,’ Sanjaya perlahan membawa Maira ke dalam pelukan hangatnya.

Maira tersenyum dan membalas pelukan itu dengan melingkarkan kedua lengan mungilnya ke bahu bidang milik pemuda itu. ‘Aku yang harusnya bersyukur kamu ngasih aku kesempatan buat bahagiain kamu sekali lagi,’ suara gadis itu mengalun lembut di telinga Sanjaya.

Romantis banget deh pokoknya, suasana sore itu. Sanjaya dan Maira, berpelukan dengan latar matahari tenggelam di penghujung hari ulang tahun Sanjaya. Sebenarnya, acara hari itu belum selesai, masih ada makan malam yang sudah direncanakan Sanjaya. Tapi kayaknya Maira sudah sedikit kelelahan.

‘Udah capek?’ tanya Sanjaya sambil membelai rambut Maira. Rupanya, Sanjaya menyadari wajah Maira sedikit berubah letih. Nggak hanya itu, cacing di dalam perut pemuda 23 tahun ini-pun semakin giat berdemo.

‘Lumayan,’ Maira mengangguk sambil menatap wajah tampan Sanjaya.

Tanpa aba-aba, Sanjaya membantu Maira berdiri dari tempat duduknya, melipat alas duduk mereka, membereskan semuanya dan mengalungkan tas Maira di lehernya sebelum ia berjongkok di depan Maira.

‘Mai, naik sini,’ Sanjaya berujar.

‘Ih Tian, tapi kan aku berat,’ Maira mengerucutkan bibirnya.

‘Naik aja, Mai. Kan katanya capek,’ Sanjaya terkekeh setelah mendengar suara cacing-cacing yang sudah mulai berdemo di perut Maira. ‘Udah laper kan, kita makan di deket sini aja ya.’

Maira menyandarkan tubuhnya pada punggung Sanjaya dan mengalungkan kedua lengannya di pundak sang wira. ‘Mau makan apa?’ tanya gadis itu sambil memilin anak rambut Sanjaya sembari keduanya berjalan menjauh dari Kawasan pantai.

‘Gioi?’ Gumam Sanjaya sambil menunjuk restoran di Kawasan ruko yang ada di dekat sana dengan dagunya. ‘Katanya di situ makanannya enak.’


Sepanjang makan malam berdua di Gioi, keduanya berbincang seru tentang segala topik mulai dari yang ringan hingga mengenai pandemic yang sedang merebak di seluruh dunia. Tak terasa, makanan mereka-pun akhirnya habis dan keduanya pun harus kembali pulang karena di luar langit sudah mulai gelap dan orang tua Maira sudah mulai menghubungi gadis itu lantaran khawatir.

‘Mai, sebelom telat gue mau mastiin sesuatu,’ Sanjaya berujar dibalik masker yang menutup mulutnya.

‘Apa tuh?’ tanya gadis itu sambil menatap Sanjaya yang berjalan di sampingnya.

‘Gue mau minta izin sama lu, buat belajar ngasih cinta yang selama ini hilang dari hidup gue, boleh?’ tanya Sanjaya sambil balas menatap Maira.

‘Kok tiba-tiba nanya gini?’ tanya Maira yang mulai salah tingkah. Wajahnya tersipu, langkahnya terhenti, jantungnya berdegup kencang.

‘Belajar mencintai menjadi sulit selama beberapa tahun ini, Mai. Buat gue…. No—buatku, setelah kehilangan Ara, aku takut mencintai orang. Tapi, waktu kamu datang, perlahan tembok yang aku bangun runtuh, Mai. Aku bersyukur kamu ada dan datang di saat yang tepat. Tapi aku boleh kan, sayang sama kamu, Mai. Lebih dari sekedar teman, tapi mungkin jadi teman hidup,’ ujar Sanjaya di bawah temaram sinar bulan purnama, matanya berbinar.

Pemuda kelahiran 10 Juli 1999 itu menatap wajah Maira, gadis yang beberapa bulan ini selalu menemani dan memberinya semangat, di tengah masa-masa sulit yang membuat semua orang sulit memaknai cinta, Maira hadir dan mengubah hidup Sanjaya yang tadinya tertutup akan segala kemungkinan untuk kembali mencintai, kembali mengenal bagaimana rasanya jatuh cinta.

‘Tian, aku bersyukur juga bisa ketemu kamu, bersyukur juga aku bisa lihat dunia lagi berkat mata dari Ara. Nggak ada yang melarang orang untuk saling mencintai satu sama lain,’ Maira berhenti dan tersenyum maniiisss banget. Sanjaya kayaknya mulai besok bisa kena diabetes karena senyum manis Maira.

‘Jadi, boleh nggak, aku menjejakkan kaki di pintu hati mu. Mungkin tinggal di dalam hatimu juga,’ Sanjaya menggandeng tangan Maira sambil berjalan agak sedikit di depan Maira, mengalihkan pandangannya supaya si mungil itu nggak bisa melihat wajah Sanjaya yang lagi blushing.

Maira menghentikan langkahnya. Hal itu membuat Sanjaya tiba-tiba berhenti dan menoleh ke gadis itu, memandang wajah mungilnya yang diterangi cahaya dari pendaran lampu jalan yang ada di area parkir. ‘Boleh, Tian. Kamu nggak perlu minta izin ke aku, aku sayang sama kamu, kalau kamu mau tau. Hehehe,’ ujar Maira sambil mencubit pipi Sanjaya yang memerah.

Sanjaya berjalan mendekat, senyumnya manis banget, lesung pipit idola semua orang itu terlukis di pipinya, kalo kata orang-orang, brightness di wajah pemuda Sadawira itu meningkat hingga 200% saat mendekat pada Maira. Kutub magnet yang akhirnya bisa menarik Sanjaya untuk berpulang dan menemukan tempat dimana hastinya bersemayam dengan nyaman dan bahagia.

‘Jadi hari ini aku pacarnya Maira ya,’ Sanjaya berujar dengan suara nyaring, sampai-sampai banyak orang ikutan nengok sambil senyum-senyum ngeliatin pasangan baru ini.

‘Tiaaaannn, udah dooong, maluuuu,’ Maira menutup wajahnya yang memerah karena malu.


[ 1159 words; 03/07/2021; 10:52 ]

#AFRAID


“𝑇𝘩𝑒 𝑅𝑖𝑔𝘩𝑡 𝑆𝑖𝑧𝑒 𝑇𝑜 𝐻𝑢𝑔”


Selepas membaca cuitan Kal di aplikasi burung biru, yang terbersit di pikiran Evan hanya segala kemungkinan terburuk. Sudah puluhan kali Evan berusaha menghubungi Kal melalui aplikasi berkirim pesan maupun facetime, namun tetap saja hasilnya nihil. nggak ada jawaban dari Kal. Pada akhirnya, Evan meminta bala bantuan, alias Harris untuk memeriksa keadaan Kal. Yang mana, pada akhirnya Harris menemukan Kal dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

Karena panik melihat keadaan Kal, Harris akhirnya memanggil tenaga medis darurat untuk menangani keadaan Kal saat itu. Setelah injeksi infus dan obat penenang, pemuda berambut coklat keunguan itu terus memanggil Mum dan Kak Kelly dalam tidurnya. Karena khawatir dengan keadaan Kal, pemuda yang kala itu tengah berada dalam balutan piyama garis-garis dan kacamata berbingkai bening itu akhirnya memutuskan untuk menjaga Kal di kamar pemuda itu.

'Kal, please get better. I can't see you cry like this,' bisik Harris sambil membelai helai rambut Kal dan menyeka keningnya yang penuh bintik-bintik peluh.

'Mum,' gumam Kal dalam tidurnya. Ia nampak begitu gelisah dan kerutan di keningnya menyiratkan ketakutan.

'Kal, gue disini. gue di samping lo. lo ga sendiri,' Harris mengusap kening Kal. Pemuda 172 cm itu kemudian berpindah ke ranjang tempat Kal berbaring. Ia berbaring di samping Kal dan merengkuh tubuh Kal dalam pelukan hangatnya. 'I didn't know you've been through this hardships alone. I'm sorry, Kal.' bisiknya.


Keesokan paginya, Kal terbangun dari tidurnya dengan infus tersangkut di tangan kirinya sementara, di sebelah kanannya, ada sosok pemuda berpotongan rambut crew-cut yang nampak nyaman sekali memeluk tubuhnya. Kal tersenyum, lesung pipit manis terlukis di pipinya. Dengan hati-hati, dilepasnya jarum infus yang menempel di tangannya dan ditutupnya bekas jarum itu dengan perban baru. Kemudian, dibalasnya pelukan hangat dari Harris yang sedikit lebih mungil darinya.

'Kak, makasih banget lo mau meluk gue kayak sekarang,' bisiknya sambil memejamkan matanya.

'Good morning, Kal,' Harris tersenyum sambil membelai rambut Kal. 'Udah baikan belum?'

'Much better, thanks ya,' Kal memamerkan deretan gigi putih dan sepasang lesung pipit.

'Gua mau jalan entar, mau ikut?' tanya Harris lagi sambil menyeduh kopi instan dari mini bar.

'If you don't mind, of course,' Kal mengangguk.

'Tapi kalo ada apa-apa ngomong. jangan bikin semua orang panik kayak kemarin, ya,' kekeh Harris. 'Cuci muka, gih. kita breakfast dulu,' Harris menyesap coffee latte di tangannya untuk memastikan rasanya sudah pas. Eh, tunggu. Harris ga suka kopi, ngapain juga dia buat kopi?

ternyata, pemuda itu menyerahkan cangkir yang masih hangat itu pada lawan bicaranya. Ia tahu, penyuka mint-chocochips ini juga menggilai kopi untuk memulai harinya.

'Kak, makasih banget,' Kal tersenyum.


[saved: June 30, 2021]

#AFRAID PART 1


“About Mum and Kal's Condition”


pasti kalian bertanya-tanya tentang siapa wanita dengan Alias “MUM” yang jadi pembicaraan Evan dan Kal di chapter sebelumnya. Kalian juga bertanya-tanya tentang kondisi kesehatan Kal yang mengharuskan cowok berdarah Chinese-Surabaya-Australia itu mengkonsumsi obat secara rutin. Yang sering mendengar tentang Mum dan kondisi kesehatan Kal hanya Adri dan Evan, dua orang yang bener-bener mendapat kepercayaan dari Kal.

Kal yang dari luar nampak ceria dan kuat, Kal yang dari luar selalu mendengarkan cerita teman-temannya dengan seksama dan memberikan solusi yang dewasa, Kal yang selalu jadi sandaran buat Adri, Vian, Sena dan Kael, ternyata nggak sekuat yang kalian lihat di luar. Kata Adri, orang dengan senyum paling manis pernah melewati badai besar dan menakutkan dalam hidupnya. Hal itu mengacu pada Kal.

Mum, ibunda dari Kal, adalah orang asli Sydney. Mum tinggal di indonesia sama Papa setelah menikah dan melahirkan Kal dan kakak perempuan Kal, Kelsey atau yang sering disapa Kelly. dimana Kelly sekarang? Kelly bekerja sebagai salah satu model dan sport influencer ternama yang kelasnya sudah sampai ke panggung internasional. Oke, kembali ke Mum.

Mum-lah yang selama ini mendukung Kal untuk menjadi awak pesawat alias crew on deck. 4 tahun yang lalu, Mum didiagnosa mengidap kanker paru-paru dan akhirnya harus berpulang ke Surga setelah 3 tahun berjuang melawan sel-sel jahat itu. Mum meninggal waktu lagi berobat di Sydney. Saat itu, Mental Kal terguncang parah. dia jadi nggak fokus di pendidikan pramugara nya. Akhirnya, selama setahun penuh, Kal cuti. Saat itu yang beneran selalu ngecek keadaan Kal cuma Evan dan Adri.

Kenapa Evan? Evan tuh anaknya temen kolega Papa yang saat itu memperoleh bantuan dana dari Papa Kal untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah penerbangan dan mengejar mimpinya untuk menjadi Pilot seperti sekarang. Saat itu belum ada kata Sayang atau crush diantara Kal dan Evan. tapi siapa yang menyangka perasaan ingin menjaga dan selalu berada di dekat Kal membuat pemuda Batak-Tionghoa itu jatuh hati pada Kal.


Mengenai kondisi kesehatan Kal, sejak usia 7 atau 8 tahun, Kal didiagnosa dengan kecenderungan ADHD dan Serangan Panik. Ini mengharuskan si tampan berlesung pipit itu untuk menjalani terapi psikiatri di rumah sakit dan mengkonsumsi obat rutin dibawah pengawasan dan peresepan dokter. Karena Kal sering lupaan, dulu alarmnya buat minum obat adalah teriakan Mum atau post it di dalam kotak makan yang disiapkan mum. Setelah kepergian Mum, Evan dan Adri lah yang selalu setia mengingatkan Kal.

Pernah suatu kali, Gangguan panik menyerang dan Kal lupa minum obat. di situ hanya ada Evan yang juga ikut-ikutan panik karena dia nggak tega melihat Kal yang menangis dan gemetar hebat saat itu. Saat itu, yang terbersit di pikiran Evan hanya bagaimana menghentikan serangan panik itu. Kata google, cara paling ampuh adalah dengan membuat sang penderita menahan nafasnya.

Dan satu-satunya cara yang terpikir saat itu hanya dengan menempelkan bibir merah jambunya pada pemilik lesung pipit yang masih gemetar itu. Evan, dengan segala keberaniannya saat itu dengan nekat memotong jarak di antara dirinya dan Kal dan menempelkan kedua labia merah jambu miliknya pada bibir kemerahan Kal yang gemetar itu.

Sejak saat itu, ada rasa yang tumbuh dalam benak Evan terhadap Kal yang sampai saat ini masih belum peka dan menempatkan hubungan mereka pada zona kakak-adik.


saved: June 29, 2021

#WooSan


Amicus Ad Aras


Starring: 1. Jung Wooyoung as Diono Antares Juwono (Dion) 2. Choi San as Michael Sandiaga Kurniawan (Saga)


4 Tahun yang lalu, Dion dan Saga pertama kali bertemu satu sama lain di acara pertandingan Taekwondo di ajang bergengsi sekelas Pekan Olahraga Nasional. Dion sebagai penonton, Saga sebagai atlet Taekwondo. Saga nggak menyangka ada anak kampusnya yang akan menonton dan memberi support padanya. Pasalnya, kebanyakan orang akan lebih memilih menonton pertandingan cabang olahraga populer seperti Basket dan Voli ketimbang Taekwondo.

Makanya, waktu Saga berhasil menyabet medali emas dan ia mendengar teriakan antusias dari seseorang di bangku penonton, ia langsung bergegas mengedarkan matanya, mencari sosok itu. Seketika itu juga, usai upacara pemberian medali, Saga langsung berlari menuju tribun penonton buat nyamperin sosok yang neriakin dia.

Dan sampai di Tribun, Saga kaget banget, soalnya sosok yang memberikan teriakan paling meriah buat Saga adalah sang primadona kampus, Diono Antares Juwono. Wira berperawakan tak terlalu tinggi yang akrab disapa Dion ini memberikan cengiran tak berdosanya pada oknum yang baru muncul di tribun dengan dobok putih dan sabuk hitam kebanggaannya.

'Selamat ya,' Dion mengacungkan tangan kanannya.

'Makasih,' Saga tersenyum dan menyambut tangan Dion dengan jabatan.

'Gue Dion,' Dion memperkenalkan dirinya.

'Siapa sih yang ga tau Diono Antares Juwono,' kekeh Saga. 'Gue Saga.' Saga membalas perkenalan singkat itu.

Ya, siapa yang nggak ngenalin Dion. Dia adalah salah satu mahasiswa terpopuler di kampus. Dion yang selalu cengengesan di seluruh kesehariannya akan berubah 180 derajat kalau menari, meliuk-liukkan badannya di atas panggung.

Itulah pertemuan pertama Dion dan Saga yang membawa mereka ke sebuah persahabatan yang begitu indah yang selalu memperoleh tatapan cemburu dari semua orang. Siapa yang nggak cemburu dan mupeng kalau punya sahabat seperti Saga maupun Dion. Kemana-mana bareng, Kalau Dion sedih, Saga selalu ada buat mendengar keluh-kesah Dion. Kalau Saga lagi patah semangat, selalu ada Dion yang menyemangati dan memberikan support bagai cheerleader pribadinya Saga, dan begitu sebaliknya dari Saga ke Dion.

’Gue nggak tahu apa jadinya gue kalo nggak ada Dion’ -Saga

‘Kalo nggak ada Saga, gue ga akan bisa skripsian tahun ini,’ – Dion


Persahabatan mereka awet sampai sekarang, tahun ke-4 alias tahun terakhir perkuliahan mereka. Saga dan Dion sama-sama sibuk mempersiapkan seminar proposal dan sudah mulai nggak aktif di kegiatan non akademis. Sebenarnya, persahabatan mereka nggak berbeda dengan persahabatan orang lain, gak terhindar juga dari perselisihan. Nggak jarang keduanya berselisih pendapat. Kadang bahkan berujung Saga mendiamkan Dion selama beberapa hari sampai Dion berinisiatif buat ngajak Saga baikan.

Selain itu, keduanya sering banget terlihat mendekam di perpustakaan kampus untuk menyelesaikan tugas akhir. Nggak jarang Saga yang sensitif dan terlalu moody itu menangis karena kena serangan panik kalau sudah jadwalnya bimbingan dengan dosen. Kadang, kalau merasa penat dan butuh teman, Saga bakalan minta izin menginap ke apartemen Dion, begitu pula dengan Dion. Dimana ada Dion, pasti ada Saga. Dimana ada Saga pasti ada Dion.

Mereka berdua punya slogan persahabatan, “Amicus Usque Ad Aras” atau disingkat “Amicus Ad Aras” arti singkatnya, Sahabat sampai maut memisahkan. Tapi, tanpa mereka sadari, diantara mereka berdua ada rasa yang lebih dari sekedar besties. Kedua pasang manik coklat itu tak akan pernah bisa bohong kalau sudah saling menatap satu dengan lainnya. Orang bilang, mata nggak bisa bohong, ya itu memang benar terjadi. Kalo ada anak cewek yang mendekati salah satu dari mereka, apa lagi sampe beliin barang atau beliin kopi. Pasti langsung dihadiahi tatapan sinis dari keduanya.

Hal itu baru terjadi siang tadi, waktu Saga dan Dion baru aja masuk ke café di depan kampus dan Baristanya tiba-tiba ngasih kopi gratis ke Dion. Yang kenal deket sama Saga dan Dion tau banget saat itu walau nggak terlalu kelihatan kasat mata, Saga bete berat pas liat si mbak barista kedip-kedip centil. Habis ngambil ice americanonya di konter pick-up, Saga langsung jalan cepet keluar dari café sambil manyun.

‘Ga, Saga! Tunggu dong,’ Dion membawa minumannya sambil berlari kecil mengejar Saga yang berjalan cepat dan memasang wajah bete.

‘Saga!’ seru Dion sambil menghentikan langkahnya. ‘Lo kenapa sih?’ tanya Dion yang akhirnya bisa menghentikan langkah Saga.

‘Mbaknya cantik, ya,’ cecar Saga sambil memasang tampang kesal.

‘Gue nggak suka dia, Ga. Udah dong, please. I can’t stand you’re getting mad at me,’ Dion menghela nafasnya.

Saga menghela nafasnya, ‘I ain’t mad,’ Saga menyanggah.

‘Apaan lo nggak marah tapi manyun-manyun gitu,’ kekeh Dion sambil menyesap kopinya.

‘Lo tau nggak sih dia flirting ke lo, Yon?’ tanya Saga sambil menggigit sedotan yang ada di mulutnya.

‘Are you jealous about it?’ tanya Dion sambil melempar senyum jahilnya pada Saga.

‘Nggak tau,’ Saga mendengus dan membalik badannya, kembali berjalan cepet.

‘Ya allah, kenapa Saga harus gemes banget kayak gini sih?’ tanya Dion dalam hati sambil mengejar sahabatnya. ‘Saga STOP! You haven’t answered my question,’ seru Dion sambil menghentikan langkahnya. Membuat Saga berhenti dan menoleh balik menghadapnya.

‘Yon, gue capek, nanti kita bahas lagi kalo sampe apart lo ya,’ Saga hanya menghela nafasnya lagi. Sesungguhnya ia lelah kalau harus ngambek pada Dion terus seperti ini tapi gimana, Saga masih malu mengakui kalau ia jealous sama barista tadi.

Memang benar, banyak hal yang menolak berhenti membebani pikiran dan mengkonsumsi sebagian besar energi dari pemuda yang biasanya selalu penuh semangat dan senyum itu. Itu cukup jadi alasan buat pemuda Kurniawan ini untuk melampiaskan beban pikirannya melalu gerak-gerik kecil yang menunjukkan kalau ia nggak suka sama tingkah mbak Barista tadi.

Pada akhirnya, sesungguhnya Saga suka sama Dion, lebih dari sekedar sahabat yang selalu nempel dan bersama kemanapun mereka pergi. Saga nggak mau mengakui perasaannya pada Dion karena ia takut kehilangan sosok Dion yang selalu mendampinginya. Ia takut kalau ia terang-terangan mengakui perasaan itu, Dion malah berbalik dan meninggalkannya.


Sampai di apartemen milik Dion, Saga masih diam seribu bahasa, ia menyibukkan diri dengan memasukkan barang-barang belanjaan grocery yang mereka bawa ke dalam kulkas sementara Dion duduk di sofa sambil memindah-mindah kursor di layar smart tv nya, mencari drama atau film yang mau ditontonnya dengan gusar. Masalahnya, Saga masih belum membuka mulutnya dan berbicara tentang apapun dari semenjak kejadian di parkiran siang tadi.

Saga memang menghabiskan malam ini dan besok malam di apartemen Dion, tapi kalau diam begini terus, Dion juga tak nyaman. Soalnya, biasanya Saga selalu lively. Ngajak Dion nonton apa kek, di Netflix. Mencetuskan ide masak dari tutorial memasak yang ditemukannya di platform youtube, bahkan sampai mengajari Dion teknik dasar Taekwondo. Beneran serandom itu dan itulah yang membuat Dion betah berlama-lama bersama sahabatnya itu.

‘Ga, ngomong dong, please?’ Dion beranjak dari sofa, menghampiri Saga yang masih sibuk di dapur.

‘Ga, jangan marah dong, please,’ Ujar Dion dengan manja sambil memeluk pinggang Saga, menghentikan wira berambut coklat-keunguan itu berhenti dari aktivitasnya mencuci buah-buahan dan sayur yang hendak ia masukkan ke dalam kulkas.

Saga terpaku waktu Dion memeluk pinggangnya. Sebenarnya itu sudah biasa dilakukan oleh Dion padanya, tapi kali ini, perasaannya semakin kuat. Saga nggak bisa bohong kalau ia sungguhan memendam rasa pada sahabatnya itu. Terbukti dari denyut jantungnya yang meningkat drastis sehingga muncul notifikasi di smart watch dan ponselnya mengenai denyut jantungnya yang cukup tinggi.

‘Yon, I’m sorry I got jealous,’ Saga pun akhirnya luluh dan mengakui kalau dirinya cemburu dan kesal pada tingkah si mbak barista tadi siang.

‘It’s okay. Nggak papa,’ Dion tersenyum sambil melepas pelukannya.

Saga menatap wira yang masih tersenyum dihadapannya itu. Sedetik kemudian dia merengkuh tubuh Dion yang tak terlalu tinggi itu ke dalam pelukan hangatnya. Dion bisa merasakan bagian pundak piyamanya basah oleh air mata Saga.

‘Ga, kenapa?’ tanya Dion saat menyadari perubahan pada ritme nafas sahabatnya. Tangannya automatis membelai punggung Saga untuk menenangkan sang wira yang beberapa cm lebih tinggi darinya itu. Alih-alih menjawab pertanyaan Dion, saga hanya diam seribu bahasa sambil menangis.

‘Maaf,’ hanya itu yang keluar dari bibir merah jambu milik Saga.

‘Maaf kenapa, Ga? Lo nggak salah apa-apa sama gue,’ Dion melepaskan peluknya, berusaha menatap sepasang orbit coklat milik Saga.

‘Maaf gue nggak bisa bohong sama perasaan gue…’ Saga berujar pelan sambil menatap balik mata pujaan hatinya.


[to be continued]

#𝑺𝒂𝒚𝑴𝒚𝑵𝒂𝒎𝒆


𝑹𝒆𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓 𝑴𝒆


[#NP: Remember Me- Ost Coco]


[ceritanya agak mundur dari ss chat dan twt yang sebelumnya. alurnya balik ke waktu Sean dateng ke rumah Tania]

Terhitung sejak kejadian menenangkan Tania barusan, Sean tidak beranjak sedikitpun meninggalkan kekasih hatinya itu. Ia duduk di samping ranjang tempat Tania terbaring. Tangannya menggenggam tangan kecil Tania. Kalau Tania tiba-tiba ngelindur atau nangis, Sean dengan sigap mengecup lembut punggung tangan dan kening Tania sambil membisikkan kalimat ajaib, “Ada aku di sini. Kamu jangan takut,” dengan bisikan itu, Sean selalu berhasil menghentinkan tangis Tania.

Tak lama kemudian, efek obat penenang yang diberikan Kiano saat serangan sakit kepala Tania terjadi siang tadi berangsur memudar. Puteri yang tadinya tertidur itu perlahan membuka matanya dan menemukan sosok yang bukan sepupunya, bukan juga kedua saudara laki-lakinya, namun tak asing karena pemuda ini kerap kali muncul di dalam ingatannya. Kalau kemarin, ingatan tentang si tampan ini hanya muncul samar-samar, hari ini, saat ini, sang adam berada di hadapan Tania. ketiduran, kayaknya. tania memainkan rambut pemuda itu.

'Sean,' panggil Tania, suaranya masih agak parau.

'Eh, Tania udah bangun?' Sean auto terkesiap waktu denger suara kekasihnya memanggil namanya.

'Maaf ya,' Tania menatap kekasihnya sambil membelai rambut sang adam.

'Untuk apa?' tanya Sean sambil membenarkan posisi duduknya dan menatap sang gadis.

'Habis akunya terlambat inget kamu,' Tania merajuk, mengeluarkan jurus bibir manyunnya yang menggemaskan itu.

'Sekarang udah inget?' tanya Sean, masih menatap pacarnya lekat-lekat. mana ada yang tahan dengan ekspresi imut nan menggemaskan milik Tania barusan.

'Sedikit sih. puzzlenya mulai kesusun lagi,' Tania menunjuk susunan puzzle di mejanya. bukan puzzle sungguhan sih. lebih kayak potongan foto-foto yang sengaja dicetak sama Kiano buat membantu Tania ingat sama memori yang sempat hilang.

'Jangan maksain diri dong, Sayang. Kalo emang hilang, mau bikin yang baru nggak sama aku?' tanya Sean sambil duduk di pinggir ranjang Tania dan merentangkan tangannya.

Tania mengangguk dan bergerak maju sedikit untuk masuk ke dalam dekapan hangat Sean. suara detak jantung Sean berhasil membuat hatinya tenang. itu yang dia butuhkan, peluk dan detak jantung separuh hidupnya.


'Makasih ya, udah inget aku,' Sean membelai rambut kekasihnya.

'Makasihnya buat kamu tau, kan kamu yang doain aku terus,' Tania tersenyum dan menatap wajah Sean yang kini menampilkan semburat merah jambu.

'Bentar lagi jam 6, waktunya minum obat, aku masak dulu di bawah deh. nanti aku jemput kamu ke sini, kita makan bareng. entar malem, aku minta izin Mas Yoan buat temenin kamu di sini ya,' Sean mengecup kening Tania lembut dan berdiri.

Tania dengan sigap menangkap tangan besar pemuda itu dan menautkan jemarinya dengan jemari besar Sean.

'Kenapa, tuan putri?' tanya Sean.

'Mau kiss,' Tania nyengir lagi.

'Idih,' Sean pura-pura mengeluarkan ekspresi julidnya, tapi akhirnya ia merundukkan tubuh tingginya itu dan mengecup kening Tania. 'Ah, iya bentar,' Sean kemudian mengecup bibir Tania lembut, sementara wajah sang dara memerah karena kaget Sean mengecup bibirnya tanpa aba-aba. Jantungnya berdegup kencang.

'Nggak sehat emang pacaran sama kamu,' Tania memegang dadanya dan merasakan seakan-akan jantungnya akan melompat keluar dari tulang rusuknya.


#𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐊𝐞𝐧𝐳𝐢𝐞


𝐊𝐞𝐥𝐚𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐧𝐳𝐢𝐞


𝐾𝑒𝑙𝑎𝑛𝑎 𝑏𝑒𝑛𝑐𝑖 𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎. 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑚𝑒𝑙𝑜𝑘𝑎𝑙, 𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎. 𝑇𝑎𝑝𝑖, 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝐾𝑒𝑛𝑧𝑖𝑒, 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑛𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝑡𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘 𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑖𝑎 ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑘𝑒ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑛𝑧𝑖𝑒.


[#NowPlaying: ATEEZ – Celebrate]

Sudah hampir 4 tahun Kenzie tak mendengar kabar tentang Kelana. Gadis yang sempat mengisi masa SMA nya. Siapa Kelana? Kelana itu cinta pertama Kenzie, Bukan tipikal cewek manis berambut panjang. Kelana itu nggak pernah punya rambut panjang. Rambutnya bahkan nggak pernah menyentuh bahu, badannya kira-kira 10 cm lebih pendek dari Kenzie, lincah dan piawai dalam beberapa cabang seni bela diri seperti capoeira, jiujitsu, wushu dan taekwondo. Mungkin itu daya tarik gadis yang sering dipanggil Lana ini di mata seorang Kenzie Wiryamanta.

Terakhir kali Kenzie bertemu Kelana adalah saat pesta kelulusan SMA 4 tahun yang lalu. Kelana mengajarkan Kenzie banyak hal, Kenzie suka gaya Kelana yang selalu tanpa beban, tomboy, tapi tetap menarik di hati Kenzie. Waktu pertama kali ketemu sama Kenzie di sekolah, Kelana terang-terangan ngaku dia nggak suka namanya dipanggil lengkap, Kelana. Dia cuma mau dipanggil Lana sama temen-temen seusianya. katanya, Kelana tuh terlalu lokal dan nggak dia banget.

“Tapi, gue suka nama Kelana. Artinya bagus dan cocok sama lo yang cinta petualangan,”

begitu kata Kenzie waktu pertama kali kenal sama Kelana. Hari ini, setelah 4 tahun lamanya berpisah dan kehilangan kontak Kenzie, Kelana kembali menemui cinta pertamanya itu. Buat yang nggak tau, Kenzie itu pacar pertama Kelana, sepanjang hidupnya. Pasca putus sama Kenzie, Kelana nggak pernah menemukan laki-laki lain yang bisa menggantikan posisi spesial kenzie di hatinya.

Hari ini, gadis yang dulu berambut pendek itu tiba di Jakarta. Dulu, sebelum lulus, Kenzie bilang mau merantau kuliah di Jakarta, sementara Kelana kuliah di Negeri Jiran, Malaysia. Waktu itu, Kelana berjanji, suatu saat, kalau mereka beneran berjodoh, suatu saat, semesta akan mempertemukan keduanya kembali.

Hari ini, 15 Juni 2021, Kelana menginjakkan kakinya di Jakarta, menepati janji yang ditulisnya di Pandora Box yang ia kubur bersama Kenzie di kebun belakang sekolah seusai upacara wisuda sekolah mereka 4 tahun silam. Dengan modal sosmed milik Kenzie, ia mencari keberadaan tambatan hatinya. Berkelana, seperti namanya. Tanpa arah dan tujuan, hingga ia menemukan tempat perhentiannya, Kenzie.

Sore itu, langkah Kelana terhenti di sebuah cafe. cafe sederhana yang nampak nyaman. Auranya menghipnotis Kelana untuk masuk dan memesan segelas es kopi kesukaannya. Wangi biji kopi yang baru melewati proses roasting semerbak mengisi ruang cafe yang relatif tak terlalu besar itu. Setelah pesanannya disajikan, Kelana memilih duduk di bangku yang menghadap ke jendela luar, menikmati orang yang lalu-lalang masuk-keluar cafe.

Mana ada yang tahu kalau saat itu akan menjadi momen yang mempertemukan kedua insan ini kembali.


Kelana duduk di cafe itu sambil menikmati kopi dan cakenya. Tak lupa ia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas selempangnya. Buku bacaan ringan yang setiap hari selalu menemaninya menunggu. Tapi, apa yang ia tunggu? bukankah ini aneh? hari itu, sang dara yang kini punya rambut cukup panjang dan di ikat membentuk messy bun ini nggak sedang menunggu apapun, tapi ia melakukan kebiasaannya ketika ia sedang menunggu orang atau membunuh waktu.

TING

suara bel di pintu berdenting cukup keras tanda ada orang masuk ke dalam cafe. hal itu membuat Kelana yang sedang fokus dengan buku bacaannya mengangkat kepalanya untuk mengamati siapa yang masuk ke dalam cafe tersebut. Salah satu dari 8 orang yang masuk ke dalam cafe itu nampak familiar bagi Kelana. laki-laki bersurai hitam legam, kulitnya putih, 175-176 cm kira-kira tinggi badannya dan yang paling membuat dirinya yakin itu orang yang dicarinya, ada tanda lahir yang berwarna kemerahan di area pelipis sang adam.

'Kenzie?' Kelana menatap laki-laki yang mengambil tempat duduk tak jauh dari tempat dirinya duduk.

'Ya? Kamu manggil saya?' tanya Kenzie bingung sembari menatap Kelana, mengamati kalau-kalau ia mengenali gadis yang memanggil namanya itu.

'KELANA?' kali ini sahutan dari Joseph yang langsung mengenali wajah Kelana meskipun kini surai kecoklatan sang gadis tak lagi pendek.

Kenzie masih mematung mendengar Joseph memanggil nama itu. ia masih tak mempercayai apa yang ia lihat.

'Aku Kelana,' Kelana tersenyum menganggukkan kepalanya menyambut Joseph yang baru saja mengumandangkan namanya ke seluruh penjuru cafe. 'Kamu nggak berubah ya, Seph. Ribut banget. Malu tau, diliatin semua orang,' kekeh Kelana diikuti Joseph yang nyengir sambil menggaruk tengkuknya yang nggak gatal.

Beberapa detik berlalu dan Kenzie berjalan ke arah Kelana dan merengkuh gadis itu dalam pelukannya. Kemudian dalam diam ia menangkup wajah Kelana dan merekam setiap inchi wajah cantik Kelana. 'Beneran kamu, aku kangen,' Kenzie tersenyum sambil mencubit pipi Kelana.

'Mas Kenzie, Kak Kelana diajak bareng aja, ngerayain ulang tahun Mas Kenzie sama kita,' celetuk Jafar yang lagi menata meja dengan seloyang cake yang sengaja mereka siapkan untuk ulang tahun Kenzie.

'Iya, Ken. sekalian cerita tentang kalian,' kali ini celetukan kepo keluar dari mulut Sanjaya.

'Yah mana bisa dibagi, Sanjaya. orang Kelananya cuma mau sama Kenzie,' ujar Joseph blak-blakan dihadiahi pukulan dari Kelana dan lirikan maut dari Kenzie.

'Joseph apaan sih!' sahut Kelana yang baru aja mukul lengan Joseph.

'Kamu ga papa aku cerita ke anak-anak soal kita?' Kenzie bertanya sambil menatap mata sang dara dengan tatapan khawatir.

Kelana hanya tersenyum dan mengangguk.

'Kelana ini mantan gue. dulu kita sempat jadian dari kelas 10 sampe 12. Putusnya sebenernya terpaksa, karena gue harus kuliah ke Jakarta dan dia udah diterima kuliah di Malaysia,' Jelas Kenzie.

'Kamu sama Kelana masih saling sayang kah?' kali ini sahutan dari Rama yang duduk di samping Dilara, sang kekasih.

'Kalo aku sih masih sayang sama Ken-ken sampe sekarang,' Kelana mengangguk sambil menatap Kenzie. Wajah Kenzie mulai bersemu merah pasca mendengar pengakuan dari Kelana.

'Ken-Ken?' Kali ini lirikan Jahil muncul dari duo jahil Mahanta dan Jovan.

'Tiga tahun lama juga, lho,' kali ini sahutan dari Krisna.

'Sebenernya, gue juga nggak rela putus sama Kelana. sampe sekarang masih sayang, malahan.' aku Kenzie.

'Jadi, make a wish dulu, nih. Kak Kenzie, sebelum kuenya kena lelehan lilin,' sahutan ini muncul dari Gita, pacarnya Krisna.

Kenzie berdeham, 'Kel, aku selalu berharap suatu saat kita ketemu lagi. Sabar bukan keahlianku. tapi saat aku lakukan itu, aku berakhir ketemu kamu,' Kenzie berhenti sejenak. 'Aku harap, kamu mau berkelana sama aku, masa depan mungkin nggak cerah-cerah amat. tapi kamu mau jadi tempatku berlabuh lagi kayak dulu?' Kenzie menggenggam tangan Kelana sambil mengutarakan isi hatinya.

'Ken, jujur aku kesini nyari kamu, aku kangen.' Kelana menitikkan air matanya. bukan karena sedih, ia menangis karena Ia terharu, Tuhan mengabulkan doanya untuk membawanya kembali pada pelabuhan hatinya. 'Aku sayang kamu, Ken,' Kelana mengangguk, menjawab pertanyaan dari sang adam barusan.

'Kok nangis?' tanya Kenzie sambil mengusapkan ibu jarinya di pipi Kelana, menghapus tetesan air matanya.

'Balikan nih?' Sanjaya bersorak.

'Kalo gitu tiup lilinnya bareng!' Mahanta berujar.

'satu, dua, tiga,' Si bungsu Jafar menghitung diikuti dengan tawa kakak-kakaknya.

Kenzie dan kelana saling tatap sebentar. 'Kel, temenin aku berkelana kemanapun takdir membawa kita, ya,' ungkap Kenzie sambil tersenyum disambut anggukan Kelana dan keduanya meniup lilin ulang tahun Kenzie yang ke 23 di selasa siang yang tak terlalu terik itu.

'Tuhan, kalau seandainya ini sungguh-sungguh rencana-Mu untuk membawa aku kembali ke Kenzie, jangan pisahkan kita berdua lagi. cuma itu permohonanku.' – Kelana.


𝙎𝙚𝙡𝙖𝙢𝙖𝙩 𝙐𝙡𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙝𝙪𝙣, 𝙆𝙚𝙣𝙯𝙞𝙚 𝙒𝙞𝙧𝙮𝙖𝙢𝙖𝙣𝙩𝙖, 𝙨𝙚𝙢𝙤𝙜𝙖 𝙠𝙞𝙨𝙖𝙝 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖𝙢𝙪 𝙨𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙞𝙣𝙙𝙖𝙝.

𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙆𝙚𝙡𝙖𝙣𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖𝙞𝙢𝙪


Saved: 11:12 AM, 15/06/2021 Word Count: 1167 words.