“𝑇𝘩𝑒 𝑅𝑖𝑔𝘩𝑡 𝑆𝑖𝑧𝑒 𝑇𝑜 𝐻𝑢𝑔”
Selepas membaca cuitan Kal di aplikasi burung biru, yang terbersit di pikiran Evan hanya segala kemungkinan terburuk. Sudah puluhan kali Evan berusaha menghubungi Kal melalui aplikasi berkirim pesan maupun facetime, namun tetap saja hasilnya nihil. nggak ada jawaban dari Kal. Pada akhirnya, Evan meminta bala bantuan, alias Harris untuk memeriksa keadaan Kal. Yang mana, pada akhirnya Harris menemukan Kal dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Karena panik melihat keadaan Kal, Harris akhirnya memanggil tenaga medis darurat untuk menangani keadaan Kal saat itu. Setelah injeksi infus dan obat penenang, pemuda berambut coklat keunguan itu terus memanggil Mum dan Kak Kelly dalam tidurnya. Karena khawatir dengan keadaan Kal, pemuda yang kala itu tengah berada dalam balutan piyama garis-garis dan kacamata berbingkai bening itu akhirnya memutuskan untuk menjaga Kal di kamar pemuda itu.
'Kal, please get better. I can't see you cry like this,' bisik Harris sambil membelai helai rambut Kal dan menyeka keningnya yang penuh bintik-bintik peluh.
'Mum,' gumam Kal dalam tidurnya. Ia nampak begitu gelisah dan kerutan di keningnya menyiratkan ketakutan.
'Kal, gue disini. gue di samping lo. lo ga sendiri,' Harris mengusap kening Kal. Pemuda 172 cm itu kemudian berpindah ke ranjang tempat Kal berbaring. Ia berbaring di samping Kal dan merengkuh tubuh Kal dalam pelukan hangatnya. 'I didn't know you've been through this hardships alone. I'm sorry, Kal.' bisiknya.
Keesokan paginya, Kal terbangun dari tidurnya dengan infus tersangkut di tangan kirinya sementara, di sebelah kanannya, ada sosok pemuda berpotongan rambut crew-cut yang nampak nyaman sekali memeluk tubuhnya. Kal tersenyum, lesung pipit manis terlukis di pipinya. Dengan hati-hati, dilepasnya jarum infus yang menempel di tangannya dan ditutupnya bekas jarum itu dengan perban baru. Kemudian, dibalasnya pelukan hangat dari Harris yang sedikit lebih mungil darinya.
'Kak, makasih banget lo mau meluk gue kayak sekarang,' bisiknya sambil memejamkan matanya.
'Good morning, Kal,' Harris tersenyum sambil membelai rambut Kal. 'Udah baikan belum?'
'Much better, thanks ya,' Kal memamerkan deretan gigi putih dan sepasang lesung pipit.
'Gua mau jalan entar, mau ikut?' tanya Harris lagi sambil menyeduh kopi instan dari mini bar.
'If you don't mind, of course,' Kal mengangguk.
'Tapi kalo ada apa-apa ngomong. jangan bikin semua orang panik kayak kemarin, ya,' kekeh Harris. 'Cuci muka, gih. kita breakfast dulu,' Harris menyesap coffee latte di tangannya untuk memastikan rasanya sudah pas. Eh, tunggu. Harris ga suka kopi, ngapain juga dia buat kopi?
ternyata, pemuda itu menyerahkan cangkir yang masih hangat itu pada lawan bicaranya. Ia tahu, penyuka mint-chocochips ini juga menggilai kopi untuk memulai harinya.
'Kak, makasih banget,' Kal tersenyum.
[saved: June 30, 2021]