jace'sarchive

yang nulis tiga sekamar

๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘– ๐ต๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ด ๐ป๐‘ค๐‘–๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘ ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘’๐‘  ๐ด๐‘ˆ


๐‘บ๐’†๐’Ž๐’†๐’”๐’•๐’‚


Usai pelukan penuh air mata itu, Kai mengajak Sanraku pergi melihat bintang di Bukit bintang. Sepanjang perjalanan, san hanya bisa tersenyum sambil menatap wira jangkung di sampingnya yang tengah menyetir. Dalam hatinya, ia tak hentinya bersyukur pada Yang Kuasa telah menitipkan seseorang sebaik dan setampan Kai pada dirinya yang penuh kekurangan ini.

โ€˜Kok ngeliatin terus, kenapa?โ€™ tanya Kai sambil tersenyum melihat wajah San yang kemerahan akibat tertangkap basah ngeliatin si pemilik garis rahang seksi itu.

โ€˜Nggak papa,โ€™ San kembali menatap ke depan sambil mengatur jantungnya yang berdegup nggak karuan karena baru saja tertangkap basah ngeliatin pujaan hatinya. Hari itu San menetapkan kalau Kai adalah pusat semestanya, bintang paling terang dalam rasi bintangnya dan poros bagi dunianya. Semuanya ditetapkannya dalam kesunyian. Kesunyian yang nyaman karena ada Kai di sampingnya.

Menurut San, hari itu, nggak peduli teman-temannya bilang apa tentang Kai, baginya, pria jangkung berbanding 3 cm lebih tinggi darinya itu adalah alasannya mau bertahan dan berusaha bertahan meskipun semuanya menyakitkan. San kuat karena Kai ada di sampingnya. Kai yang awalnya keras kepala dan keras hati sekarang mulai melembut karena ada sosok San yang menetralisir segala gejolak yang ada dalam dirinya.

Menurut kedua kakak Kai, Semenjak sering bertemu dan nongkrong dengan San, Kai berubah jadi pribadi yang lebih bisa mengutarakan pendapatnya dengan kepala dingin dan argumen yang menusuk ketimbang baku-hantam. Keduanya sama-sama memberi dampak positif dalam kehidupan satu dengan yang lainnya.

Sepanjang perjalanan, San dan Kai ditemani suara musik yang berkumandang lewat sound system mobil San. Ya, hari ini, si Rubicon hitam gagah kepunyaan Kai diparkir di kosan Sanraku dulu. Gantian sama Range Rover abu-abu metallic kepunyaan pemuda paruh Jepang itu. โ€˜Sekali-kali Anko diajak jalan-jalan juga dong, jangan Ruby terus,โ€™ gitu kata San pagi tadi sebelum berangkat. Anko itu nama panggilan yang diberikan Sanraku buat mobil hadiah pemberian sang ayahanda di hari ulang Tahunnya tahun lalu.

โ€˜Kai,โ€™ Panggil San ketika Kai menghentikan mobilnya di sebuah restoran untuk makan siang sebelum melanjutkan perjalanan mereka.

โ€˜Ya?โ€™ Kai menoleh dan menatap pujaan hatinya.

โ€˜Youโ€™re my galaxy, my universe,โ€™ San menagkup wajah Kai dengan kedua tangan mungilnya dan tersenyum manis.

โ€˜You too, San. Youโ€™re eyes are my galaxy, you, just you are my universe,โ€™ Kai tersenyum dan menarik San mendekat padanya sebelum mengecup kedua pipi San yang kemudian bersemu merah jambu karena kaget Kai mengecup pipinya tanpa aba-aba.

Emang nih oknum Kairos suka sekali mengacak-acak jantung dan hati Sanraku seenaknya. Sekarang San harus mengatur detak jantungnya supaya nggak kacau habis diporak-poranda sama pujaan hatinya itu. โ€˜IH APAAN SIH,โ€™ San merajuk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

โ€˜Udah ah, laper nih. Makan dulu yuk,โ€™ Kai mengalihkan topik sambil turun dari tempat duduknya dan membukakan pintu untuk kekasihnya. โ€˜Shibernya boleh ditinggal di mobil dulu, kali. Masa mau dibawa turun?โ€™

San yang tengah memeluk boneka plushie anjing bernama Shiber itu kemudian meletakkan boneka itu di bangku dan segera turun dari mobilnya.


๐‘Šโ„Ž๐‘œ ๐‘ค๐‘œ๐‘ข๐‘™๐‘‘'๐‘ฃ๐‘’ ๐‘”๐‘ข๐‘’๐‘ ๐‘ ๐‘’๐‘‘ ๐ผ'๐‘‘ ๐‘“๐‘Ž๐‘™๐‘™ ๐‘–๐‘› ๐‘™๐‘œ๐‘ฃ๐‘’ ๐‘†๐‘œ๐‘š๐‘’๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘ ๐‘œ ๐‘๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘Ž๐‘›๐‘‘ ๐‘’๐‘ฃ๐‘’๐‘› ๐‘š๐‘œ๐‘Ÿ๐‘’ โ€“ Arash Buana โ€œStarsโ€

Malam itu, Sanraku dan Kairos duduk di atas karpet piknik, menikmati hamparan langit penuh bintang ditemani sebotol Brandy Chocolate buatan Kak Keanna. San menyandarkan kepalanya di bahu Kairos sambil menatap bintang-bintang di atas langit itu dengan tatapan kagum. Dia berharap suatu saat nanti, dia menjadi salah satu bintang di atas sana, yang bisa menerangi malam kelamnya orang-orang yang dia sayangi, nggak terkecuali Kai, Kak Ao, Kak Jacob, juga teman-temannya, seperti Jean dan Radit.

โ€œTuhan, kalau nanti aku harus pergi, aku hanya mohon satu hal pada-Mu. Berikanlah kebahagiaan yang setimpal buat manusia hebat di sampingku. Terima kasih sudah menaruhnya di semestaku. Walau singkat, namun aku bahagia bisa bertemu dengan pria segagah dan setampan dia,โ€ San berdoa dalam hatinya.

โ€˜San, ngapain?โ€™ tanya Kai sambil menatap San yang mengatupkan kedua tangannya sambil memejamkan matanya.

โ€˜Doain supaya Tuhan kasih bahagia sama lo,โ€™ San tersenyum sambil menatap wajah tampan Kairos yang disinari temaram sinar rembulan dan gemerlap bintang di langit.

โ€˜Youโ€™re my shining star, my happiness, my everything, San,โ€™ Kai tersenyum manis membuat jantung San berdegup kencang.

โ€˜Jangan senyum kayak gini kalo sama orang lain,โ€™ pinta Sanraku sambil merajuk.

Melihat bibir pemuda 23 tahun di hadapannya itu, Kai hanya mengerutkan keningnya. โ€˜Emang kenapa?โ€™

โ€˜Nanti mereka jatuh cinta sama lo. Kan gue yang repot,โ€™ San masih mengeluarkan jurus poutingnya yang membuat si jahil Kai mencubit pipi kekasihnya itu.

โ€˜Iya, iya. Lo juga jangan gemes gini sama yang lain, entar gue yang repot ngelawan cowok-cowok yang ngantri buat macarin lu. Macam si Chris,โ€™ Kai tergelak melihat kelucuan kekasihnya itu.

โ€˜Mas Chris bukan siapa-siapa gue, Kai. Dia emang suka sama gue dari dulu, tapi dari awal gue kenal sama dia, gue ga nyaman sama cara dia ndeketin gue. Gak jarang gue ngumpet di belakang Jean sama Radit yang lebih kecil dari gue karena gue nggak suka cara nya berusaha mepetin gue,โ€™ San menghela nafasnya sambil kembali bersandar di pundak Kai.

Kai merangkul tubuh San dengan protektif, menyalurkan hangat tubuhnya untuk menghalau dingin yang menyerang San. โ€˜Kalo gitu, sekarang jangan jauh-jauh sama gua ya,โ€™ Kai tersenyum sambil mengecup puncak kepala Kai.

โ€˜Kaiโ€ฆโ€™ lirih San, masih berusaha menahan air matanya turun membasahi pipinya.

โ€˜Ya, sayang?โ€™ suara Kai mengalun lembut di telinga San.

โ€˜Gue mau pergi jauh, jauh banget. Gue cuma mau lo peluk gue, peluk gue sampe nanti gue bener-bener pergi,โ€™ bisiknya lembut. Air matanya turun membasahi wajahnya. โ€˜Gue sayang sama lo.โ€™

โ€˜jangan ngomong kayak gitu, San.โ€™ Kai mengeratkan rangkulannya pada bahu pemuda berlesung pipit itu.

โ€˜Gue juga pengennya gak ngomong gitu, Kai. Tapiโ€ฆโ€™ San tercekat, seakan ada batu yang menyumbat tenggorokannya. Ia hanya mampu menangis.

โ€˜Itโ€™s okay, sayang. Gua disini. Gua nggak akan ninggalin lo,โ€™ Kai memeluk kekasihnya erat, membiarkan kepala San bersandari di dadanya sampai tangisnya reda.

โ€˜Donโ€™t leave me, Kai,โ€™ rengek San seperti anak kecil yang tak ingin berpisah dengan pengasuhnya. โ€˜Temenin gue terus sampe nanti waktunya tiba.โ€™

โ€˜Gua gak akan ninggalin lo, San. What am I without my universe?โ€™ suara Kai terdengar begitu lembut mengalun di telinga San malam itu. Hari itu, San menyadari, separuh dari dirinya sudah terisi oleh cinta Kai yang begitu berlimpah. Ia merasa begitu aman dan nyaman dalam pelukan Kai. Suara detak jantung Kai bisa dengan mudah meredakan tangisnya. Wangi tubuh Kai bisa menenangkan pikiriannya yang bergejolak. Itulah yang kini dirasakan San.

Kai mengusap airmata kekasihnya itu dengan tangannya dan mengecup kening San, membuat kehangatan seketika menjalar ke sekujur tubuh pemuda Utama itu. Ia kemudian tersenyum, maniis banget. 'Gua tau ini bakalan jadi rocky road buat lo. tapi izinin gue berada di samping lo dan mengerahkan seluruh kekuatan gua buat jadi kekuatan lo menghadapi seluruh tantangan hari esok,' Kai membelai rambut Sanraku dan mengecup puncak kepalanya.

'Boleh, Kai. Makasih udah mau jadi semesta gue, matahari gue, kekuatan gue. maaf gue cengeng banget hari ini,' San menyembunyikan wajah nya yang berantakan itu di balik kedua telapak tangannya.

'No, it's okay to cry. lo udah nanggung beban yang cukup berat sendirian. Gue nggak mau lu nanggung semuanya sendirian lagi,' Kai tersenyum dan membelai rambut kekasihnya.


begitulah malam penuh bintang mereka berakhir. sepanjang perjalanan balik ke jakarta, Sanraku tertidur pulas di bangku depan. Kai tau betul San butuh dukungan dan saat ini yang dapat mendukung San hanya orang-orang terdekatnya, termasuk Kai, sahabat-sahabat San, dan kakak perempuan San.


Bersambung...

โ€œ๐€๐ซ๐ž ๐ฒ๐จ๐ฎ ๐›๐ฎ๐ฌ๐ฒ ๐ฐ๐จ๐ซ๐ค๐ข๐ง๐ ? ๐“๐ก๐ž๐ง ๐–๐ก๐ฒ ๐ƒ๐ข๐ ๐˜๐จ๐ฎ ๐ˆ๐ง๐ฏ๐ข๐ญ๐ž ๐Œ๐ž ๐‡๐ž๐ซ๐ž?โ€


inspired by Prompt [4] 'C'mere, you can sit on my lap until I'm done with my works' [Eng]


Starring: Lee Sangyeon x Ahn Younghee (oc)


[Playing: Day Off by Sangyeon]

'Sangyeon ah,' Younghee called out, she was there, inside Sangyeon's studio, watching the November born staring on his laptop.

'Five minutes more, babe,' Sangyeon waved upon Younghee's call.

'You said that a while ago and it's been 15 minutes. you haven't even looked at me once,' Younghee protested as she cutely sulked on the sofa behind Sangyeon's workspace.

'I'm working, babe. you know that,' Sangyeon sighed.

'Oh, You're busy working, then why do you invite me here?' she raised her voice a bit. Having an idol boyfriend is hard enough already. She hadn't had so much time to spend around Sangyeon and when she have time like this, She had to spend it watching him working and staring on his iMac for more than an hour.

Younghee was fairly upset upon that, she barely had time to talk to her boyfriend, and when she had, he'd hung up on her like now. 'That's it. I'm going back home,' she said, holding her breath and tears. she missed him so much but she didn't get to spend time with him much more than watching him work. The brown haired girl then stood up and took her bag and cardigan, ready to get out of the studio.

Finding his girlfriend upset, Sangyeon turned to face her and shrugged his shoulder. 'Babe, please. what do you want?' he said calmly. He knew that Younghee was upset and if he raised his voice, it'd be world war 3 happening in the studio and he didn't want his relationship to fall apart because of that.

'Stop staring to that monitor, look at me, hug me, kiss me. I just missed you that bad,' She finally broke down into tears. she couldn't contain her feelings anymore. it's too overflowing.

'Why don't you put your bag on the couch, come here. you can sit on my lap until i'm done with this one. I wanna show something to you. it's a secret, it hasn't even been released but i want you to listen to it. because it's made for you,' Sangyeon said softly, patting on his lap, motioning the younger girl to sit on his lap.

Younghee nodded and slowly put his bag down and slowly sat on her boyfriend's lap before Sangyeon turned his chair back to face the screen again. As the song started to play softly through the speakers, Sangyeon rested his chin on Younghee's shoulder. His breath was lingering on her ear.

'S-Sangyeon ah,' She started to shiver upon feeling the air touching his neck and earlobe.

'Yes, babe?' Sangyeon grinned meaningfully as he whispered into her ear.

The girl then turned her body to face the elder male and cupped his face. she couldn't resist anymore not to kiss the elder male. She slowly cut the space between them and landed her pinkish lips onto Sangyeon's sweet and plump lips. Soon enough, their kiss became deeper and more passionate. Sangyeon snaked his hands around Younghee's slim waist and pulled her some inches closer to him, meanwhile the younger girl slung her arms around Sangyeon's shoulder, to keep the male closer.

Sangyeon couldn't help it to chuckle and lick on Younghee's plump pinkish lips to ask her to open up. as soon as she opened her mouth, the sweet and warm kiss turned into a wilder and more passionate kiss while his hands roams into Younghee's shirt, unclasping her bra. The next thing they know, Sangyeon carried the younger girl to the couch and pinned her down. One thing before we continue, he locked the door and began to kiss every inch of Younghee from her head to her jawline, down to her neck and earlobes.

Younghee moaned when she felt Sangyeon's lips on her shoulder, making the boy grin more playfully. the session became hotter and that's how they ended that day, a makeout session in the studio, accompanied by Sangyeon's latest work, Day Off. A hot summer day that felt like cloud nine for both Younghee and Sangyeon.


Fin

โ€œ๐ผ'๐‘š ๐‘›๐‘œ๐‘ก ๐‘Ÿ๐‘’๐‘“๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ÿ๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘œ ๐‘กโ„Ž๐‘’ ๐‘ ๐‘œ๐‘›๐‘”, ๐ผ๐‘ก'๐‘  ๐‘ฆ๐‘œ๐‘ข๐‘Ÿ ๐‘’๐‘ฆ๐‘’๐‘ , ๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘ฆ'๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–๐‘“๐‘ข๐‘™โ€


Kim Hongjoong as Himself You as Choi Ara


from the prompt challenge [37.] โ€œIt's Beautiful, Isn't it?โ€


Terbiasa bersama sejak kecil, itulah gambaran dari persahabatan Ara dan Hongjoong. Keduanya terbiasa bersama melakukan segala hal. Saking terbiasanya, keduanya tak menyadari kalau benih-benih cinta mulai tumbuh diantara kedua insan muda ini. Ara dan Hongjoong tak terpisahkan, begitu komentar dari Minseong, kakak laki-laki Ara yang menyaksikan persahabatan dari kedua insan ini. Bahkan member ATEEZ pun mengakuinya.

Pasalnya, Hongjoong tak pernah mengizinkan siapapun masuk ke ruang kerjanya, bahkan Seonghwa pun tidak. Tapi, setiap kali Ara datang, pintu studio itu terbuka lebar untuk Ara. Kadang, member ATEEZ cemburu terhadap keterbukaan Hongjoong pada Ara, tapi mereka sadar bahwa bagaimanapun, sejauh apapun mereka terpisah, hati Ara tak pernah meninggalkan Hongjoong, begitu pula sebaliknya.

Kalau member ATEEZ pernah bercerita bahwa Hongjoong akan menghabiskan 10 menit untuk menyiapkan busana yang ia akan kenakan saat pergi meeting dengan agensi, pemuda 24 tahun ini akan menghabiskan 20-30 menit hanya untuk memilih busana yang tepat untuk bertemu dengan Ara. Kata Hongjoong, Ia harus selalu terlihat tampan dan memukau di hadapan Ara. Soalnya Ara itu sangat cantik di mata Hongjoong, walaupun Hongjoong enggan mengakuinya.


Suatu siang di musim panas yang cerah dan sedikit beranginโ€ฆ

Ara duduk di sudut sebuah kedai kopi di daerah hongdae sambil menikmati kopinya dan membaca buku yang sengaja dibawanya. Hari ini, Hongjoong dan Ara memang sudah berencana untuk bertemu setelah berbulan-bulan menunda acara temu-kangen mereka. Harusnya, acara hangout ini mereka lakukan musim semi lalu. Tapi, Hongjoong disibukkan dengan aktivitas promosi album Fever Part 2 bersama ATEEZ, belum lagi padatnya jadwal latihan untuk persiapan acara Kingdom yang menyita sebagian besar waktu pemuda bermarga Kim ini memaksa keduanya untuk membatalkan acara Quality Time mereka.

โ€˜Ara,โ€™ Hongjoong mengetuk meja di depan Ara dua kali sebelum sang gadis mengangkat kepalanya dari buku bacaannya dan tersenyum.

โ€˜Joongie! Bagaimana kabarmu?โ€™ tanya Ara sambil memasukkan buku ke dalam tote bag kanvasnya. Matanya menatap wajah Hongjoong yang nampak agak letih. โ€˜Pasti jadwalmu padat sekali. Aku jadi tak enak kau harus menyelipkan acara ritual me-time kita ini di tengah kesibukanmu.โ€™ Ara menatap Hongjoong dengan tatapan khawatir. โ€˜Aku nggak papa, Ara. Tenang saja,โ€™ Hongjoong tergelak mendapati reaksi sahabatnya yang sedikit panik itu. โ€˜Seperti biasa, masih sibuk di studio.โ€™

โ€˜Sudah sarapan kah?โ€™ tanya Ara lagi.

โ€˜Hmm, kayaknya terakhir makan tadi malam deh. Belum sempat sarapan, habis kan lagunya belum selesai,โ€™ Hongjoong menggeleng sambil duduk di samping Ara.

โ€˜Aku beliin makanan ya. Kamu harus makan, kalau nggak mau makan berat, mungkin waffle sama strawberry smoothies, gimana?โ€™ tanya Ara menawarkan beberapa menu yang dirasanya cocok dengan lidah Hongjoong.

โ€˜Kamu masih ingat menu favoritku ternyata,โ€™ Hongjoong terkekeh dan mengangguk.

โ€˜Okayy!โ€™ Ara mengangkat tangannya membentuk gestur โ€œOKโ€.

Bagaimana Hongjoong tak jatuh hati pada Ara, gadis itu begitu perhatian padanya. Nggak hanya melulu soal makanan, Ara juga peka soal kondisi psikis alias keadaan mental Hongjoong. Ara selalu memastikan Hongjoong dalam kondisi mental yang baik. Kadang, walau tak terlalu memahami seluk-beluk kehidupan sebagai idol, Ara selalu mendengarakan cerita dan keluh-kesah Hongjoong dengan seksama. Seperti kala itu, di cafรฉ berornamen minimalis itu, Ara memilih menyandarkan kepalanya di pundak Hongjoong, mendengarkan semua ocehan pemuda 172 cm itu sambil sesekali memegang tangannya.


Usai acara temu kangen di cafรฉ, Hongjoong mengajak Ara untuk berkunjung ke studionya, menemaninya bekerja. Sesungguhnya, Ara nggak masalah dengan rutinitas menemani Hongjoong, malahan ia suka mendengarkan lagu-lagu buatan Hongjoong. Kata Ara, lagu buatan Hongjoong itu sumber semangatnya. Lagu-lagunya itu selalu memberinya semangat untuk menjalani hari-hari selanjutnya dalam hidupnya.

'Cantik,' Ara bergumam ketika Hongjoong sedang memamerkan lagu baru karangannya.

'Hah? apa?' Hongjoong yang masih fokus dengan aplikasi untuk mengedit lagunya tiba-tiba menoleh.

'Eh, enggak, maksudku lagumu cantik,' Ara bergumam. Gadis itu benar-benar tengah mengagumi lagu yang diputar sama Hongjoong dengan mata yang berbinar.

Hongjoong yang tadinya masih sibuk dengan layar komputernya menoleh dan menatap mata sang gadis yang tengah berbinar-binar. 'Cantik kan?'

'Iya, lagunya cantik,' Ara tersenyum manis.

'Bukan, Ra. Matamu cantik banget,' Hongjoong mendekat dan perlahan memotong jarak diantar mereka berdua. awalnya, ia hanya mendaratkan bibirnya di atas kening Ara. Yang tiba-tiba dikecup pun langsung menutup wajahnya yang bersemu merah. Jantung Ara berdegup kencang, Hongjoong bisa dengar irama detak jantung gadis di hadapannya itu dengan cukup jelas.

'Iiiihh, Hongjoong,' Ara memukul dada Hongjoong pelan.

'Kenapa, Ra? matamu kan memang sungguhan cantik,' Hongjoong nyengir jahil sambil mengeluarkan kekehan yang sangat renyah terdengar di telinga Ara.

'Ra, liat sini dulu,' Hongjoong menangkup wajah Ara dan dengan secepat kilat mendaratkan labia merah jambunya itu di bibir Ara.

'HONGJOOOOONGG,' Ara kembali memukul pelan dada Hongjoong dan menyembunyikan wajah kemerahannya di dada sang pemuda Scorpio yang tengah tertawa melihat betapa menggemaskannya reaksi Ara itu.


โ€œIf I could, I would kiss away your scarsโ€


A short story. Sanjoong Werewolf! AU


San was home late that night. He removed his clothes, revealing his battle scars. He had just gotten into another werewolf fight. This time, it was a serious fight and his body was filled with scars. San believed nobody was home that time, he forgot Hongjoong was at the same room with him all the time. The elder was leaning on the headrest, with his laptop on his lap, working, as always.

โ€˜Hyung,โ€™ San called out to the elder male.

Hongjoong lifted his head up from his laptop and looked at his mate. โ€˜Jesus Christ, what have you been doing, babe?โ€™ He was shocked at the amount of fresh scars painted on Sanโ€™s slightly tanned skin.

โ€˜Iโ€™ll tell you later, but would you help me patching up these wounds?โ€™ San asked.

โ€˜Go wash yourself, San. Iโ€™ll patch you up later. You reek of blood,โ€™ the elder said. โ€˜It must be a long fight, isnโ€™t it?โ€™ he sighed.

โ€˜Itโ€™s just a plain territory fight with Stray Kids,โ€™ San said as he took his towel and in to the bathroom.

โ€˜San, werenโ€™t you with Seonghwa, Jongho and Mingi?โ€™ Hongjoong asked as he leaned on the bathroom railing, watching his mate plunging himself into the aromatic hot water bath he prepared.

โ€˜Mmhm, they were equally wounded like I was. Would you come and join me, hyung? The tub feels a little empty,โ€™ San asked, waving his hand signing for the elder to come and join him. Hongjoong smiled as he slowly took of his broken white button-down oversized shirt and pajama shorts to join into the bath with his beloved one.

San immediately hugged the smaller male as soon as Hongjoong dipped himself into the bathtub. โ€˜This was the longest fight ever,โ€™ He whispered.

Hongjoong knew the younger tried so hard to keep their territory even when itโ€™s not as big as the other packsโ€™, the place is very much a home to the eight of them and they would do anything to protect it. San knew how to fight and heโ€™s always upfront when anyone tried to kick them out of their save haven. His battle scars showed all efforts he had put on all these years to keep the haven to them eight.

โ€˜San,โ€™ Hongjoong called the younger and rubbed his wet hair with his right hand. โ€˜Thank you, for everything youโ€™ve done to protect me. Thank you for letting me into your life,โ€™ Hongjoong looked at his mate endearingly.

โ€˜Hyung, Iโ€™d trade my life to protect you from everything. You know it, donโ€™t you?โ€™ San smiled and slowly moved forward, cutting all the spaces between them. San moved closer and finally landed his beautiful pink plumpy lips onto Hongjoongโ€™s. The kiss soon became deeper and more passionate. The younger than moves closer and began to lick the elderโ€™s lips while the orange head flung his arms around the younger as he moved onto his lap.

San snaked his arms on Hongjoong's waist, supporting the elder before exploring the elder's mouth with his tongue. the bathroom soon was filled with moans and grunt from the two. The two then broke the kiss to catch for some air. without any consent from the elder, San then trails kisses down Hongjoong's jawline, onto his neck and collarbone. the soft and smoochy kisses becomes more rough when San finally gets to the back of Hongjoong's neck.

His eyes glowed specs of golden before he planted his teeth into the elder's neck. with that, Hongjoong's eyes glowed the same colour and to muffle his werewolf roar, he instinctively bit on San's shoulder which was a bad decision because, the painful but pleasing bite gets deeper and deeper, sending the elder to his cloud nine.

'mmmmhh, San ahh~' the elder whined as San let go of his bite on the elder's neck and licked it clean as the wound heals on its own. Hongjoong then hugs the younger tighter as he licks on the younger's neck, cleaning the younger, just like a wolf cleaning each other. 'I just wished I could kiss away all your wounds after the battle away. But this is what i can do for now.'

San only smiled and being in his 5 year-old mental state, he splashed the water onto the elder's face. 'Let's get out of here and continue our night on the bed, I'll fill you up,' San smirked as he motioned the elder to go out of shower with him.


'Youโ€™re not Alone'


Seutas cerita tentang Wooyoung dan Choi San rasa lokalan Choi San : Charisto Santiago Kurniawan Jung Wooyoung : Yoshua Uriel Juantama


[#13] Requested by Sayaaaang, from the writing plot challenge


Charisto Santiago Kurniawan, siapa yang nggak kenal nama itu. Kelas 11, juara umum setiap tahun, atlet Taekwondo sekolah yang mulai berkiprah di pertandingan internasional. San memikul tanggung jawab yang begitu besar di pundaknya, ekspektasi guru dan teman-teman sekolahnya tinggi akan dirinya. Tak jarang seluruh mata berpusat padanya ketika ia tiba di sekolah maupun saat dia pulang sekolah.

San tidak mengenal cinta dalam kamus hidupnya. Kalau boleh jujur, San sangat lelah dengan semua ekspektasi orang terhadapnya. Ia ingin jadi dirinya sendiri. Seperti teman-teman seusianya, belajar, bermain dan berkegiatan seperti anak SMA pada umumnya. Ia membenci dirinya yang selalu harus memikul tanggung jawab seberat itu tanpa bisa merasakan indahnya masa-masa SMA yang orang bilang menyenangkan itu.

Di lain sisi sekolah, ada Yoshua Uriel Juantama. Adam berambut hitam legam dengan tahi lalat terlukis di bawah mata kirinya dan senyum jahil yang selalu menghiasi wajahnya ini berbanding 180 derajat dengan sosok San. Yoshua bukan tidak pandai, Ia selalu menempati 5 besar siswa terbaik di kelasnya.

Namun, sayangnya, orang memandangnya sebelah mata karena Yos ini bergabung di team dance yang notabene isinya anak-anak yang dicap bengal, berandal, nakal dan segudang adjektiva yang menggambarkan hal yang negatif. Padahal sungguh deh, selain jahil, nggak ada lagi sifat Yos yang menyebalkan. Malahan orang-orang suka berteman dan ngumpul sama Yos karena sifatnya yang supel dan bawel.


San punya kebiasaan mengisi sebuah buku jurnal, menuangkan semua cerita yang dialaminya, bagaimana perasaannya hari itu. Ini adalah bagian dari terapi yang ia jalani setalah sebelumnya si tampan berlesung-pipit ini didiagnosa mengalami gejala gangguan mental ringan. Biasanya, buku itu akan ia serahkan pada Kak Senja, kakak perempuan sekaligus tempat curhat San yang paling ia percaya dan sayangi.

Dibalik senyum yang selalu dianggap menawan oleh anak-anak perempuan di sekolahnya, terdapat luka yang tak kasat mata. Di balik jaket denim yang menutup lengannya pun terdapat luka, bekas goresan yang sudah kering maupun baru. Kenapa? Kenapa orang sesempurna San tega melukai tubuhnya sendiri? semua itu karena ia merasa semakin kesini, semakin berat tuntutan yang harus dipikulnya dan pundaknya nggak bisa memikul semua itu sendirian.

Suatu hari, sepulang sekolah, seharusnya ada latihan Taekwondo, tapi San tak kunjung muncul. Padahal, semua orang tahu pemuda 176 cm itu tak pernah punya rekor bolos latihan ketika musim turnamen sudah mulai menampakkan hidungnya. Tapi hari itu, Pak Samuel, ayah sekaligus pelatih Taekwondo di sekolah San, menunggu dengan gusar karena putra dan kebanggaannya tak kunjung menampakkan wajahnya di dojang tempat mereka berlatih.

Sebenarnya, San ada kok di sekolah. Tapi ia menghindari pertemuan dengan papanya. Salah satu hal yang membuat dadanya sesak dan takut menyelimuti dirinya adalah ekspektasi Papa terhadap San. Jujur, itu pun kalau boleh, San takut bertemu dan membuat papa kecewa kalau seandainya performanya saat sparring, kyukpa maupun poomsae mengecewakan. Dan belakangan ini, San nggak bisa menutupi hal itu saat ia berhadapan dengan Papa, baik di rumah maupun di sekolah. Sekujur tubuhnya gemetar saat itu. Hanya ada satu kata yang menggambarkan ekspresi wajahnya saat itu. Takut.

โ€˜Loh, Charis,โ€™ kata-kata itu muncul dari mulut Yos yang saat itu juga berada di toilet. โ€˜Kok belom ganti pakaian. Pak Sam sudah nyari kamu tuh,โ€™ Yos berujar lagi.

San tidak membalas ucapan Yos. Yang ada, mendengar nama papanya disebut ia semakin panik, nafasnya jadi tersengal-sengal.

โ€˜Loh, kenapa?โ€™ Yos dengan sigap menangkap tubuh San yang agak limbung dan hampir jatuh. โ€˜Ris, kamu nggak papa kan?โ€™

San hanya mengangguk. tubuhnya masih gemetar dan ada ketakutan tersirat di matanya. Yos pun tau somethingโ€™s off. Ada sesuatu yang nggak benar dengan apa yang baru saja disaksikannya.

โ€˜Tarik nafas, aku di sini, kamu nggak perlu takut,โ€™ hanya itu yang bisa dilakukan Yos saat itu. Dan San nggak punya pilihan selain mengikuti instruksi dari Yos. Perlahan gemetar di tubuhnya hilang, nafasnya kembali normal. Tapi saat itu juga tubuhnya kehilangan tenaga dan terhuyung ke arah Yos yang dengan sigap menangkapnya. โ€˜Aku nggak mau kamu cerita apapun sekarang, kamu tunggu di kelas aja. Aku ke ruang taekwondo untuk bilang kamu ada pelatihan untuk olimpiade,โ€™ Yos membantu San bertumpu pada kedua kakinya lagi sambil mencoba menawarkan solusi pada San.

San mengangguk dalam diam dan membawa tas berisi pakaian taekwondonya kembali ke kelas. โ€œKenapa coba Yos begitu baik ke aku. Padahal aku kenal dekat sama dia pun enggak,โ€ tanya San dalam hati. Dia nggak tau aja, selama ini, Yos tuh suka sama San yang misterius dan pendiam.

Sepuluh menit kemudian, Yos muncul dari balik pintu kelas. Kondisi San sudah kembali Normal. Yos berjalan mendekat sambil mengernyitkan keningnya, menilik apa yang sedang dilakukan San saat itu. Semua itu diluar ekspektasi Yos, San sedang menulis di buku jurnalnya sambil menghias buku itu dengan gambar-gambar ilustrasi. Dia nggak tahu San berbakat dalam hal itu.

โ€˜Bikin apa?โ€™ Yos duduk di samping San sambil berusaha mengintip.

โ€˜Dokter bilang, ini bisa membantu gue mencurahkan apa yang ga bisa gue omongin,โ€™ San menggeser sedikit tubuhnya agar Yos dapat melihat apa yang sedang ia lakukan.

โ€˜Aku boleh baca?โ€™ tanya Yos sambil meminta persetujuan pemilik orbit hitam di sampingnya.

โ€˜Gue nggak biasa cerita lisan. Kalau lo mau tau alasan kenapa tadi gue kayak gitu, lo bisa baca jurnalnya,โ€™ San menggeser buku yang tadi diisinya dengan tulisan dan gambarnya itu.

Yos mulai membaca, kalimat demi kalimat, halaman demi halaman. Tak butuh banyak waktu baginya untuk mencerna semua tulisan San. Selama ini, di balik sosok sesempurna itu, terdapat seorang yang lemah dan butuh pertolongan. Dan ia baru menyadari semua tekanan dan beban yang tertanam di bahu pemuda di sebelahnya itu saat membaca seluruh kisah yang tertuang dalam buku kecil itu.

Perlahan, air mata yang tadi tertahan di pelupuk matanya meleleh membasahi pipi dan kerah seragamnya. โ€˜Maaf, aku ga tau bebanmu seberat itu,โ€™ isak pemuda 173 cm itu.

San menepuk bahu sang wira di sebelahnya itu. Udah sih, jangan nangis. Kan gue yang ngerasain. Cuma emang gue nggak bisa ngungkapin semuanya aja. Semuanya ketahan di kerongkongan,โ€™ San menunduk.

โ€˜San, mulai sekarang, aku mau denger semuanya. Kamu nggak sendiri.โ€™ Yos menatap Kurniawan di sampingnya dalam-dalam.

โ€˜Suatu saat, semua akan meninggalkan gue karena nggak tahan sama beban yang gue pikul sekarang. Apa lo juga akan ninggalin gua juga?โ€™ San menggenggam pena di tangannya kuat-kuat.

Yang ditanya hanya menggeleng lembut dan menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang sangat menenangkan. โ€˜Kalo mereka begitu, aku enggak. Aku nggak akan ninggalin kamu. Beban itu, nggak akan kamu pikul sendiri lagi. Bagi bebannya sama aku. Aku janji, aku akan pikul beban itu bareng sama kamu,โ€™ ujar Yos mantap sambil membelai rambut San. Perlahan, genggamannya mengendur dan pena yang dipegangnya terjatuh ke lantai.

โ€˜Kenapa? Kenapa lo mau membagi beban itu sama gue?โ€™ tanya San sambil mengerutkan keningnya.

โ€˜Kamu udah pikul itu semua sendiri selama ini. Dan aku nggak tau soal itu. Karena aku sayang sama kamu, aku mau jadi temanmu. Nggak cuman waktu seneng aja. Aku akan selalu ada waktu kamu mau nangis. Bahu ini siap jadi sandaran buat kamu,โ€™ Yos berujar sambil merengkuh San dalam pelukan hangatnya.


โ€˜Tuhan, terima kasih. Disaat aku mempertanyakan keberadaan-Mu. Engkau mengirimkan malaikat pelindungmu untukku. Malaikat yang bisa kusentuh, kurengkuh dan selalu berada di dekatku. Sekali lagi, aku bersyukur. Meskipun aku ini tak sempurna, Engkau memberikan seseorang yang mau menerimakuโ€™โ€“ Charisto Santiago Kurniawan.


๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘– ๐ต๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ด ๐ป๐‘ค๐‘–๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘ ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘’๐‘  ๐ด๐‘ˆ


๐ฟ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘–๐‘ก ๐‘†๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘–๐‘ 


Flashback ke waktu San dirawat di rumah sakitโ€ฆ

โ€˜Sora, pasien rawat jalan yang baru di MRI ganteng banget. Kayaknya namanya mirip lu deh, jepang-jepang gitu juga. Katanya, mukanya juga mirip lu, Ra,โ€™ ujar salah satu perawat yang tengah bertugas di Instalasi Gawat Darurat bersama dengan Aozora dan beberapa teman sejawatnya.

โ€˜Eh? Iya ya. Sekarang masih di kamar MRI?โ€™ tanya Aozora pada sang perawat. Panik tersirat di wajah manis Aozora. โ€˜Siapa nama pasiennya?โ€™

โ€˜Sanraku, namanya unik banget, Ra,โ€™ Kali ini sahutan muncul dari seorang pria yang membawa papan rekam medis. Kayaknya baru menyelesaikan tugasnya dari bagian radiologi.

โ€˜Otouto,โ€™ matanya membulat sempurna, jantung Sora berdegup kencang. โ€˜Dia di mana sekarang?โ€™ tanya Sora dengan nada panik.

โ€˜Di kamar 217, lantai 2, VIP Room,โ€™ jawab pria itu. โ€˜Ra, kondisi dia cukup serius.โ€™

โ€˜Nanti kita bicarain lagi kondisi adik gue. Sekarang gue harus ketemu dia,โ€™ Sora melepaskan tangannya dari cengkeraman sang adam dan berlari menuju ke kamar rawat dengan nomor yang disebutkan oleh teman sejawatnya tadi.

Mendengar berita barusan, dunia Sora seakan runtuh. Adiknya, sosok yang menjadi penyemangat Sora dalam menjalani seluruh hiruk-pikuk dunia ko-as dan perkuliahan kedokteran yang tengah ia jalani. Sosok ceria yang selalu memeluknya ketika ia menyelesaikan siklus jaganya tanpa peduli apa yang dihadapi Sora selama di rumah sakit. Gunung perlindungan Sora ketika papa dan mama bertengkar hebat di rumah kini terbaring lemah di ruang perawatan di rumah sakit.

Air matanya tumpah ruah membasahi pipi dan seragam jaganya. Tanpa ragu, Sora langsung mendorong pintu ruangan tempat San beristirahat dan berlari mendekati adik kesayangannya itu.

โ€˜Otouto,โ€™ Ungkap Sora dalam Bahasa Jepang sambil berlari dan memeluk adik kesayangannya.

โ€˜Nee-san,โ€™ San memeluk kakaknya sambil membelai rambut yang lebih tua. โ€˜Kok nangis?โ€™ tanya San lagi.

โ€˜Kenapa nggak bilang kalo San sakit?โ€™ tanya Sora sambil menangis sesenggukan.

โ€˜Kak Ao, San nggak akan ninggalin kakak,โ€™ San memeluk kakaknya erat-erat. Suaranya terdengar tegar, walau pemuda itu sadar, usianya hanya tinggal sebentar lagi. Ia nggak boleh menangis. Ia harus tegar, demi kakaknya yang sangat ia sayangi.

โ€˜Iโ€™ll grant your wish, whatever it is,โ€™ Sora berjanji.

โ€˜Kak, open your heart buat Kak Jacob. Dia tuh cocok banget sama kamu, kak. Kalian sama-sama kedokteran juga. Before I die, I wanna see you with him,โ€™ San menarik anak-anak rambut Sora ke belakang telinga gadis itu.

โ€˜Jangan ngomong seakan-akan umurmu tinggal sebentar gitu dong. Tapi for you, Iโ€™ll try,โ€™ Sora membelai rambut pendek San. โ€˜Papa dan Kaa-san udah tau kamu sakit?โ€™ tanya Sora lagi.

โ€˜Nope. Jangan kasi tau ya. This is our little secret. Himitsu. Kalo mereka tau, apa nggak riskan berantem terus?โ€™ San menghela nafasnya mengingat belakangan ini, intensitas pertikaian kedua orang tuanya semakin sengit dan membuatnya enggan untuk kembali ke rumah dan memilih tinggal di apartemen yang disewakan untuknya dan kakaknya.

โ€˜Kalo gitu, kabarin kalo nanti mau mulai berobat ya, Iโ€™ll be here,โ€™ Sora berujar. โ€˜Aku balik jaga dulu.โ€™ Gadis itu mengusap wajahnya dan berpamitan.

โ€˜Kak, Iโ€™m proud of you!โ€™ San tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya.

Flashback Ends


Seminggu setelah San dirawat di rumah sakitโ€ฆ

Sora baru saja menyelesaikan siklus jaganya dan kini gadis itu berada di ruang rehat bersama dengan Jacob, dokter residen, yang disebut-sebut naksir dengannya sejak jaman perkuliahan pre-klinik dulu.

โ€˜Ra, masalah adik lo, gua baru dapet kabar dari radiologi,โ€™ ujar Jacob sambil menyerahkan rekam medis Sanraku pada Sora.

โ€˜Makasih, kak,โ€™ Sora membaca dan betapa kagetnya dia mendapati hasil pemeriksaan adik kesayangannya itu. Semua hasil mengindikasikan bahwa San menderita Leukimia. Dan umurnya nggak panjang lagi. Lagi-lagi, langit Sora runtuh. Seluruh wajahnya basah. Jacob hanya duduk di sampingnya, membelai punggungnya dengan lembut.

โ€˜Ra, San bilang ke gue kalau dia nggak mau lo, bokap dan nyokap kalian tau soal hal ini. Tapi menurut gue at least lo harus tau. San butuh support lo selama pengobatannya. Gue beneran salut sama San yang tegar dan nerima keadaan ini dengan kuat,โ€™ ujar Jacob sambil menenangkan Sora yang menangis.

Hangatnya telapak tangan Jacob yang membelai rambutnya membuat Sora sedikit-demi sedikit lebih tenang. โ€˜Kak,โ€™ Sora memanggil yang lebih tua sambil menangkup wajahnya yang penuh air mata.

โ€˜Ya, kenapa?โ€™ tanya Jacob.

โ€˜Kalo nanti udah masuk jadwal pengobatan San, gue boleh minta lo temenin gue nyemangatin San?โ€™ balas Sora sambil mengusap wajahnya dengan tisu basah.

โ€˜Never thought youโ€™d ask me to do this with you, Ra,โ€™ Jacob tersenyum manis banget kayaknya senyum Jacob itu bisa bikin semua perawat di bangsal mleyot.

โ€˜Gue butuh support buat ngasih support ke San. Gue nggak akan sanggup ngelihat dia sengsara pas chemo dan rangkaian pengobatan lain,โ€™ Sora menunduk.

โ€˜Hey, Ra. San itu kuat. Dia lebih kuat dari yang lo kira. He can do it dan gue mau jadi support buat dia dan lo juga,โ€™ Jacob tiba-tiba memeluk Sora sebelum gadis itu kembali dibanjiri air mata.


Hari, bulan dan waktu begitu cepat berlalu. Tanpa terasa, siklus pengobatan Sanraku yang pertama sudah usai. San masih menginap di rumah sakit, bau obat-obatan yang keras menyeruak ke sekeliling ruangan perawatan tempat San dirawat. Wajah San masih nampak pucat, belum lagi nafsu makannya yang tiba-tiba raib dari dirinya.

San yang biasanya doyan makan, jadi nggak punya gairah buat menghabiskan makanannya. Yang ada, pasti pemuda itu mengeluh ia ingin memuntahkan seluruh isi perutnya. Melihat kondisi San yang menurun, tak hanya Sora yang sedih. Teman-temannya juga sedih. Begitu pula Kai. Kai yang baru tahu tentang kondisi San dari Sora pun sama. Sedih, seakan dunianya hancur berkeping-keping.

โ€˜Kak, apa infusnya diganti infus makan dulu sementara?โ€™ Sora yang udah frustasi karena adiknya nggak bisa makan makanan solid memberi ide.

Jacob mengangguk dan memanggil perawat untuk memasangkan infus pengganti makanan pada San. โ€˜Kita pantau terus, Ra. Gue visit ke pasien bentar, nanti sore balik sini.โ€™

โ€˜San,โ€™ Sora mendekati adiknya. Yang punya nama hanya menatap kakaknya. Tubuhnya sudah nggak kuat lagi untuk melakukan gerakan apapun.

San kini mengenakan topi rajut buatan Sora, menutupi rambutnya yang sudah mulai rontok. Berat badannya turun drastis akibat dari pengobatan ini. โ€˜Bertahan ya,โ€™ kali ini Jeandra maju dan memegang tangan sahabatnya.

โ€˜Kita di sini, San. Gue ga akan halangi lo dan Kai lagi. Gue titipin lo ke dia,โ€™ Radit mendekat dan menatap tajam pada si jangkung Kairos. โ€˜Jagain sahabat gue. Buat dia, lo semestanya, lo rasi bintang paling terangnya. Lo juga harus kuat karena lo kekuatannya San.โ€™

Kai yang ditodong begitu hanya mengangguk. lidahnya kelu. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Hatinya remuk redam melihat keadaan kekasihnya saat itu. San yang selama ini nampak ceria dan bahagia di sampingnya ternyata memikul beban yang berat. Ternyata selama ini semestanya sedang berjuang melawan penyakit yang perlahan menggerogoti dirinya. Kai semakin kagum melihat kekuatan dan ketabahan San. Tapi di lain sisi, Ia juga khawatir dan takut kehilangan belahan jiwanya. Melihat itu, Sora pun menyadari nggak hanya langitnya yang runtuh, semesta Kai pun hancur berkeping-keping.

โ€˜Kak,โ€™ San mencoba mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengusap air mata di pipi Sora. โ€˜Kalau langit menangis, nanti hujan deras. Kalau hujan deras aku nggak bisa keluar, main hujan.โ€™

โ€˜Kalau kamu lemes gini, emang bisa main hujan?โ€™ tanya Sora sambil menangis.

โ€˜San nggak akan pergi sekarang, Kak. Kak Ao percaya deh, Lo semua juga,โ€™ San menatap sahabatnya, lalu ke Kai. โ€˜Lo juga. Kalian harus percaya sama gue. Gue masih kuat. Gue bisa lewatin ini.โ€™

Ucapan San barusan juga didengar oleh Jacob yang baru masuk ke ruangan sambil membawa cairan infus, menggantikan yang baru saja habis. โ€˜Gue percaya lo kuat, San. Gue di sini. Kalo lo ada butuh apa-apa Iโ€™ll be right away,โ€™ Jacob tersenyum manis, San bisa lihat wajah Ao memerah melihat senyuman manis Jacob. Cuma ya, gitu. Ao is just too dense. Dia nggak mau mengakui, dia udah mulai terpikat sama pesona Jacob.


๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘– ๐ต๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘Ž ๐˜ฉ๐‘ค๐‘–๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘™๐‘œ๐‘๐‘Ž๐‘™๐ด๐‘ˆ


Stars and Constellations


[Playlists] 1.๐™”๐™ค๐™ช๐™ง ๐™Ž๐™ž๐™œ๐™ฃ โ€“ ๐™Ž๐™ƒ๐˜ผ๐™“, ๐™‡๐™– ๐™‡๐™ž๐™ข๐™–, ๐™๐™š๐™– ๐™‹๐™–๐™ง๐™ฉ๐™ฎ, ๐™Ž๐™ฅ๐™–๐™ง๐™ ๐™ก๐™ž๐™ฃ๐™œ [https://open.spotify.com/track/3UrDeilR9yMKA5gbHgS8H0?si=0a8ff1e8d9204732] 2. ๐™Ž๐™ฉ๐™–๐™ง ๐Ÿญ๐Ÿญ๐Ÿญ๐Ÿณ -๐˜ผ๐™๐™€๐™€๐™• [https://open.spotify.com/track/0wuGxn6mILf918ZIaeiIG5?si=c69209b70d9e49e3]


sudah sebulan belalu dari sejak kejadian San ngedrop kemarin dan Kai semakin sering main ke rumah San. entah untuk sekedar main dan ngobrol ngalor-ngidul atau beneran pengen ketemu sama San karena kepengen ketemu dan ngobrol dari hati-ke-hati sama si kecil ber lesung-pipit itu. Perlahan, keduanya yang semula hanya sebatas tahu nama masing-masing dan mengenal sosok satu sama lain di permukaan jadi semakin memahami karakter satu sama lain.

'Kai, habis ngerokok lagi ya?' tanya San. Ia tahu betul wajah kusut Kai dan aroma tembakau yang bercampur dengan wangi musk dan woody yang begitu familiar di indra penciumannya selama beberapa hari belakangan ini.

Kai cuma mengangguk singkat sambil membuka jaket kulitnya.

'Minum kopinya dulu, sini. gue obatin lukanya,' San mendekat sambil meneliti wajah Kai.

'Kok lo nggak marah sama gue, San?' Kai menatap San heran. selama ini, orang-orang di sekitar Kai hanya ingin merubah Kai jadi sosok yang sama sekali bukan dirinya. Tapi tidak dengan Sanraku. San hanya duduk di sampingnya, mengobati lukanya dalam diam sambil sesekali meringis turut merasakan pedihnya waktu luka itu terkena cotton bud yang sudah dibubuhi obat.

'Kenapa harus marah, Kai? gue tau lo pasti ada alasan sendiri kenapa berantem sama orang itu. Gue nggak mau menghentikan atau merubah lo, selama lo masih bikin gue nyaman kayak sekarang, gue nggak akan mengusik masalah pribadi lo,' San menjelaskan sambil menyandarkan kepalanya di bahu bidang milik Kai.

Kai tercekat sesaat. belum ada orang yang seperti San dalam hidupnya selama ini. Perhatian, tapi tidak sedikitpun meminta Kai untuk merubah dirinya. matanya menatap langit-langit ruang tamu tempat mereka berdua duduk dan menikmati es kopi buatan San. 'gue capek, San. capek sama papa dan mama. capek sama seluruh keluarga besar gue yang selalu nuntut gue untuk bisa lebih dari kakak-kakak gua,' Kai akhirnya mencurahkan isi hatinya.

'Kai, capek itu normal. Jadilah diri lo sendiri. gue nggak akan menuntut lo untuk berhenti merokok, berhenti berkelahi. tapi gue cuma mau lo tau. Lo nggak pernah sendiri. ada Gue, Kak Lia dan Kak Key yang selalu bisa lo andalin,' San melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Kai dan menyandarkan dagunya di bahu Kai. membuat sang pemuda Kusuma itu kaget dengan wajah San yang dekat sekali dengan wajahnya.

'By the way, cerita dong tentang hari ini. apa yang bikin lo se kalut itu sampe habis sebungkus,' goda San sambil menunjuk bungkus rokok kretek yang sudah keriting di hadapan keduanya. Yang ditanya hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari tersenyum canggung.

'Biasa, berantem sama orang-orangnya papa,' Kai menghela nafasnya dengan berat. Kening San mengkerut mendengar jawaban dari Kai.

'Kenapa?' tanya sang wira yang baru saja menautkan kedua alisnya.

'Papa sama mama maksa gua buat nikahin Maissy dan ngejalanin bisnis keluarga besar kita. Gua nggak mau semua itu, San,' Kai merajuk sambil mengusap wajahnya.

'Go on, you can rant on me,' San dengan lembut menganggukkan kepalanya.

'Gua pengen suatu saat nanti papa mama tau passion gua adalah bermusik. Gua punya band di kampus. Gua pengen papa sama mama juga tau gua nggak suka dan gak mau menikah sama Maissy,' si tangguh itu mulai merajuk. Menurut San, wajah Kai waktu merajuk menggemaskan sekali.

'Have you found the one you love?' pertanyaan San membuat Kai Salah tingkah dan tanpa sadar tersedak ludahnya sendiri.

uhuk... uhuk... uhuk..

San terkekeh sambil membelai punggung Kai dan memberinya air minum. San membelai rambut Kai.

'Sebenarnya gua udah mikirin ini matang-matang. tapi gua belum siap waktu itu. but, since you asked, Sanraku Hiroshi Utama, bolehkah gua masuk dalam hidup lo? mungkin menjajaki langkah yang lebih dari sekedar temen deket kayak kita sekarang,' Tatapan Kai jadi lebih tajam, seakan langsung mengenai target alias langsung membuat lawan bicaranya blushing dan salah tingkah.

San saat itu hanya bisa menelan ludahnya, bingung mau menjawab apa. jujur, sejujur-jujurnya, sosok Kai yang semula intimidatif perlahan menjadi sosok yang hangat dan lembut. San suka itu. San mau mengenal sosok pria gagah berandalan di sampingnya itu. Tapi, pengakuan itu benar-benar diluar ekspektasinya.

'Nggak usah dijawab sekarang, boleh dipikirin lagi, nanti, kalo udah siap lo jawab ke gua sesuai isi hati lo,' Kai tersenyum sambil mengecup kening San, sementar si yang dicium wajahnya merah padam karena malu dan kaget bercampur jadi satu.


San, gua udah di depan. lo ke studio kan hari ini? โ€“ Kai

begitu pesan itu masuk ke ponsel San pagi itu, pemuda yang baru saja selesai membubuhkan parfum di tengkuk dan pergelangan tangannya itu bergegas keluar dari kamar kosannya dengan basoka alias tabung berisi blue-print dan sketsa tugas akhirnya di bahu kirinya dan tas selempang Fjall Raven menyilang di tubuhnya. tak lupa ia mengambil sekotak susu dan selembar roti tawar yang jadi sarapannya setiap hari.

Hari ini, Kai menjemput San dan mengantarnya ke kampus sebelum mendekam di studio bersama dengan Aru, Sekala dan Damian, anak-anak bandnya. hari ini mereka ada latihan untuk rekaman mixtape di studio rekaman yang berhasil mereka sewa dengan uang hasil busking dan nampil di cafe.

'Selamat pagi!' San menyapa, si mungil itu nampak kesusahan karena harus manjat mobil rubicon gagah punya Kai. Kai akhirnya tertawa sambil turun dari mobil dan membantu San naik setelah membiarkan si mungil itu menghabiskan susu dan rotinya dulu.

'Bawaan lo banyak banget,' Kai menggelengkan kepalanya.

'Hari ini sidang maket,' San menghela nafas sebelum memajukan bibirnya. gemes banget deh. 'Gue kebagian bikin blue-print sama sketsa 3D....' sebelum San bisa melanjutkan celotehnya, tangan Kai melayang ke atas kepala San dan membelai rambut san yang hitam dan tebal itu dengan lembut.

'Pasti begadang lagi nih. sidangnya jam berapa?' tanya Kai yang langsung dibalas anggukan San.

'Sidangnya jam 9, sebenernya masih 2 jam dari sekarang, tapi gue takut banget,' San kembali memajukan bibirnya.

'Yaudah, nanti di kampus gua temenin dulu, lo tidur sebentar sebelom sidang, okay?' kali ini Kai memohon pada pemuda yang duduk di sampingnya. takut kondisi San malah drop sebelum sidang berlangsung.

Sepanjang perjalanan San cuma bisa menatap sosok Kai yang menyetir mobilnya sambil mendengarkan lagu-lagu rnb dan sesekali melirik ke arahnya lalu nyengir-nyengir sendiri.


[โ€”โ€” Pasca Sidang, di cafe]

โ€˜San, tadi yang nganterin lo si Kairos?โ€™ tanya Radit sembari membantu San menggulung lembaran sketsa dan blueprint.

โ€˜Iya, Dit. Kenapa emang?โ€™ tanya San bingung. Perasaan ga ada yang salah dengan hubungannya dengan Kairos.

โ€˜Hati-hati, ya,โ€™ Arjuna menepuk bahu teman sejawatnya itu.

โ€˜Jangan bermain ke dalam badai, San. Please,โ€™ Kali ini Chris, salah satu kakak tingkat mereka nyeletuk. Semua juga tahu kenapa Chris concern banget sama San, dia udah bertaun-taun memendam perasaan ke adik tingkatnya itu tapi tak kunjung mendapat respon dari sang adik tingkat.

โ€˜Kali ini gua setuju sama Bang Chris,โ€™ celetuk Chandra. โ€˜San, lo punya rekor nama paling bersih di kampus ini, jangan ngotorin rekor lo dengan temenan apa lagi berhubungan atau berurusan sama Kairos.โ€™

San hanya terdiam, Ia tahu satu mulutnya tak akan kuat melawan banyaknya orang yang nggak suka sama Kairos. Walaupun Kai nggak seburuk yang mereka bayangkan, San nggak akan bisa menjelaskan seberapa berbedanya Kai di matanya dibandingkan dengan apa yang mereka katakan tentang Kai.

Menurut mereka, Kai seperti perwira badai, menakutkan, menyeramkan, nggak ada yang berani menyentuh seorang Kairos. Sementara, di sisi lain, Sanraku adalah seorang Pangeran hujan, pangeran yang sangat mereka jaga, mereka kawal, jangan sampai badai itu merusak sang pangeran yang mereka lindungi hingga saat ini.

Mereka tidak tahu kalau sebenarnya sang Ksatria Badai ini akan tenang dan berubah menjadi angin semilir bila sang Pangeran Hujan ada di sampingnya. Mereka lupa, Hujan dan Badai adalah sesuatu yang indah bila berdampingan. Tanpa hujan tak ada badai. Hujan tak lengkap jika badai tak muncul.

โ€˜San, kok diem?โ€™ Radit melambaikan tangannya di depan wajah San.

โ€˜Ehโ€”oh, kenapa, Dit?โ€™ tanya San yang terbangun dari lamunannya.

โ€˜Makan yuk, gue laper,โ€™ Radit menarik lengan San yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

โ€˜Siapa aja emang?โ€™ tanya San lagi sambil mengimbangi langkah Radit.

โ€˜Kita berlima, sama Mas Chris,โ€™ Sahut Radit sambil menunjuk rombongan di depan mereka.

โ€˜Dit,โ€™ San menghentikan langkahnya.

โ€˜Kenapa? Ada Mas Chris ya?โ€™ Radit seakan memahami keraguan yang terlukis di wajah San.

โ€˜I donโ€™t feel so good,โ€™ memang dari tadi sudah terlihat wajah San agak pucat. Sepanjang sidang, San berusaha menahan sakit kepalanya dengan pil Pereda sakit kepala. tesโ€”tes โ€“tes tiba-tiba darah mengalir dari hidung San.

โ€˜Jun, Jean, kalian jalan duluan aja. Gua mau anter Sanraku ke rumah sakit,โ€™ Radit berteriak sambil merogoh tasnya, mencari tisu untuk membersihkan darah yang masih belum berhenti mengalir dari hidung San.

Jean menoleh dan akhirnya berlari kembali ke Radit dan San untuk membantu keduanya. โ€˜San, lo harus periksain. Ini bukan sekali atau dua kali kejadian. Ini udah sering banget.โ€™

โ€˜Iya, iya gue ikut ke rumah sakit,โ€™ San akhirnya luluh. Memang ini bukan pertama kalinya dia mimisan hebat seperti ini.


Dokter yang bertugas menyarankan San untuk menginap semalam di rumah sakit untuk menjalani rangkaian pemeriksaan seperti MRI dan CT Scan untuk mempermudah tim dokter mengambil keputusan diagnosa dan langkah pengobatan selanjutnya. San berkali-kali meminta maaf pada Jean dan Radit yang harus mengantar dan menjaganya di rumah sakit.

โ€˜Dit, Je, maafin gue,โ€™ lagi-lagi kata-kata itu terlontar keluar dari labia pucat sang adam.

โ€˜Udah, nggak usah minta maaf, San. Lo udah berusaha semaksimal lo buat tugas kita dan sekarang tugas kita jagain lo,โ€™ Jean menggeleng dan membelai rambut sahabatnya itu.

โ€˜Lo kenapa nggak bilang sih kalo kondisi lo nggak baik-baik aja. Lo selalu iya-iya aja kalo kita ajak all-nighters round,โ€™ Radit mengusap kasar wajahnya. Agaknya Radit agak khawatir dengan kondisi kesehatan sahabatnya sejak masa kecil itu.

โ€˜Apapun hasil pemeriksaan gue nanti, gue mohon ga usah cerita ke mama sama, papa sama Kak Ao ya,โ€™ pinta San.

[Kak Aozora itu kakaknya San, seperti Sanraku yang namanya jepang banget, Kak Ao juga punya nama yang jejepangan banget. Aozora Lembayung Senja Utama, begitu namanya. Kak Ao ini terpaut tiga tahun sama San dan sangat sayang sama San dan tentunya sama-sama bucingnya ke Hoshie seperti San. Hoshie itu kucing keluarganya San yang manja dan lengket banget sama San.]

โ€˜Terus gimana kalau penyakitnya serius, apa lo mau biarin semua orang clueless tentang ini?โ€™ Jean bertanya sambil menatap sahabatnya nanar.

โ€˜Gue nggak siap untuk mempersiapkan mereka semua melanjutkan hidup tanpa gue kalau Tuhan berkehendak untuk mengambil gue, Je,โ€™ San menghela nafasnya dengan sebuah helaan berat. Ia nampak menahan air matanya. Ternyata yang selama ini selalu kuat dan mendengarkan segala keluh-kesah sahabat-sahabatnya pun punya Batasan kekuatan. San juga manusia dan punya concern tersendiri dalam hidupnya.

โ€˜San, please jangan ngomong seakan-akan lo bakal ninggalin kita semua gini,โ€™ kini si kelinci energizer yang selalu ceria, Radit pun jadi lesu dan tak bertenaga.


Setelah 2 hari menjalani segenap test dan pemeriksaan, dokter akhirnya memberitahukan bahwa San mengidap penyakit Leukemia. Hidupnya hanya akan bertahan kurang lebih 4-5 tahun lagi, itu pun apabila San menjalani pengobatan dengan teratur dan Disiplin. San sebenarnya sempat curiga tentang hal ini. Hanya dia diam saja dan memilih untuk menikmati hidupnya yang sebentar lagi berakhir ini.

Kini, pemuda yang baru saja dipulangkan dari rumah sakit itu pulang dan memutuskan untuk menghubungi Kai kemarin sempat membombardirnya dengan panggilan dan pesan singkat yang sengaja tidak dijawab oleh pemilik lesung pipit itu. Akhirnya, Kai bertemu lagi dengan San. Hal pertama yang dilakukannya hanya merengkuh San dalam pelukan hangatnya.

'Kok nggak ngabarin?' tanya Kai sambil mengecup kening San lembut.

'Maaf ya, kemarin gue masuk rumah sakit,' San menunduk, menatap jari-kakinya.

'Hey, nggak papa. Jangan minta maaf ya,' Kai membelai rambut San.

'Kai,' panggil San sambil bersandar di dada bidang Kai dan menghirup bau rokok kretek yang bercampur dengan parfum maskulin Kai.

'Hmmmm,' Kai bergumam.

'Mau liat bintang,' pinta San manja.

'Boleh, yuk kita ke bukit bintang, terus nanti kalo sempet ke lembang juga, ngerayain selesainya sidang maket kemarin,' Kai tersenyum dan mengangguk.

'Kai,' San memanggil Kai lagi.

'Stop being so cute like this, you know i can't hold it to kiss you,' Kai berujar, wajahnya bersemu merah.

'Kiss me, then,' San menatap mata Kai dalam-dalam.

perlahan Kairos membungkukkan tubuhnya dan memotong jarak di antara mereka. Pemuda 22 tahun itu menempelkan labia merah jambunya pada labia pucat milik San. Ciuman pertama yang begitu lembut dan tak terlupakan bagi kedua insan itu. keduanya memejamkan mata mereka, menikmati ciuman itu dan setiap moment yang terjadi hari itu. Tak terasa, air mata San meleleh, membasahi wajah manisnya.

Kai yang kaget melihat pujaan hatinya menangis menyudahi ciumannya dan menatap pemuda Utama itu dan mengusap pipi kemerahan San dengan kedua ibu jarinya. 'Kenapa nangis?' tanyanya lembut.

'Nggak papa,' San menggeleng lembut. โ€œSeandainya gue bisa ngomong ini ke lo. Gue pengen lo jadi bintang paling terang di rasi bintang dan semesta gue, Kai. di semesta gue yang sangat singkat ini.โ€ ungkap pemuda keturunan Jepang itu dalam hatinya.

'San, kalo ada apa-apa cerita sama gua, please,' Kai memohon pada pujaan hatinya.

'Nggak papa, Kai. Cuma berasa magic aja gue bisa dapet orang kayak lo. badai dan hujan yang selalu gue cintai dalam hidup gue,' San tersenyum sambil menatap Kai. 'I'm thankful I got you, Kai.'


[Bersambung]


[2.149 words]

๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘– ๐ต๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘Ž ๐˜ฉ๐‘ค๐‘–๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘™๐‘œ๐‘๐‘Ž๐‘™๐ด๐‘ˆ


Tough and Mild are Destined To Be With Each Other


The ocean of the universe and the sun is together I wanna go up to a new world, Iโ€™m running ๐˜Š๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ด๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ญ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฐ๐˜ฏ (๐˜ช๐˜ฎ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฐ๐˜ฏ ๐˜–๐˜š๐˜›)


'๐‘ฒ๐’‚๐’Š, ๐’‚๐’Œ๐’– ๐’๐’ˆ๐’ˆ๐’‚๐’Œ ๐’‘๐’†๐’“๐’๐’‚๐’‰ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’‰๐’‚๐’“๐’‚๐’‘ ๐’Ž๐’‚๐’– ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’–๐’ƒ๐’‚๐’‰ ๐’Œ๐’‚๐’Ž๐’– ๐’‹๐’‚๐’…๐’Š ๐’‚๐’๐’ˆ๐’Š๐’ ๐’”๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’“. ๐’Œ๐’‚๐’“๐’†๐’๐’‚ ๐’ƒ๐’Š๐’‚๐’“๐’‘๐’–๐’ ๐’๐’“๐’‚๐’๐’ˆ ๐’๐’‚๐’Š๐’ ๐’ƒ๐’Š๐’๐’‚๐’๐’ˆ โ€œ๐‘ฑ๐’‚๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’Ž๐’‚๐’Š๐’ ๐’…๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’‚๐’…๐’‚๐’Šโ€, ๐’‚๐’Œ๐’– ๐’‚๐’Œ๐’‚๐’ ๐’•๐’†๐’•๐’‚๐’‘ ๐’ƒ๐’‚๐’‰๐’‚๐’ˆ๐’Š๐’‚ ๐’…๐’Š๐’•๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’‰ ๐’‰๐’–๐’‹๐’‚๐’,' โ€“ ๐‘บ๐’‚๐’๐’“๐’‚๐’Œ๐’–.


Jaket denim, wajah babak-belur, rokok kretek dan motor ninja. itu adalah sedikit dari banyak kata yang menggambarkan sosok Kairos Yonathan Kusuma, pentolan kampus yang sering banget terlibat pertengkaran, entah itu untuk melindungi temannya atau apa lah alasan lainnya. Tak jarang Kai kena tegur dosen karena tidur di kelas. Tapi nggak ada dosen yang berani nyenggol Kai. Kai ini anak keluarga Kusuma, donatur terbesar di kampus tempat Kai dan kakak-kakaknya menuntut ilmu.

Di sisi lain kampus ada Sanraku, berbeda 180 derajat dengan Kai. Pemuda keturunan Jepang-Tionghoa-Jawa ini terkenal rajin belajar dan selalu berprestasi. Hiro atau San, begitu si tampan ini kerap disapa teman-temannya, adalah sosok yang selalu bersinar. secara akademis, kemampuannya bisa dibilang diatas rata-rata. Absennya pun selalu bersih dari kata membolos. Berasal dari keluarga yang cukup berada bukan alasan bagi pemuda 22 tahun itu untuk berhenti berprestasi dan itu yang ia buktikan pada kawan-kawan seusianya. Si bungsu dari dua bersaudara ini selalu menempati peringkat terbaik di kelas dan angkatannya.

Tak pernah terpikir oleh Kai dan Sanraku mereka akan dipertemukan oleh takdir. terlebih lagi takdir yang begitu aneh. Siapapun nggak akan menyangka semesta akan mempertemukan sang Ksatria Badai dan Pangeran Hujan dan menempatkan mereka dalam sebuah jendela kisah hidup yang sama, bukan?

Tapi, itulah takdir. Takdir datang di saat yang tak terduga. Kepada insan yang tak terduga pula.


Tak pernah terpikir oleh seorang Sanraku untuk bertatap muka atau bahkan berinteraksi dengan pentolan berandal kampus. Hari itu terbilang cukup tenang bagi wira yang akrab disapa San atau Hiro tersebut. Ia tengah berada di perpustakaan bersama beberapa rekan sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas kelompok terakhir semester ini, sebelum menginjak masa liburan kuliah. San, Arjuna, Chandra, Jeandra dan Raditya tengah sibuk mengerjakan tugas maket mereka di studio sore itu.

'Jun, gue mau ke cafe seberang kampus dulu ya,' San minta izin pada sang ketua kelompok.

'Eh iya, nitip americano ya San. hari ini bisa all-nighter gak lo?' tanya Arjuna sambil menempel potongan kayu pada maket buatan mereka.

'Bisa kok, yang lain gimana?' San mengangguk.

'I'm in!' Chandra dan Jeandra melakukan high-5.

'Yaudah, entar gue bawain kopi buat semua. Radit gimana?' Radit yang dari tadi sibuk dengan laptopnya, menyelesaikan presentasi mengangguk.

'Oke deh, makin cepet selesai tugasnya,' Arjuna mengangguk sambil masih sibuk mencocokkan apa yang dikerjakannya dengan denah dan blue-print yang baru saja dicetak oleh Radit.

'Gue jalan ya?' Pamit San sambil melangkah keluar dari studio arsitektur.

Cafe yang dituju oleh San tidak jauh posisinya dari kampus mereka. Meski begitu aroma kopi dan roti yang menyeruak di dalam ruangan yang tak begitu besar dan luas itu membuat San ingin berlama-lama di situ. Hari itu, cafe cukup padat pengunjung. Keanna dan Kalia, si kembar pemilik cafe tersebut nampak begitu kewalahan menghadapi pelanggan yang berdatangan.

Tiba-tiba sesosok pemuda seusia Sanraku, beberapa senti lebih tinggi darinya, muncul dari balik pintu bertanda staff-only. Kayaknya, San baru lihat pegawai ini. Dia nggak pakai seragam, bau rokok kuat sekali menempel di jaket denim yang dikenakannya. ada bekas luka di bibirnya, kayaknya habis berantem. Bukan tipe yang bisa menarik perhatian seorang Sanraku. Namun, anehnya, si wira yang akrab disapa San itu menatap pemuda di hadapannya, seakan ia mengenali wajah barista itu. cukup lama ia berdiri di konter pick-up tanpa sedikitpun mengangkat pesanannya.

'Hey, kok bengong,' barista itu mengayunkan tangannya di depan wajah San.

'Eh-Oh, Iya, makasih,' San mengambil kantong kertas coklat berisi minuman pesanannya dan kemudian pergi dari sana dengan wajah kemerahan akibat malu, tertangkap basah ngeliatin mas-mas barista barusan.

'Lucu juga,' gumam barista itu ketika melihat San yang salting berjalan keluar dari cafe.

*Namanya Sanraku, keturunan Jepang. langganan reguler kita,' Keanna berujar sambil mengedikkan bahunya ke arah San yang kini udah berada di luar cafe.

'Kayaknya anak baik-baik, dek. Not your league,' kini Kalia nyeletuk dari meja kasir.

Kayaknya, secara nggak sadar, barista tampan yang baru saja bergabung itu tersihir oleh pesona San. Sanraku, si pemuda mungil yang baru saja mengunjungi cafe. Sesungguhnya San nggak kecil-kecil amat, tapi segala gerak-geriknya membuat ia terkesan mungil dan menggemaskan bagi sang barista ber-aura badboy itu. dua kutub berlawanan, dua dunia bertolak belakang, pertemuan yang tak terduga, membuat keduanya kini terikat oleh benang merah tak kasat mata yang dinamakan takdir.


[time skip ke dua hari kemudian]

San kembali muncul dari balik pintu cafe dengan beberapa buku di tangannya. wajahnya nampak sayu karena belum sempat tidur selama dua hari terakhir. Tugasnya semakin menumpuk dan satu-satunya cara menyelesaikan semua tugasnya hanya dengan melakukan sistem all-nighter.

'Loh, kok lemes amat,' sapa Keanna dari balik meja kasir.

'Tugasku nggak kelar-kelar, kak,' San menghela nafas dari balik maskernya.

'Hari ini jangan minum kopi dulu, ada menu baru dan kita mau kamu sebagai regular cafe kami nyobain ini duluan,' Keanna tersenyum. 'Hitung-hitung reward buat pejuang tugas akhir kayak kamu,' lanjut gadis manis itu sambil tersenyum. Ia masuk ke dapur dengan membawa roti berbahan dasar ubi ungu keluar beserta wangi yang khas menyeruak dari balik pintu kitchen. 'ini roti ubi ungu cocok banget dimakan bareng ini,' Keanna menyuguhkan secangkir minuman dingin berwarna lilac dengan wangi vanilla yang khas.

'Makasih, Kak Key,' San tersenyum lalu setelah menaruh barang-barangnya di atas meja yang persis terletak di dekat jendela, San kembali dan mengambil nampan berisi roti dan goguma latte yang dibuatkan spesial untuk menyemangatinya barusan.

Sembari menyantap minuman dan rotinya, pemuda berlesung-pipit itu kembali sibuk dengan tugas-tugas akhir semesternya. San yang tiba di cafe pukul 12 siang kini sudah melewati kurang lebih 8 jam berkonsentrasi dengan setumpuk tugasnya. Pemuda itu nampak lelah sekali dan ia pun tertidur di atas tumpukan buku dengan laptop yang masih memutarkan playlist lagu penyemangatnya.

'Kai,' Kalia memanggil si bungsu yang baru saja masuk ke dalam cafe. kayaknya baru aja selesai merokok. entah berapa pak dihabiskan Kai malam itu. wajahnya tampak suntuk. beberapa bekas lebam mewarnai pipi dan keningnya.

'Hmm,' Kai hanya membalas panggilan kakaknya dengan dehaman.

'Gimana banguninnya ya? kasian. dari tadi kayaknya suntuk banget ngurusin tugas-tugasnya,' Kalia mengedikkan bahunya ke arah San yang masih tertidur pulas.

'gemes juga dia kalau tidur,' begitu pikir Kai. 'Biarin aja, Kak. kasihan kalau dibangunin. tunggu sampe bangun sendiri. Lo beres-beres aja, gua bantuin,' Kai menggeleng, menolak membangunkan San ketika ia melihat kening pemuda itu berkerut dalam tidurnya.

'Tapi nanti kalo dia bangun lo bisa anterin dia balik kan?' Tanya Keanna.

'Bisa aja, kak,' Kai nggak mungkin menolak. dua hari terakhir ini pikirannya diisi oleh pemuda yang tengah tertidur pulas itu. mana mungkin Kai menolak kesempatan untuk menjalankan misi pedekate nya pada sang adam yang manis itu.


'Loh, astaga,' San akhirnya terbangun dari tidurnya.

'San, nggak papa, take your time. pasti capek ya, nugas terus,' Kalia tersenyum sambil meneruskan kegiatan beres-beres cafe.

'Kak Lia, maaf ya. gue ketiduran. belum tidur dari dua hari yang lalu soalnya. lumayan lah 2 jam,' San nyengir kikuk, lesung pipitnya terlukis di pipinya.

'Nggak papa, San. pulang sama Kai aja, biar Kai yang anter lo,' Kalia menawarkan.

'Tapi gue bawa mobil, kak,' San menolak dengan halus.

'Titip sini aja dulu. jangan nyetir kalo kondisi lo capek. Mobilnya aman di sini, ada Pak Ujang yang jagain,' timpal Keanna.

'Gua bantuin, santai aja. Gua ga bakal bawa lo kemana-mana, langsung ke kosan,' Kai berujar sambil membantu San membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja.

'Elo barista yang kemarinan itu kan?' tanya San sambil menatap Kai, mempelajari setiap fitur wajah dan perawakan Kai, mengingat dimana ia pernah bertemu dengan Kai.

'Yep, gua selalu jadi barista dadakan di sini kalo lagi rame. Gua Kai, adiknya Kak Key dan Kak Kalia,' Kai memperkenalkan dirinya.

'Gue Sanraku. sorry, namanya rada susah,' kekeh San. 'Gue selalu ngerjain tugas di sini,' San tersenyum malu-malu.

'San, jaga kesehatan ya,' Keanna menimpali.

'Tenang aja, Kak.' San mengacungkan ibu jarinya ke udara. Tanpa ia sadari, perlahan darah menetes dari hidungnya, mengotori hoodie putih-gadingnya. dengan sigap Kai membimbing San untuk duduk di bangku dan membersihkan darah yang mengalir dari hidung pemuda paruh Jepang itu dengan tisu basah dan tisu kering.

Setelah hidung dan wajahnya bersih dari darah, San kemudian meminjam pundak Kai sejenak untuk bersandar. Ya, San lelah. 'Maaf, gue pinjem bahu lo sebentar,' San bersandar di atas bahu bidang yang dibalut jaket denim dengan campuran bau tembakau dan parfum beraroma maskulin, wangi khas Kai.

'Baru juga dibilang jaga kesehatan,' Keanna menimpali sambil duduk di samping San.

'Gua panggilin dokter deh ke kosan lo. Lo nggak boleh nolak, San. Dua hari istirahat tuh nggak bakal bikin peringkat lo turun,' Kai menghela nafasnya sambil menekan nomor dokter keluarganya.

'Iya, istirahat beberapa hari, ya, San. please,' Kalia memohon. 'Demi kesehatan lo.'

San nggak ada pilihan kecuali menganggukkan kepalanya dan menuruti permintaan Keanna, Kalia dan Kai untuk beristirahat di kosan dibawah pengawasan dokter dan tim medis kepercayaan keluarga K-Siblings. Akhirnya, si pahlawan pejuang A+ pun tumbang karena ia hanya memikirkan urusan akademisnya tanpa tau batasan tubuhnya.


[Bersambung]


[1520 words]

๐ผ๐‘› ๐ป๐‘–๐‘  ๐ด๐‘Ÿ๐‘š๐‘ 


๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘‘๐‘Ž ๐ฝ๐‘ข๐‘Ž๐‘›๐‘ก๐‘Ž ๐‘–๐‘ก๐‘ข โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘š ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘›๐‘”๐‘˜๐‘ขโ„Ž ๐‘”๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘– ๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐‘๐‘’๐‘™๐‘ข๐‘˜๐‘Ž๐‘› โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘ก๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž. ๐‘–๐‘Ž ๐‘ก๐‘Ž๐‘˜ ๐‘๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘™๐‘– ๐‘ก๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”-๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘– ๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž. ๐ผ๐‘Ž ๐‘ก๐‘Ž๐‘˜ ๐‘Ÿ๐‘’๐‘™๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘™๐‘–โ„Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘—๐‘–๐‘ค๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘–๐‘ก๐‘ข ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘–๐‘  ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘’๐‘‘๐‘ข-๐‘ ๐‘’๐‘‘๐‘ข ๐‘˜๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘’๐‘›๐‘Ž ๐‘Ÿ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”-๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘– ๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž.

'๐๐ ๐š๐ค๐ฎ ๐ฅ๐จ ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐ง๐ฒ๐ž๐›๐š๐ซ ๐›๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐ญ๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐œ๐ž๐ฐ๐ž๐ค ๐ ๐ฎ๐ž. ๐ ๐ฎ๐ž ๐ง๐ ๐ ๐š๐ค ๐š๐ค๐š๐ง ๐ญ๐ข๐ง๐ ๐ ๐š๐ฅ ๐๐ข๐š๐ฆ. ๐ค๐š๐ซ๐ž๐ง๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐š๐๐š ๐๐ข ๐ฌ๐ข๐ง๐ข, ๐ ๐ฎ๐ž ๐ฅ๐ž๐›๐ข๐ก ๐ค๐ž๐ง๐š๐ฅ ๐‰๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐ฉ๐š๐๐š ๐ค๐š๐ฅ๐ข๐š๐ง.' -๐–๐ฎ๐ฒ๐จ


'Jes, jangan buka grup chat apapun dulu,' Abas merebut ponsel yang baru saja dikeluarkan Jacelyn dari tasnya.

'Kenapa sih Bas?' Jacelyn menatap sahabatnya bingung sambil berusaha meraih ponselnya yang kini sudah disimpan oleh Abas di dalam saku yang ada di bagian dalam jaket Abas.

'Nggak ada apa-apa, Jes. cuma gue pengen tau kebenarannya aja. sebelum Wuyo tau tentang ini. Lu nggak beneran ngelakuin yang digosipin sama anak-anak kan?' Kini San bertanya sambil menatap mata Jacelyn tajam.

'Ngapain?' Jacelyn masih menatap San dengan tatapan bingung.

'Berita itu nggak bener kan? berita yang disebar Erika tentang cewek panggilan itu,' Abas berbisik agar anak-anak kampus yang lewat nggak mendengar pembicaraan mereka.

'Gue percaya lo nggak akan melakukan hal serendah itu buat nyari uang,' San menatap Jacelyn lekat-lekat. 'Tapi, semua bukti yang disebar Erika ngarah ke Elo, Jes,' pemuda itu berlutut di hadapan gadis yang duduk di bangku kayu.

'Yang jelas, kalian lebih kenal gue dari pada Erika. dan gue nggak akan menghalalkan segala cara buat cari uang. gue masih di jalur yang bener,' Ungkap Jes sambil memutar bola matanya.

Kali ini, mulai terdengar banyak suara-suara dari mahasiswa yang berseliweran di sekitar mereka bertiga, suara-suara yang sarat akan hinaan dan tatapan meremehkan yang ditujukan untuk gadis berambut kecoklatan yang masih clueless akan apa yang akan menimpanya. San berjongkok di depan Jacelyn sambil memakaikan sepasang airpods yang tersambung ke ponselnya yang tengah memainkan lagu kesukaannya, Star 1117. Setelah itu, kedua pemuda itu membimbing Jacelyn untuk beristirahat di dalam mobil milik Abas.

'Gila ya, si Jacelyn. emang dia ga pantes buat Wuyo. Apa ga puas dia dimanja begitu sama Wuyo? masih aja ngincer Abas sama Charis.' Suara itu samar-samar terdengar oleh telinga kecil Jes, tempat airpods San menempel. Tanpa sadar, airmata Jes menitik membasahi pipinya.

'Jes,' San menghentikan langkahnya dan menatap kekasih sahabatnya itu dengan penuh kekhawatiran.

Jacelyn hanya diam dan terus berjalan di belakang Abas sambil menunduk dan menangis. Dadanya terasa sesak, sakit.

'Emang dasar Lonte. udah dapet yang bening, satu aja ga cukup. Pasti dia ngincar harta keluarganya Abas sama Charis juga,' Erika yang lewat di situ sengaja mengeraskan suaranya sambil memandang rendah ke arah Jacelyn yang masih menangis.

Semua orang tahu, Erika terobsesi sama Wuyo. Dia punya perasaan suka yang berlebihan banget ke Wuyo dan dia nggak rela Wuyo menjalin hubungan sama Jes. Dibandingkan Erika yang populer, Jes nggak ada apa-apanya. Erika menganggap Jes nggak pantas bersanding di samping Wuyo yang kaya, tampan dan populer.

Erika punya segalanya. Dia cantik, kaya, pintar bergaul. Berbanding terbalik sama hidup Jes. Jes udah nggak punya papa. dia bekerja keras supaya bisa dapet beasiswa di kampus itu. Gadis berambut sebahu itu selalu bekerja di supermarket dekat kampus seusai kegiatan perkuliahannya demi kelangsungan pendidikannya dan Arietta, adik perempuannya. Meskipun harta yang ditinggalkan Papa untuk Jes dan Etta masih cukup untuk kelangsungan pendidikan keduanya, Jes paham betul keadaan keluarganya dan memutuskan untuk membantu Mama.

'Jes, kita percaya sama lo. nggak usah didenger ya,' San menaruh tangannya di kedua telinga kecil Jes dan terus mengawal gadis itu sampai ke dalam mobil Abas.


Foto yang disebar Erika memang mirip dengan perawakan Jes. Abas dan San tau betul itu bukan Jes. Jes nggak mungkin berani melakukan hal seperti itu meskipun ia sangat membutuhkan uang. Jes didik di keluarga yang sangat taat beragama dan Jes pun tumbuh sebagai anak yang nggak menghalalkan cara semenakutkan itu untuk mendapatkan uang.

'Gue akan cari tau siapa orang di foto itu,' San mengepalkan tangannya.

'San, nggak usah,' Jes menggeleng lemah. tenaganya habis buat menangis. bukan karena kata- kata orang, tapi karena gambar tak senonoh yang sedang ia lihat. itu bukan Jes, hanya saja wajah di foto itu samar-samar terlihat sedikit mirip dengan wajah Jes. lokasi pengambilan foto itu sudah jelas sekali di sebuah klub malam. Yang mana, nggak akan sekalipun dikunjungi oleh Jes. tempat itu justru adalah tempat yang paling dihindari gadis 22 tahun itu.

'Itu bukan lo, Jes. gue yakin,' Abas menepuk bahu sahabatnya, memberikan sedikit kekuatan buat Jes.

'Gue panggilin Wuyo ya, Jes,' San tahu, yang dibutuhkan Jes waktu itu cuma pelukan hangat Wuyo. Kehadiran Wuyolah yang bis menghilangkan segala kesedihan Jes.

'Jangan, gue malu ketemu Wuyo. Gue takut, San. Gue takut kehilangan Wuyo. Gue takut gue malah melukai kepercayaan yang dia kasih ke gue,' Jes menunuduk sambil menggaruk ibu jarinya yang tak gatal hingga menimbulkan luka di kedua ibu jari tangannya.

'Kita ke basecamp aja kalo gitu. lo nginep di basecamp hari ini. sampe hati lu tenang. jangan ke kampus dulu. gue yang tap absen lu. Gue bakal voice call dari kelas supaya lu tetep bisa ikut kelas,' pemuda Harangga itu berujar sambil tetap fokus pada jalan yang mereka lalui sampai ke sebuah rumah yang disewa oleh Wuyo, Bas dan San untuk menjadi basecampnya.

'Pakaian lo entar gue minta tolong Pak Asep sama Mbak Uni buat jemput ke rumah, sekalian minta izin ke tante. pasti dia paham kok, lu butuh waktu,' San membelai rambut sahabatnya lembut.


seminggu berlalu dengan begitu lambat buat Wuyo. tak ada tanda-tanda kehadiran Jes di sekitarnya. Khawatir menyelimuti pikirannya. berkali-kali Wuyo nampak nggak fokus saat mengikuti kelas perkuliahan. Ia rindu kehadiran sosok gadis pujaan hatinya. beberapa kali, bisa ditemukan pemuda berambut hitam-pirang itu nampak menghadiri pertemuan dengan nyawa yang entah berada di alam mana. pokoknya sering banget kelihatan ga fokus atau bahkan sadar tapi seakan jiwanya melayang meninggalkan raganya.

Beberapa kali, Wuyo mampir ke loker Jes yang ada di ruang BEM dan betapa kagetnya pemuda bermanik mata kecoklatan menemukan surat ancaman dan beberapa note post-it dengan kata-kata kasar ditujukan untuk Jes. Terakhir kali, Jes mengirim pesan untuk Wuyo, Jes cuma bilang begini:

๐–ถ๐—Ž๐—’๐—ˆ, ๐—„๐–บ๐—…๐–บ๐—Ž ๐—Œ๐–พ๐–บ๐—‡๐–ฝ๐–บ๐—‚๐—‡๐—’๐–บ ๐—‡๐–บ๐—‡๐—๐—‚ ๐—„๐–บ๐—†๐—Ž ๐—๐–บ๐—Ž ๐–บ๐—‰๐–บ ๐—’๐–บ๐—‡๐—€ ๐—๐–พ๐—‹๐—ƒ๐–บ๐–ฝ๐—‚, ๐—ƒ๐–บ๐—‡๐—€๐–บ๐—‡ ๐—ƒ๐–บ๐—Ž๐—๐—‚๐—‡ ๐–บ๐—„๐—Ž. ๐—‰๐–พ๐—‹๐–ผ๐–บ๐—’๐–บ ๐—Œ๐–บ๐—†๐–บ ๐–บ๐—„๐—Ž, ๐–บ๐—„๐—Ž ๐—‡๐—€๐—€๐–บ๐—„ ๐—Œ๐–พ๐—‰๐–พ๐—‹๐—๐—‚ ๐–บ๐—‰๐–บ ๐—’๐–บ๐—‡๐—€ ๐–ฝ๐—‚๐–ป๐—‚๐—…๐–บ๐—‡๐—€ ๐—Œ๐–บ๐—†๐–บ ๐—ˆ๐—‹๐–บ๐—‡๐—€-๐—ˆ๐—‹๐–บ๐—‡๐—€ ๐—‚๐—๐—Ž. ๐– ๐—„๐—Ž ๐–ฝ๐—‚๐—ƒ๐–พ๐–ป๐–บ๐—„ ๐–ฝ๐–บ๐—‡ ๐–บ๐—„๐—Ž ๐—๐–บ๐—„๐—Ž๐—. ๐—†๐–บ๐–บ๐–ฟ๐—‚๐—‡ ๐–ฉ๐–พ๐—Œ๐–บ ๐—Ž๐–ฝ๐–บ๐— ๐—‡๐—€๐–พ๐–ผ๐–พ๐—๐–บ๐—‚๐—‡ ๐–ถ๐—Ž๐—’๐—ˆ.

Waktu Jes bilang itu, Wuyo bisa ngerasain kalo Jes lagi nangis. Seharian itu, Wuyo kepikiran terus soal perkataan Jes itu. dan waktu melihat apa yang orang-orang lakukan pada kekasihnya di kampus, Wuyo semakin yakin kalau Jes nggak baik-baik aja.

'Wuyo mau kemana? kan belum kelar rapatnya.' tanya Ale, sekretaris BEM.

'Yang lanjutin Kak Lesa aja,' ujar Wuyo tanpa menoleh ke arah semua orang. Baru aja dua langkah dia berjalan ke arah pintu, tiba-tiba wira 173 cm itu balik badan dan berjalan gusar lalu menggebrak meja rapat. 'SIAPA YANG MASUKIN INI SEMUA KE LOKER JESA?' bentakan Wuyo membuat seluruh ruangan terdiam mendengar Wuyo yang biasanya jadi happy virus jadi galak dan garang.

ketika suasana berubah jadi mencekam karena amarah Wuyo yang membuncah, tiba-tiba pintu ruang rapat terbuka, menampilkan Abas dan Charis dengan wajah panik.

'Wuyo. ke rumah sakit sekarang! Ini mengenai Jacelyn,' wajah pemuda Harangga itu terlihat sangat panik.

'Kalo ada salah satu dari kalian yang ketahuan nyebar berita buruk atau ngebully pacar gue, kalian akan berhadapan sama tinju gue,' Wuyo menegaskan sambil bergabung dengan kedua sahabatnya.

'Jesa kenapa, Bas?' tanya Wuyo setelah bergabung dengan kedua sahabatnya itu.

'Dia ga mau makan beberapa hari akhir-akhir ini. dia udah seminggu tinggal di basecamp. dan hari ini puncak terparah kondisi dia, Yo. semoga lo nggak kaget nanti pas liat,' Charis menghela nafasnya mengingat kondisi kekasih Wuyo yang semakin memburuk.

Tiga hari terakhir ini Jes nggak mau makan apapun. bahkan makanan yang sengaja dikirim oleh Charis dan Sebastian pun nggak disentuh kalo keduanya nggak memaksa gadis itu untuk makan. Yang semakin membuat pemuda Juanta itu khawatir adalah saat melihat gadis dihadapannya kini kurus, tangannya penuh luka, matanya bengkak akibat menangis.

'Wuyo,' gadis itu menatap kekasihnya sayu. 'Maaf,' gadis itu menangis lagi ketika melihat kekasihnya muncul di ambang pintu. Ketika sang dara maju untuk memeluk kekasihnya, langkahnya limbung, hampir saja ia terjatuh. Untungnya wira di hadapannya dengan sigap menangkap tubuh mungil Jes.

'Jesa, makan ya. Wuyo disini. kamu ga perlu minta maaf sama Wuyo. Aku tahu itu bukan kamu. aku percaya sama kamu sepenuhnya, Jesa,' Wuyo merengkuh gadis pujaan hatinya dalam pelukannya. Ia kemudian membelai rambut gadis itu perlahan. 'Maafin Wuyo ya, wuyo terlambat,' ungkapnya di telinga sang gadis.

'Bas, siapa pelakunya? udah ketemu?' tanya Wuyo sambil membantu Jacelyn duduk di sofa dan duduk di sebelah kekasihnya. lengannya dengan protektif melingkar di bahu sang dara.

'Erika yang nyebar kebencian dan foto itu. kalau soal foto perbuatan nggak senonoh dan cewek yang muka mirip sama Jesa itu Amara, Teknik Pangan '18, sama Kairos, Teknik Mesin '19. mereka bertiga yang jadi dalang, cewek lo korban, Yo. nggak salah sama sekali,' jelas Abas sambil memberikan semua bukti yang berhasil ia kumpulkan.

'Bas, San, Wuyo, jangan dibawa ke jalur hukum ya. Gue nggak akan sanggup bayar pengacara, gue nggak akan sanggup kalo sampe mereka ngatain gue jalang. neror gue untuk ngejauh dari kalian dan terutama Wuyo,' suara Jacelyn bergetar, air matanya meleleh membasahi wajah dan piyamanya.

'Tenang aja, kita nggak akan ngebiarin lo kesusahan sendiri, Jes. Lo, Wuyo, gue, San nggak ada yang bisa misahin kita, kita akan terus berjuang bersama-sama. lo nggak pernah sendiri. sekarang, PR lo cuma habisin buburnya, mandi, terus istirahat. kita bakal nginep dan mikirin rencana kita bareng, bareng,' Bas ber orasi.

'Anjir Bas, merinding gua. kenapa sih lo nggak orasi jadi ketua BEM dari dulu?' Ujar Charis membuahkan tawa renyah dari bibir Wuyo dan Bas disusul senyum kecil dari Jacelyn.


[time skip ke minggu berikutnya. waktu liga basket antar jurusan]

Wuyo, Bas dan Charis sengaja undang Jacelyn buat nonton tiga sahabat ini main basket dan kasih mereka dukungan. Jacelyn berdiri di pinggir lapangan. Wuyo menyematkan topi bisbol putihnya di kepala Jacelyn supaya gadis itu nggak terekspos cahaya matahari.

Bas menyematkan airpods yang tersambung ke ponselnya ke telinga dara manis berambut sebahu itu. beberapa lagu mengalun dari benda kecil itu, memenuhi rongga telinga Jacelyn. namun, tetap saja komentar menyakitkan tetap bocor dan masuk ke telinga gadis itu. Jacelyn yang semula fokus menatap ke lapangan memberikan semangatnya untuk Wuyo dan sahabat-sahabatnya kini perlahan menunduk, berusaha menahan agar air matanya tak jatuh membasahi wajahnya. Dadanya terasa berat. Lututnya lemas, tubuhnya terhuyung, kehilangan keseimbangan. Beruntung Bas dengan sigap menangkap tubuh limbung sang dara.

Wuyo berlari menghampiri sang kekasih yang kini menangis tersedu-sedu mendengar komentar dan kata-kata kasar yang tak pantas dilontarkan orang-orang padanya. Pemuda Juanta itu kemudian diam sebentar dan merengkuh kekasih hatinya itu dalam pelukan hangatnya. Ia tak memedulikan tatapan orang sekitar. Ia tak rela, kekasih hatinya menangis tersedu-sedu akibat rundungan orang-orang di sekeliling mereka. Orang-orang itu hampir saja merenggut separuh jiwanya kalau ia tak segera bertindak.

'๐๐ ๐š๐ค๐ฎ ๐ฅ๐จ ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐ง๐ฒ๐ž๐›๐š๐ซ ๐›๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐ญ๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐œ๐ž๐ฐ๐ž๐ค ๐ ๐ฎ๐ž. ๐ ๐ฎ๐ž ๐ง๐ ๐ ๐š๐ค ๐š๐ค๐š๐ง ๐ญ๐ข๐ง๐ ๐ ๐š๐ฅ ๐๐ข๐š๐ฆ. ๐ค๐š๐ซ๐ž๐ง๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐š๐๐š ๐๐ข ๐ฌ๐ข๐ง๐ข, ๐ ๐ฎ๐ž ๐ฅ๐ž๐›๐ข๐ก ๐ค๐ž๐ง๐š๐ฅ ๐‰๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐ฉ๐š๐๐š ๐ค๐š๐ฅ๐ข๐š๐ง.' Suara Wuyo berkumandang lantang di seluruh lapangan basket dan dapat didengar oleh seluruh manusia yang tengah menonton pertandingan itu.

'Erika, Keluar lo,' kini suara Charis memanggil gadis yang menjadi dalang dari seluruh drama ini.

'Kalian kenapa belain dia sih? udah jelas-jelas dia yang selingkuh dari Wuyo,' Erika keluar dan dengan berani mengutarakan kebohongan itu di depan semua orang.

'Gua rasa lo nggak pantas ngomong gitu, Er. Yang di foto itu, yang lagi nyepong di foto itu bukan sahabat gua,' tukas Sebastian. 'Gue kenal Jes dari kecil. Dia nggak pernah melakukan hal serendah itu demi uang. dan gua cukup mengenal wajah Jacelyn untuk tau itu cewek yang fotonya lo sebarin ke seluruh kampus bukan temen gua,' lantang Sebastian.

'Oh, jadi elo pelakunya. lo harus bersyukur, Erika. pacar gue masih berbaik hati dan mengampuni elo. Gue sebenernya mau bawa ini ke pengadilan. tapi Jesa terlalu baik,' Wuyo dengan protektif memeluk gadisnya dan melindungi kekasih hatinya dari tangan Erika yang hampir melayangkan pukulan ke Jacelyn.

'Gue nggak nyangka elo bakal melakukan hal serendah itu, Er. Gua kecewa pernah kenal sama elo.' Marco, cowok yang lagi ngedeketin Erika langsung pergi begitu saja melihat apa yang terjadi di pinggir lapangan barusan.


[Bersambung]

[Word Count 2013 words]

๐’๐ž๐ ๐ž๐ฅ๐š๐ฌ ๐Š๐จ๐ฉ๐ข ๐๐š๐ง ๐“๐ฎ๐ฆ๐›๐ฅ๐ž๐ซ ๐†๐š๐ฅ๐š๐ฑ๐ฒ #Untitled


โ€œMas Justi, saya ke bawah dulu ya, mau beli kopi sebentar,โ€ Tukas Cio, minta izin pada atasannya.

โ€œGua nitip Americano segelas ya, San,โ€ Justi, si jangkung berwajah tampan itu mengangguk sambil menyerahkan tumbler stainless berwarna perak miliknya.

โ€œSiap boss,โ€ Cio menerima tumbler itu sambil mengangguk.

โ€œYo, aku bareng dong,โ€ Kali ini Briel keluar dari kubikel nya sambil menenteng tumbler dan dompetnya.

Keduanya berjalan berdampingan menuju ke cafe yang terletak di lantai dasar menara perkantoran yang dihuni oleh beberapa anak perusahaan Samudera Corporation itu. Briel dengan santainya menggandeng tangan Cio dan pemuda itu pun dengan natural membalas genggaman sahabatnya itu. Gabriel dan Niccio memang mantan rasa pacaran, kalau kata orang-orang. Meski sudah putus, namun diantara keduanya tak pernah ada kata canggung.

โ€œKamu masih bucinin Galaxy?โ€ Briel melirik Tumbler hitam bermotif print galaxy yang didominasi warna ungu dan biru yang ada di tas tote bag bening di tangan kanan Cio.

โ€œYa sama siapa lagi aku bucin? masa sama kamu?โ€ canda Cio sambil tersenyum jenaka.

โ€œYa enggak gitu juga, Iyo,โ€ Briel memanyunkan bibirnya. Iyo itu panggilan spesial yang diberikan Briel ke Cio dari waktu mereka pacaran dulu sampai sekarang.

โ€œBri, katanya anak finance ada yang suka sama kamu loh. aku denger pas tadi Mas Justi sama Rion lagi ngobrol di telfon,โ€ Cio berujar membuat Briel makin salah tingkah. Pasalnya, dia nggak menyangka bakalan ada yang suka sama kepribadiannya yang pecicilan banget itu.

โ€œBaru nge-freelance sebulan padahal kamu, Bri. Tapi udah banyak yang naksir,โ€ kekeh Cio ketika keduanya tiba di konter pemesanan cafe yang tak terlalu ramai itu.

Cuma ada satu orang di depan mereka, kira-kira 180 cm tingginya, mungkin kurang sedikit, mungkin juga lebih sedikit. garis wajahnya lembut sekali, tampan, kalau menurut standar pengelihatan Cio. Tumbler Pink dengan dekorasi timbul bunga sakura.

โ€œSaya pesan 1 strawberry yogurt smoothie di tumbler ya,โ€ ujar sang adam yang berdiri di depan Briel dan Cio. Ya Tuhan, suaranya lembut dan ganteng banget. Serak-serak basah, sexy. Cio sampai bengong mendengar suara rendah dan seksinya si bapak muda barusan.

โ€œNiccio, giliran mu tuh,โ€ Briel menepuk bahu Cio, membangunkan si lesung pipi itu dari admirasinya terhadap makhluk indah yang barus saja berlalu ke konter pick-up.

โ€œAmericano nya 2, di tumbler ya,โ€ Cio menyerahkan dua tumbler yang dipegangnya pada sang barista.

โ€œBaik, atas nama siapa?โ€ tanya si barista lagi.

โ€œCio,โ€ jawabnya sambil menyerahkan kartu kreditnya untuk membayar.

Jam istirahat hampir berakhir, Cio dan Briel masih menunggu minumannya dibuat, bareng sama eksekutif muda nan tampan yang tadi berdiri di depan antrian mereka. Cio masih mencuri pandang dengan ekor matanya ke arah si EsMud ganteng yang masih menunggu strawberry yogurt smoothie nya.

Waktu pesanan mereka tiba, Cio segera mengambil pesanannya dengan terburu-buru tanpa memperhatikan tumbler yang dia ambil barusan adalah tumbler justi dan tumbler sakura yang jelas bukan miliknya, karena sudah ditunggu oleh Justi, atasannya. Sementara, si tampan yang ada di dekatnya juga terlalu sibuk dengan ponselnya sampai-sampai ia tidak menyadari kalau tumbler yang ia ambil adalah tumbler galaxy milik Niccio.


Mata Cio mengerjap ketika ia mencoba minumannya. Ada yang aneh dengan americano yang baru saja dipesannya. Harusnya, americano kan pahit, kok ini asam, manis dan creamy? Rasa yang aneh bagi yang tak begitu menyukai rasa manis di minuman seperti Cio.

โ€œLo kenapa, Niccio?โ€ tanya Justicio setelah melihat ekspresi wajah Cio.

โ€œMinuman gue kok aneh ya?โ€ Cio bertanya sambil mengerjapkan matanya lagi.

โ€œGue baru mau nanya banget nih, kok tumbler galaxy lo berubah jadi warna pink gitu? Dan kayaknya gue kenal sama tumbler itu, familiar banget?โ€ Justi menatap tumbler di tangan Cio sambil mengernyitkan keningnya.

โ€œHah? Pink?โ€ Cio mengangkat tumblernya dan meneliti kejanggalan yang diutarakan oleh sang atasan.

โ€œKayaknya ini punya kakak yang tadi ngantri di depan kita tadi, deh,โ€ timpal Briel.

โ€œStrawberry smoothie,โ€ Cio mengecap-ngecapkan lidahnya, mempelajari rasa yang janggal di dalam mulutnya itu.

โ€œPunya lo ketuker sama punya Bang Samudra, kayaknya,โ€ Justi terkekeh.

โ€œNarendra Samudra? CEO Samudra Corp?โ€ mata Cio terbelalak.

โ€œJadi kakak ganteng di depan kita tadi tuh, yang punya seluruh kantor ini?โ€ Briel juga ikutan kaget.

Justi tergelak melihat kepanikan junior-juniornya itu. Si Jangkung itu kemudian mengangguk. โ€œTenang, dia ga bakal marah cuma gara-gara minumannya keminum sama lo, Niccio.โ€


Di lantai 27, penthouse gedung Samudra Corp. ...

โ€œPerasaan gue mesennya Strawberry smoothie deh. Kok yang keluar americano,โ€ gumam Narendra dalam hati.

โ€œDek, sejak kapan lo punya tumbler galaxy gitu. bukannya biasanya lo pake tumbler gue yang pink sakura itu?โ€ tanya Nayyara sambil meletakkan berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh adiknya di atas meja.

โ€œHah? perasaan tadi gue bawa tumbler lo, kak,โ€ Naren menatap sang kakak bingung.

โ€œItu, lo coba liat tumbler lo,โ€ Sang kakak mengedikan kepalanya ke arah tumbler yang dari tadi dipegang Naren.

โ€œKetuker sama anak cowok yang tadi ngantri di belakang gue. Kayaknya freelance di Khatulistiwa media deh,โ€ Naren berujar.

โ€œSiapa tau itu jodoh lo, dek,โ€ Nayyara tersenyum.