π ππ π π΅πππ‘πππ π΄ π»π€ππ ππ ππππ π πππππ π΄π
πΏπππππ‘ πππππ ππππππππ
Flashback ke waktu San dirawat di rumah sakitβ¦
βSora, pasien rawat jalan yang baru di MRI ganteng banget. Kayaknya namanya mirip lu deh, jepang-jepang gitu juga. Katanya, mukanya juga mirip lu, Ra,β ujar salah satu perawat yang tengah bertugas di Instalasi Gawat Darurat bersama dengan Aozora dan beberapa teman sejawatnya.
βEh? Iya ya. Sekarang masih di kamar MRI?β tanya Aozora pada sang perawat. Panik tersirat di wajah manis Aozora. βSiapa nama pasiennya?β
βSanraku, namanya unik banget, Ra,β Kali ini sahutan muncul dari seorang pria yang membawa papan rekam medis. Kayaknya baru menyelesaikan tugasnya dari bagian radiologi.
βOtouto,β matanya membulat sempurna, jantung Sora berdegup kencang. βDia di mana sekarang?β tanya Sora dengan nada panik.
βDi kamar 217, lantai 2, VIP Room,β jawab pria itu. βRa, kondisi dia cukup serius.β
βNanti kita bicarain lagi kondisi adik gue. Sekarang gue harus ketemu dia,β Sora melepaskan tangannya dari cengkeraman sang adam dan berlari menuju ke kamar rawat dengan nomor yang disebutkan oleh teman sejawatnya tadi.
Mendengar berita barusan, dunia Sora seakan runtuh. Adiknya, sosok yang menjadi penyemangat Sora dalam menjalani seluruh hiruk-pikuk dunia ko-as dan perkuliahan kedokteran yang tengah ia jalani. Sosok ceria yang selalu memeluknya ketika ia menyelesaikan siklus jaganya tanpa peduli apa yang dihadapi Sora selama di rumah sakit. Gunung perlindungan Sora ketika papa dan mama bertengkar hebat di rumah kini terbaring lemah di ruang perawatan di rumah sakit.
Air matanya tumpah ruah membasahi pipi dan seragam jaganya. Tanpa ragu, Sora langsung mendorong pintu ruangan tempat San beristirahat dan berlari mendekati adik kesayangannya itu.
βOtouto,β Ungkap Sora dalam Bahasa Jepang sambil berlari dan memeluk adik kesayangannya.
βNee-san,β San memeluk kakaknya sambil membelai rambut yang lebih tua. βKok nangis?β tanya San lagi.
βKenapa nggak bilang kalo San sakit?β tanya Sora sambil menangis sesenggukan.
βKak Ao, San nggak akan ninggalin kakak,β San memeluk kakaknya erat-erat. Suaranya terdengar tegar, walau pemuda itu sadar, usianya hanya tinggal sebentar lagi. Ia nggak boleh menangis. Ia harus tegar, demi kakaknya yang sangat ia sayangi.
βIβll grant your wish, whatever it is,β Sora berjanji.
βKak, open your heart buat Kak Jacob. Dia tuh cocok banget sama kamu, kak. Kalian sama-sama kedokteran juga. Before I die, I wanna see you with him,β San menarik anak-anak rambut Sora ke belakang telinga gadis itu.
βJangan ngomong seakan-akan umurmu tinggal sebentar gitu dong. Tapi for you, Iβll try,β Sora membelai rambut pendek San. βPapa dan Kaa-san udah tau kamu sakit?β tanya Sora lagi.
βNope. Jangan kasi tau ya. This is our little secret. Himitsu. Kalo mereka tau, apa nggak riskan berantem terus?β San menghela nafasnya mengingat belakangan ini, intensitas pertikaian kedua orang tuanya semakin sengit dan membuatnya enggan untuk kembali ke rumah dan memilih tinggal di apartemen yang disewakan untuknya dan kakaknya.
βKalo gitu, kabarin kalo nanti mau mulai berobat ya, Iβll be here,β Sora berujar. βAku balik jaga dulu.β Gadis itu mengusap wajahnya dan berpamitan.
βKak, Iβm proud of you!β San tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya.
Flashback Ends
Seminggu setelah San dirawat di rumah sakitβ¦
Sora baru saja menyelesaikan siklus jaganya dan kini gadis itu berada di ruang rehat bersama dengan Jacob, dokter residen, yang disebut-sebut naksir dengannya sejak jaman perkuliahan pre-klinik dulu.
βRa, masalah adik lo, gua baru dapet kabar dari radiologi,β ujar Jacob sambil menyerahkan rekam medis Sanraku pada Sora.
βMakasih, kak,β Sora membaca dan betapa kagetnya dia mendapati hasil pemeriksaan adik kesayangannya itu. Semua hasil mengindikasikan bahwa San menderita Leukimia. Dan umurnya nggak panjang lagi. Lagi-lagi, langit Sora runtuh. Seluruh wajahnya basah. Jacob hanya duduk di sampingnya, membelai punggungnya dengan lembut.
βRa, San bilang ke gue kalau dia nggak mau lo, bokap dan nyokap kalian tau soal hal ini. Tapi menurut gue at least lo harus tau. San butuh support lo selama pengobatannya. Gue beneran salut sama San yang tegar dan nerima keadaan ini dengan kuat,β ujar Jacob sambil menenangkan Sora yang menangis.
Hangatnya telapak tangan Jacob yang membelai rambutnya membuat Sora sedikit-demi sedikit lebih tenang. βKak,β Sora memanggil yang lebih tua sambil menangkup wajahnya yang penuh air mata.
βYa, kenapa?β tanya Jacob.
βKalo nanti udah masuk jadwal pengobatan San, gue boleh minta lo temenin gue nyemangatin San?β balas Sora sambil mengusap wajahnya dengan tisu basah.
βNever thought youβd ask me to do this with you, Ra,β Jacob tersenyum manis banget kayaknya senyum Jacob itu bisa bikin semua perawat di bangsal mleyot.
βGue butuh support buat ngasih support ke San. Gue nggak akan sanggup ngelihat dia sengsara pas chemo dan rangkaian pengobatan lain,β Sora menunduk.
βHey, Ra. San itu kuat. Dia lebih kuat dari yang lo kira. He can do it dan gue mau jadi support buat dia dan lo juga,β Jacob tiba-tiba memeluk Sora sebelum gadis itu kembali dibanjiri air mata.
Hari, bulan dan waktu begitu cepat berlalu. Tanpa terasa, siklus pengobatan Sanraku yang pertama sudah usai. San masih menginap di rumah sakit, bau obat-obatan yang keras menyeruak ke sekeliling ruangan perawatan tempat San dirawat. Wajah San masih nampak pucat, belum lagi nafsu makannya yang tiba-tiba raib dari dirinya.
San yang biasanya doyan makan, jadi nggak punya gairah buat menghabiskan makanannya. Yang ada, pasti pemuda itu mengeluh ia ingin memuntahkan seluruh isi perutnya. Melihat kondisi San yang menurun, tak hanya Sora yang sedih. Teman-temannya juga sedih. Begitu pula Kai. Kai yang baru tahu tentang kondisi San dari Sora pun sama. Sedih, seakan dunianya hancur berkeping-keping.
βKak, apa infusnya diganti infus makan dulu sementara?β Sora yang udah frustasi karena adiknya nggak bisa makan makanan solid memberi ide.
Jacob mengangguk dan memanggil perawat untuk memasangkan infus pengganti makanan pada San. βKita pantau terus, Ra. Gue visit ke pasien bentar, nanti sore balik sini.β
βSan,β Sora mendekati adiknya. Yang punya nama hanya menatap kakaknya. Tubuhnya sudah nggak kuat lagi untuk melakukan gerakan apapun.
San kini mengenakan topi rajut buatan Sora, menutupi rambutnya yang sudah mulai rontok. Berat badannya turun drastis akibat dari pengobatan ini. βBertahan ya,β kali ini Jeandra maju dan memegang tangan sahabatnya.
βKita di sini, San. Gue ga akan halangi lo dan Kai lagi. Gue titipin lo ke dia,β Radit mendekat dan menatap tajam pada si jangkung Kairos. βJagain sahabat gue. Buat dia, lo semestanya, lo rasi bintang paling terangnya. Lo juga harus kuat karena lo kekuatannya San.β
Kai yang ditodong begitu hanya mengangguk. lidahnya kelu. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Hatinya remuk redam melihat keadaan kekasihnya saat itu. San yang selama ini nampak ceria dan bahagia di sampingnya ternyata memikul beban yang berat. Ternyata selama ini semestanya sedang berjuang melawan penyakit yang perlahan menggerogoti dirinya. Kai semakin kagum melihat kekuatan dan ketabahan San. Tapi di lain sisi, Ia juga khawatir dan takut kehilangan belahan jiwanya. Melihat itu, Sora pun menyadari nggak hanya langitnya yang runtuh, semesta Kai pun hancur berkeping-keping.
βKak,β San mencoba mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengusap air mata di pipi Sora. βKalau langit menangis, nanti hujan deras. Kalau hujan deras aku nggak bisa keluar, main hujan.β
βKalau kamu lemes gini, emang bisa main hujan?β tanya Sora sambil menangis.
βSan nggak akan pergi sekarang, Kak. Kak Ao percaya deh, Lo semua juga,β San menatap sahabatnya, lalu ke Kai. βLo juga. Kalian harus percaya sama gue. Gue masih kuat. Gue bisa lewatin ini.β
Ucapan San barusan juga didengar oleh Jacob yang baru masuk ke ruangan sambil membawa cairan infus, menggantikan yang baru saja habis. βGue percaya lo kuat, San. Gue di sini. Kalo lo ada butuh apa-apa Iβll be right away,β Jacob tersenyum manis, San bisa lihat wajah Ao memerah melihat senyuman manis Jacob. Cuma ya, gitu. Ao is just too dense. Dia nggak mau mengakui, dia udah mulai terpikat sama pesona Jacob.