š šš š šµššš”ššš š š©š¤šš šš šššššš“š
Tough and Mild are Destined To Be With Each Other
The ocean of the universe and the sun is together I wanna go up to a new world, Iām running šš°šÆš“šµš¦ššš¢šµšŖš°šÆ (šŖš®šŖšµš¢šµšŖš°šÆ ššš)
'š²šš, ššš ššššš šššššš šššššššš ššš šššššššš šššš ššš š ššššš ššššššš. šššššš ššššššš ššššš šššš šššššš āš±ššššš ššššššš š ššššš ššš ššā, ššš šššš ššššš ššššššš š ššššššš ššššš,' ā šŗšššššš.
Jaket denim, wajah babak-belur, rokok kretek dan motor ninja. itu adalah sedikit dari banyak kata yang menggambarkan sosok Kairos Yonathan Kusuma, pentolan kampus yang sering banget terlibat pertengkaran, entah itu untuk melindungi temannya atau apa lah alasan lainnya. Tak jarang Kai kena tegur dosen karena tidur di kelas. Tapi nggak ada dosen yang berani nyenggol Kai. Kai ini anak keluarga Kusuma, donatur terbesar di kampus tempat Kai dan kakak-kakaknya menuntut ilmu.
Di sisi lain kampus ada Sanraku, berbeda 180 derajat dengan Kai. Pemuda keturunan Jepang-Tionghoa-Jawa ini terkenal rajin belajar dan selalu berprestasi. Hiro atau San, begitu si tampan ini kerap disapa teman-temannya, adalah sosok yang selalu bersinar. secara akademis, kemampuannya bisa dibilang diatas rata-rata. Absennya pun selalu bersih dari kata membolos. Berasal dari keluarga yang cukup berada bukan alasan bagi pemuda 22 tahun itu untuk berhenti berprestasi dan itu yang ia buktikan pada kawan-kawan seusianya. Si bungsu dari dua bersaudara ini selalu menempati peringkat terbaik di kelas dan angkatannya.
Tak pernah terpikir oleh Kai dan Sanraku mereka akan dipertemukan oleh takdir. terlebih lagi takdir yang begitu aneh. Siapapun nggak akan menyangka semesta akan mempertemukan sang Ksatria Badai dan Pangeran Hujan dan menempatkan mereka dalam sebuah jendela kisah hidup yang sama, bukan?
Tapi, itulah takdir. Takdir datang di saat yang tak terduga. Kepada insan yang tak terduga pula.
Tak pernah terpikir oleh seorang Sanraku untuk bertatap muka atau bahkan berinteraksi dengan pentolan berandal kampus. Hari itu terbilang cukup tenang bagi wira yang akrab disapa San atau Hiro tersebut. Ia tengah berada di perpustakaan bersama beberapa rekan sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas kelompok terakhir semester ini, sebelum menginjak masa liburan kuliah. San, Arjuna, Chandra, Jeandra dan Raditya tengah sibuk mengerjakan tugas maket mereka di studio sore itu.
'Jun, gue mau ke cafe seberang kampus dulu ya,' San minta izin pada sang ketua kelompok.
'Eh iya, nitip americano ya San. hari ini bisa all-nighter gak lo?' tanya Arjuna sambil menempel potongan kayu pada maket buatan mereka.
'Bisa kok, yang lain gimana?' San mengangguk.
'I'm in!' Chandra dan Jeandra melakukan high-5.
'Yaudah, entar gue bawain kopi buat semua. Radit gimana?' Radit yang dari tadi sibuk dengan laptopnya, menyelesaikan presentasi mengangguk.
'Oke deh, makin cepet selesai tugasnya,' Arjuna mengangguk sambil masih sibuk mencocokkan apa yang dikerjakannya dengan denah dan blue-print yang baru saja dicetak oleh Radit.
'Gue jalan ya?' Pamit San sambil melangkah keluar dari studio arsitektur.
Cafe yang dituju oleh San tidak jauh posisinya dari kampus mereka. Meski begitu aroma kopi dan roti yang menyeruak di dalam ruangan yang tak begitu besar dan luas itu membuat San ingin berlama-lama di situ. Hari itu, cafe cukup padat pengunjung. Keanna dan Kalia, si kembar pemilik cafe tersebut nampak begitu kewalahan menghadapi pelanggan yang berdatangan.
Tiba-tiba sesosok pemuda seusia Sanraku, beberapa senti lebih tinggi darinya, muncul dari balik pintu bertanda staff-only. Kayaknya, San baru lihat pegawai ini. Dia nggak pakai seragam, bau rokok kuat sekali menempel di jaket denim yang dikenakannya. ada bekas luka di bibirnya, kayaknya habis berantem. Bukan tipe yang bisa menarik perhatian seorang Sanraku. Namun, anehnya, si wira yang akrab disapa San itu menatap pemuda di hadapannya, seakan ia mengenali wajah barista itu. cukup lama ia berdiri di konter pick-up tanpa sedikitpun mengangkat pesanannya.
'Hey, kok bengong,' barista itu mengayunkan tangannya di depan wajah San.
'Eh-Oh, Iya, makasih,' San mengambil kantong kertas coklat berisi minuman pesanannya dan kemudian pergi dari sana dengan wajah kemerahan akibat malu, tertangkap basah ngeliatin mas-mas barista barusan.
'Lucu juga,' gumam barista itu ketika melihat San yang salting berjalan keluar dari cafe.
*Namanya Sanraku, keturunan Jepang. langganan reguler kita,' Keanna berujar sambil mengedikkan bahunya ke arah San yang kini udah berada di luar cafe.
'Kayaknya anak baik-baik, dek. Not your league,' kini Kalia nyeletuk dari meja kasir.
Kayaknya, secara nggak sadar, barista tampan yang baru saja bergabung itu tersihir oleh pesona San. Sanraku, si pemuda mungil yang baru saja mengunjungi cafe. Sesungguhnya San nggak kecil-kecil amat, tapi segala gerak-geriknya membuat ia terkesan mungil dan menggemaskan bagi sang barista ber-aura badboy itu. dua kutub berlawanan, dua dunia bertolak belakang, pertemuan yang tak terduga, membuat keduanya kini terikat oleh benang merah tak kasat mata yang dinamakan takdir.
[time skip ke dua hari kemudian]
San kembali muncul dari balik pintu cafe dengan beberapa buku di tangannya. wajahnya nampak sayu karena belum sempat tidur selama dua hari terakhir. Tugasnya semakin menumpuk dan satu-satunya cara menyelesaikan semua tugasnya hanya dengan melakukan sistem all-nighter.
'Loh, kok lemes amat,' sapa Keanna dari balik meja kasir.
'Tugasku nggak kelar-kelar, kak,' San menghela nafas dari balik maskernya.
'Hari ini jangan minum kopi dulu, ada menu baru dan kita mau kamu sebagai regular cafe kami nyobain ini duluan,' Keanna tersenyum. 'Hitung-hitung reward buat pejuang tugas akhir kayak kamu,' lanjut gadis manis itu sambil tersenyum. Ia masuk ke dapur dengan membawa roti berbahan dasar ubi ungu keluar beserta wangi yang khas menyeruak dari balik pintu kitchen. 'ini roti ubi ungu cocok banget dimakan bareng ini,' Keanna menyuguhkan secangkir minuman dingin berwarna lilac dengan wangi vanilla yang khas.
'Makasih, Kak Key,' San tersenyum lalu setelah menaruh barang-barangnya di atas meja yang persis terletak di dekat jendela, San kembali dan mengambil nampan berisi roti dan goguma latte yang dibuatkan spesial untuk menyemangatinya barusan.
Sembari menyantap minuman dan rotinya, pemuda berlesung-pipit itu kembali sibuk dengan tugas-tugas akhir semesternya. San yang tiba di cafe pukul 12 siang kini sudah melewati kurang lebih 8 jam berkonsentrasi dengan setumpuk tugasnya. Pemuda itu nampak lelah sekali dan ia pun tertidur di atas tumpukan buku dengan laptop yang masih memutarkan playlist lagu penyemangatnya.
'Kai,' Kalia memanggil si bungsu yang baru saja masuk ke dalam cafe. kayaknya baru aja selesai merokok. entah berapa pak dihabiskan Kai malam itu. wajahnya tampak suntuk. beberapa bekas lebam mewarnai pipi dan keningnya.
'Hmm,' Kai hanya membalas panggilan kakaknya dengan dehaman.
'Gimana banguninnya ya? kasian. dari tadi kayaknya suntuk banget ngurusin tugas-tugasnya,' Kalia mengedikkan bahunya ke arah San yang masih tertidur pulas.
'gemes juga dia kalau tidur,' begitu pikir Kai. 'Biarin aja, Kak. kasihan kalau dibangunin. tunggu sampe bangun sendiri. Lo beres-beres aja, gua bantuin,' Kai menggeleng, menolak membangunkan San ketika ia melihat kening pemuda itu berkerut dalam tidurnya.
'Tapi nanti kalo dia bangun lo bisa anterin dia balik kan?' Tanya Keanna.
'Bisa aja, kak,' Kai nggak mungkin menolak. dua hari terakhir ini pikirannya diisi oleh pemuda yang tengah tertidur pulas itu. mana mungkin Kai menolak kesempatan untuk menjalankan misi pedekate nya pada sang adam yang manis itu.
'Loh, astaga,' San akhirnya terbangun dari tidurnya.
'San, nggak papa, take your time. pasti capek ya, nugas terus,' Kalia tersenyum sambil meneruskan kegiatan beres-beres cafe.
'Kak Lia, maaf ya. gue ketiduran. belum tidur dari dua hari yang lalu soalnya. lumayan lah 2 jam,' San nyengir kikuk, lesung pipitnya terlukis di pipinya.
'Nggak papa, San. pulang sama Kai aja, biar Kai yang anter lo,' Kalia menawarkan.
'Tapi gue bawa mobil, kak,' San menolak dengan halus.
'Titip sini aja dulu. jangan nyetir kalo kondisi lo capek. Mobilnya aman di sini, ada Pak Ujang yang jagain,' timpal Keanna.
'Gua bantuin, santai aja. Gua ga bakal bawa lo kemana-mana, langsung ke kosan,' Kai berujar sambil membantu San membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja.
'Elo barista yang kemarinan itu kan?' tanya San sambil menatap Kai, mempelajari setiap fitur wajah dan perawakan Kai, mengingat dimana ia pernah bertemu dengan Kai.
'Yep, gua selalu jadi barista dadakan di sini kalo lagi rame. Gua Kai, adiknya Kak Key dan Kak Kalia,' Kai memperkenalkan dirinya.
'Gue Sanraku. sorry, namanya rada susah,' kekeh San. 'Gue selalu ngerjain tugas di sini,' San tersenyum malu-malu.
'San, jaga kesehatan ya,' Keanna menimpali.
'Tenang aja, Kak.' San mengacungkan ibu jarinya ke udara. Tanpa ia sadari, perlahan darah menetes dari hidungnya, mengotori hoodie putih-gadingnya. dengan sigap Kai membimbing San untuk duduk di bangku dan membersihkan darah yang mengalir dari hidung pemuda paruh Jepang itu dengan tisu basah dan tisu kering.
Setelah hidung dan wajahnya bersih dari darah, San kemudian meminjam pundak Kai sejenak untuk bersandar. Ya, San lelah. 'Maaf, gue pinjem bahu lo sebentar,' San bersandar di atas bahu bidang yang dibalut jaket denim dengan campuran bau tembakau dan parfum beraroma maskulin, wangi khas Kai.
'Baru juga dibilang jaga kesehatan,' Keanna menimpali sambil duduk di samping San.
'Gua panggilin dokter deh ke kosan lo. Lo nggak boleh nolak, San. Dua hari istirahat tuh nggak bakal bikin peringkat lo turun,' Kai menghela nafasnya sambil menekan nomor dokter keluarganya.
'Iya, istirahat beberapa hari, ya, San. please,' Kalia memohon. 'Demi kesehatan lo.'
San nggak ada pilihan kecuali menganggukkan kepalanya dan menuruti permintaan Keanna, Kalia dan Kai untuk beristirahat di kosan dibawah pengawasan dokter dan tim medis kepercayaan keluarga K-Siblings. Akhirnya, si pahlawan pejuang A+ pun tumbang karena ia hanya memikirkan urusan akademisnya tanpa tau batasan tubuhnya.
[Bersambung]
[1520 words]