𝐼𝑛 𝐻𝑖𝑠 𝐴𝑟𝑚𝑠


𝑃𝑒𝑚𝑢𝑑𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑖𝑡𝑢 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑖𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑛𝑔𝑘𝑢ℎ 𝑔𝑎𝑑𝑖𝑠𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎. 𝑖𝑎 𝑡𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑑𝑢𝑙𝑖 𝑡𝑎𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔-𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑡𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎. 𝐼𝑎 𝑡𝑎𝑘 𝑟𝑒𝑙𝑎 𝑚𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑖𝑤𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑡𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑢-𝑠𝑒𝑑𝑢 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑟𝑢𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔-𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑡𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎.

'𝐍𝐠𝐚𝐤𝐮 𝐥𝐨 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐧𝐲𝐞𝐛𝐚𝐫 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐜𝐞𝐰𝐞𝐤 𝐠𝐮𝐞. 𝐠𝐮𝐞 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐝𝐢𝐚𝐦. 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐧𝐢, 𝐠𝐮𝐞 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐤𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐉𝐞𝐬𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧.' -𝐖𝐮𝐲𝐨


'Jes, jangan buka grup chat apapun dulu,' Abas merebut ponsel yang baru saja dikeluarkan Jacelyn dari tasnya.

'Kenapa sih Bas?' Jacelyn menatap sahabatnya bingung sambil berusaha meraih ponselnya yang kini sudah disimpan oleh Abas di dalam saku yang ada di bagian dalam jaket Abas.

'Nggak ada apa-apa, Jes. cuma gue pengen tau kebenarannya aja. sebelum Wuyo tau tentang ini. Lu nggak beneran ngelakuin yang digosipin sama anak-anak kan?' Kini San bertanya sambil menatap mata Jacelyn tajam.

'Ngapain?' Jacelyn masih menatap San dengan tatapan bingung.

'Berita itu nggak bener kan? berita yang disebar Erika tentang cewek panggilan itu,' Abas berbisik agar anak-anak kampus yang lewat nggak mendengar pembicaraan mereka.

'Gue percaya lo nggak akan melakukan hal serendah itu buat nyari uang,' San menatap Jacelyn lekat-lekat. 'Tapi, semua bukti yang disebar Erika ngarah ke Elo, Jes,' pemuda itu berlutut di hadapan gadis yang duduk di bangku kayu.

'Yang jelas, kalian lebih kenal gue dari pada Erika. dan gue nggak akan menghalalkan segala cara buat cari uang. gue masih di jalur yang bener,' Ungkap Jes sambil memutar bola matanya.

Kali ini, mulai terdengar banyak suara-suara dari mahasiswa yang berseliweran di sekitar mereka bertiga, suara-suara yang sarat akan hinaan dan tatapan meremehkan yang ditujukan untuk gadis berambut kecoklatan yang masih clueless akan apa yang akan menimpanya. San berjongkok di depan Jacelyn sambil memakaikan sepasang airpods yang tersambung ke ponselnya yang tengah memainkan lagu kesukaannya, Star 1117. Setelah itu, kedua pemuda itu membimbing Jacelyn untuk beristirahat di dalam mobil milik Abas.

'Gila ya, si Jacelyn. emang dia ga pantes buat Wuyo. Apa ga puas dia dimanja begitu sama Wuyo? masih aja ngincer Abas sama Charis.' Suara itu samar-samar terdengar oleh telinga kecil Jes, tempat airpods San menempel. Tanpa sadar, airmata Jes menitik membasahi pipinya.

'Jes,' San menghentikan langkahnya dan menatap kekasih sahabatnya itu dengan penuh kekhawatiran.

Jacelyn hanya diam dan terus berjalan di belakang Abas sambil menunduk dan menangis. Dadanya terasa sesak, sakit.

'Emang dasar Lonte. udah dapet yang bening, satu aja ga cukup. Pasti dia ngincar harta keluarganya Abas sama Charis juga,' Erika yang lewat di situ sengaja mengeraskan suaranya sambil memandang rendah ke arah Jacelyn yang masih menangis.

Semua orang tahu, Erika terobsesi sama Wuyo. Dia punya perasaan suka yang berlebihan banget ke Wuyo dan dia nggak rela Wuyo menjalin hubungan sama Jes. Dibandingkan Erika yang populer, Jes nggak ada apa-apanya. Erika menganggap Jes nggak pantas bersanding di samping Wuyo yang kaya, tampan dan populer.

Erika punya segalanya. Dia cantik, kaya, pintar bergaul. Berbanding terbalik sama hidup Jes. Jes udah nggak punya papa. dia bekerja keras supaya bisa dapet beasiswa di kampus itu. Gadis berambut sebahu itu selalu bekerja di supermarket dekat kampus seusai kegiatan perkuliahannya demi kelangsungan pendidikannya dan Arietta, adik perempuannya. Meskipun harta yang ditinggalkan Papa untuk Jes dan Etta masih cukup untuk kelangsungan pendidikan keduanya, Jes paham betul keadaan keluarganya dan memutuskan untuk membantu Mama.

'Jes, kita percaya sama lo. nggak usah didenger ya,' San menaruh tangannya di kedua telinga kecil Jes dan terus mengawal gadis itu sampai ke dalam mobil Abas.


Foto yang disebar Erika memang mirip dengan perawakan Jes. Abas dan San tau betul itu bukan Jes. Jes nggak mungkin berani melakukan hal seperti itu meskipun ia sangat membutuhkan uang. Jes didik di keluarga yang sangat taat beragama dan Jes pun tumbuh sebagai anak yang nggak menghalalkan cara semenakutkan itu untuk mendapatkan uang.

'Gue akan cari tau siapa orang di foto itu,' San mengepalkan tangannya.

'San, nggak usah,' Jes menggeleng lemah. tenaganya habis buat menangis. bukan karena kata- kata orang, tapi karena gambar tak senonoh yang sedang ia lihat. itu bukan Jes, hanya saja wajah di foto itu samar-samar terlihat sedikit mirip dengan wajah Jes. lokasi pengambilan foto itu sudah jelas sekali di sebuah klub malam. Yang mana, nggak akan sekalipun dikunjungi oleh Jes. tempat itu justru adalah tempat yang paling dihindari gadis 22 tahun itu.

'Itu bukan lo, Jes. gue yakin,' Abas menepuk bahu sahabatnya, memberikan sedikit kekuatan buat Jes.

'Gue panggilin Wuyo ya, Jes,' San tahu, yang dibutuhkan Jes waktu itu cuma pelukan hangat Wuyo. Kehadiran Wuyolah yang bis menghilangkan segala kesedihan Jes.

'Jangan, gue malu ketemu Wuyo. Gue takut, San. Gue takut kehilangan Wuyo. Gue takut gue malah melukai kepercayaan yang dia kasih ke gue,' Jes menunuduk sambil menggaruk ibu jarinya yang tak gatal hingga menimbulkan luka di kedua ibu jari tangannya.

'Kita ke basecamp aja kalo gitu. lo nginep di basecamp hari ini. sampe hati lu tenang. jangan ke kampus dulu. gue yang tap absen lu. Gue bakal voice call dari kelas supaya lu tetep bisa ikut kelas,' pemuda Harangga itu berujar sambil tetap fokus pada jalan yang mereka lalui sampai ke sebuah rumah yang disewa oleh Wuyo, Bas dan San untuk menjadi basecampnya.

'Pakaian lo entar gue minta tolong Pak Asep sama Mbak Uni buat jemput ke rumah, sekalian minta izin ke tante. pasti dia paham kok, lu butuh waktu,' San membelai rambut sahabatnya lembut.


seminggu berlalu dengan begitu lambat buat Wuyo. tak ada tanda-tanda kehadiran Jes di sekitarnya. Khawatir menyelimuti pikirannya. berkali-kali Wuyo nampak nggak fokus saat mengikuti kelas perkuliahan. Ia rindu kehadiran sosok gadis pujaan hatinya. beberapa kali, bisa ditemukan pemuda berambut hitam-pirang itu nampak menghadiri pertemuan dengan nyawa yang entah berada di alam mana. pokoknya sering banget kelihatan ga fokus atau bahkan sadar tapi seakan jiwanya melayang meninggalkan raganya.

Beberapa kali, Wuyo mampir ke loker Jes yang ada di ruang BEM dan betapa kagetnya pemuda bermanik mata kecoklatan menemukan surat ancaman dan beberapa note post-it dengan kata-kata kasar ditujukan untuk Jes. Terakhir kali, Jes mengirim pesan untuk Wuyo, Jes cuma bilang begini:

𝖶𝗎𝗒𝗈, 𝗄𝖺𝗅𝖺𝗎 𝗌𝖾𝖺𝗇𝖽𝖺𝗂𝗇𝗒𝖺 𝗇𝖺𝗇𝗍𝗂 𝗄𝖺𝗆𝗎 𝗍𝖺𝗎 𝖺𝗉𝖺 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗃𝖺𝖽𝗂, 𝗃𝖺𝗇𝗀𝖺𝗇 𝗃𝖺𝗎𝗁𝗂𝗇 𝖺𝗄𝗎. 𝗉𝖾𝗋𝖼𝖺𝗒𝖺 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝖺𝗄𝗎, 𝖺𝗄𝗎 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗌𝖾𝗉𝖾𝗋𝗍𝗂 𝖺𝗉𝖺 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝖽𝗂𝖻𝗂𝗅𝖺𝗇𝗀 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝗈𝗋𝖺𝗇𝗀-𝗈𝗋𝖺𝗇𝗀 𝗂𝗍𝗎. 𝖠𝗄𝗎 𝖽𝗂𝗃𝖾𝖻𝖺𝗄 𝖽𝖺𝗇 𝖺𝗄𝗎 𝗍𝖺𝗄𝗎𝗍. 𝗆𝖺𝖺𝖿𝗂𝗇 𝖩𝖾𝗌𝖺 𝗎𝖽𝖺𝗁 𝗇𝗀𝖾𝖼𝖾𝗐𝖺𝗂𝗇 𝖶𝗎𝗒𝗈.

Waktu Jes bilang itu, Wuyo bisa ngerasain kalo Jes lagi nangis. Seharian itu, Wuyo kepikiran terus soal perkataan Jes itu. dan waktu melihat apa yang orang-orang lakukan pada kekasihnya di kampus, Wuyo semakin yakin kalau Jes nggak baik-baik aja.

'Wuyo mau kemana? kan belum kelar rapatnya.' tanya Ale, sekretaris BEM.

'Yang lanjutin Kak Lesa aja,' ujar Wuyo tanpa menoleh ke arah semua orang. Baru aja dua langkah dia berjalan ke arah pintu, tiba-tiba wira 173 cm itu balik badan dan berjalan gusar lalu menggebrak meja rapat. 'SIAPA YANG MASUKIN INI SEMUA KE LOKER JESA?' bentakan Wuyo membuat seluruh ruangan terdiam mendengar Wuyo yang biasanya jadi happy virus jadi galak dan garang.

ketika suasana berubah jadi mencekam karena amarah Wuyo yang membuncah, tiba-tiba pintu ruang rapat terbuka, menampilkan Abas dan Charis dengan wajah panik.

'Wuyo. ke rumah sakit sekarang! Ini mengenai Jacelyn,' wajah pemuda Harangga itu terlihat sangat panik.

'Kalo ada salah satu dari kalian yang ketahuan nyebar berita buruk atau ngebully pacar gue, kalian akan berhadapan sama tinju gue,' Wuyo menegaskan sambil bergabung dengan kedua sahabatnya.

'Jesa kenapa, Bas?' tanya Wuyo setelah bergabung dengan kedua sahabatnya itu.

'Dia ga mau makan beberapa hari akhir-akhir ini. dia udah seminggu tinggal di basecamp. dan hari ini puncak terparah kondisi dia, Yo. semoga lo nggak kaget nanti pas liat,' Charis menghela nafasnya mengingat kondisi kekasih Wuyo yang semakin memburuk.

Tiga hari terakhir ini Jes nggak mau makan apapun. bahkan makanan yang sengaja dikirim oleh Charis dan Sebastian pun nggak disentuh kalo keduanya nggak memaksa gadis itu untuk makan. Yang semakin membuat pemuda Juanta itu khawatir adalah saat melihat gadis dihadapannya kini kurus, tangannya penuh luka, matanya bengkak akibat menangis.

'Wuyo,' gadis itu menatap kekasihnya sayu. 'Maaf,' gadis itu menangis lagi ketika melihat kekasihnya muncul di ambang pintu. Ketika sang dara maju untuk memeluk kekasihnya, langkahnya limbung, hampir saja ia terjatuh. Untungnya wira di hadapannya dengan sigap menangkap tubuh mungil Jes.

'Jesa, makan ya. Wuyo disini. kamu ga perlu minta maaf sama Wuyo. Aku tahu itu bukan kamu. aku percaya sama kamu sepenuhnya, Jesa,' Wuyo merengkuh gadis pujaan hatinya dalam pelukannya. Ia kemudian membelai rambut gadis itu perlahan. 'Maafin Wuyo ya, wuyo terlambat,' ungkapnya di telinga sang gadis.

'Bas, siapa pelakunya? udah ketemu?' tanya Wuyo sambil membantu Jacelyn duduk di sofa dan duduk di sebelah kekasihnya. lengannya dengan protektif melingkar di bahu sang dara.

'Erika yang nyebar kebencian dan foto itu. kalau soal foto perbuatan nggak senonoh dan cewek yang muka mirip sama Jesa itu Amara, Teknik Pangan '18, sama Kairos, Teknik Mesin '19. mereka bertiga yang jadi dalang, cewek lo korban, Yo. nggak salah sama sekali,' jelas Abas sambil memberikan semua bukti yang berhasil ia kumpulkan.

'Bas, San, Wuyo, jangan dibawa ke jalur hukum ya. Gue nggak akan sanggup bayar pengacara, gue nggak akan sanggup kalo sampe mereka ngatain gue jalang. neror gue untuk ngejauh dari kalian dan terutama Wuyo,' suara Jacelyn bergetar, air matanya meleleh membasahi wajah dan piyamanya.

'Tenang aja, kita nggak akan ngebiarin lo kesusahan sendiri, Jes. Lo, Wuyo, gue, San nggak ada yang bisa misahin kita, kita akan terus berjuang bersama-sama. lo nggak pernah sendiri. sekarang, PR lo cuma habisin buburnya, mandi, terus istirahat. kita bakal nginep dan mikirin rencana kita bareng, bareng,' Bas ber orasi.

'Anjir Bas, merinding gua. kenapa sih lo nggak orasi jadi ketua BEM dari dulu?' Ujar Charis membuahkan tawa renyah dari bibir Wuyo dan Bas disusul senyum kecil dari Jacelyn.


[time skip ke minggu berikutnya. waktu liga basket antar jurusan]

Wuyo, Bas dan Charis sengaja undang Jacelyn buat nonton tiga sahabat ini main basket dan kasih mereka dukungan. Jacelyn berdiri di pinggir lapangan. Wuyo menyematkan topi bisbol putihnya di kepala Jacelyn supaya gadis itu nggak terekspos cahaya matahari.

Bas menyematkan airpods yang tersambung ke ponselnya ke telinga dara manis berambut sebahu itu. beberapa lagu mengalun dari benda kecil itu, memenuhi rongga telinga Jacelyn. namun, tetap saja komentar menyakitkan tetap bocor dan masuk ke telinga gadis itu. Jacelyn yang semula fokus menatap ke lapangan memberikan semangatnya untuk Wuyo dan sahabat-sahabatnya kini perlahan menunduk, berusaha menahan agar air matanya tak jatuh membasahi wajahnya. Dadanya terasa berat. Lututnya lemas, tubuhnya terhuyung, kehilangan keseimbangan. Beruntung Bas dengan sigap menangkap tubuh limbung sang dara.

Wuyo berlari menghampiri sang kekasih yang kini menangis tersedu-sedu mendengar komentar dan kata-kata kasar yang tak pantas dilontarkan orang-orang padanya. Pemuda Juanta itu kemudian diam sebentar dan merengkuh kekasih hatinya itu dalam pelukan hangatnya. Ia tak memedulikan tatapan orang sekitar. Ia tak rela, kekasih hatinya menangis tersedu-sedu akibat rundungan orang-orang di sekeliling mereka. Orang-orang itu hampir saja merenggut separuh jiwanya kalau ia tak segera bertindak.

'𝐍𝐠𝐚𝐤𝐮 𝐥𝐨 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐧𝐲𝐞𝐛𝐚𝐫 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐜𝐞𝐰𝐞𝐤 𝐠𝐮𝐞. 𝐠𝐮𝐞 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐝𝐢𝐚𝐦. 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐧𝐢, 𝐠𝐮𝐞 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐤𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐉𝐞𝐬𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧.' Suara Wuyo berkumandang lantang di seluruh lapangan basket dan dapat didengar oleh seluruh manusia yang tengah menonton pertandingan itu.

'Erika, Keluar lo,' kini suara Charis memanggil gadis yang menjadi dalang dari seluruh drama ini.

'Kalian kenapa belain dia sih? udah jelas-jelas dia yang selingkuh dari Wuyo,' Erika keluar dan dengan berani mengutarakan kebohongan itu di depan semua orang.

'Gua rasa lo nggak pantas ngomong gitu, Er. Yang di foto itu, yang lagi nyepong di foto itu bukan sahabat gua,' tukas Sebastian. 'Gue kenal Jes dari kecil. Dia nggak pernah melakukan hal serendah itu demi uang. dan gua cukup mengenal wajah Jacelyn untuk tau itu cewek yang fotonya lo sebarin ke seluruh kampus bukan temen gua,' lantang Sebastian.

'Oh, jadi elo pelakunya. lo harus bersyukur, Erika. pacar gue masih berbaik hati dan mengampuni elo. Gue sebenernya mau bawa ini ke pengadilan. tapi Jesa terlalu baik,' Wuyo dengan protektif memeluk gadisnya dan melindungi kekasih hatinya dari tangan Erika yang hampir melayangkan pukulan ke Jacelyn.

'Gue nggak nyangka elo bakal melakukan hal serendah itu, Er. Gua kecewa pernah kenal sama elo.' Marco, cowok yang lagi ngedeketin Erika langsung pergi begitu saja melihat apa yang terjadi di pinggir lapangan barusan.


[Bersambung]

[Word Count 2013 words]