jace'sarchive

yang nulis tiga sekamar

[1] She, Who listens to the howling sounds


“Why are you always listening to music in your ears?” “Just because,”


Se-Ah is just an ordinary girl. She is a junior at the most renowned art school in Seoul. Her life is just like every other high-school girls. It is only different because she had been hearing things lately. every night, when the full moon starts to rise above her head, she can hear the sound of howling wolves clearly in her ears. nobody hears the voice, only her. She could tell that the howling voices change every full moon. Sometimes, it sounds so painful, some other time it sounds inviting.

As curious as she gets, she tries not to think about that when the morning comes. That's why she always brings an earphone attached to her phone, blasting out loud pieces of music every time she has to leave the house. Se-ah wants to be normal, like the other girl of her age. That summer midnight, the full moon rises up and again, she hears the cries. this time it drew her out of the house. She walked to a deserted building, 12 storeys, and it is currently being renovated. It used to be a mall or so, they said. she takes a small tour around the building. but as soon as she got in, she keeps going round and round and round, she can't find the way out.

The howling voice keeps getting louder and clearer in her ears. Se-ah rummages through all the dust and ruins in the building, looking for the source of the howls she's heard all this time. it leads her nowhere but the same point where she started. she's stuck inside the building yet the voice became clearer as if it was crying out for help.

but wait, one was crying out for help. but there is another sound. She tries translating those different barks and howls into some kind of the other wolves are trying to find the stray one.

'He-Hwall?' she tries deciphering the howls.

They are looking for the lost cub and the cub is apparently somewhere around the building. Se-ah searches around the building corner by corner, corridor by corridor. She stops by the corner that looked like it was supposed to be used for a cafeteria or a restaurant. she could sense the distress howl came from somewhere there.

“Hwall?” She calls out softly. And with that, the whimper got much more vivid from before. she can easily locate and find the young wolf hidden under some ruins. too bad. his four little legs are covered in blood.

“Oh my god!” she gasps as she sees the wounded. “It's okay, Hwall. I'm here, I won't hurt you.”

Se-ah takes off her jacket and put it on the floor, before gently moving the said young wolf on it. then she pulls out two handkerchiefs from her bag and tied them gently over his wounded legs. “Don't worry, I'm here, with you,” she said to reassure the canine that she'd be around him when he needs her.


The sun slowly rises and the ruins and deserted building is not shabby anymore. The concrete ruin magically turned into a big and luxurious house. Se-ah got up and realised that the young wolf wasn't around her anymore when she opened her eyes. she thought someone took Hwall away.

“Hwall?! Hwall, where are you?” she abruptly searches around the house.

She's brought to another shock when a young boy came down to her in his wheelchair, from the long corridor. the young boy wore bandages on both his legs and arms, just like the young wolf she rescued last night.

“Who are you?” She looks at the young handsome boy in front of her. “Where is Hwall?”

“I am Hwall, you can call me Hyunjoon if you want,” he smiles, showing the barricade of his white pearly teeth. “Thanks for saving my life.”

“I-I rescued a wolf,” She retorts.

“It's a long story. and it's the first time a human could hear our cries, after centuries of being deserted from the mankind,” Hyunjoon explained.

“I am Song Se-ah. Why can I hear you? what are you?” She is still processing everything from scratch.

Hwall chuckled before he cleared his throat, “So, I am a werewolf from The Boyz pack. I'm one of the youngest among everyone in the pack. I went to the same school as yours,” He said.

“You know me?” Se-ah asks curiosity starts bubbling in her conscience.

“You should ask your mother why you could hear our cries. not every ordinary human can do so,” This time, a brown-haired guy, slightly older than Hyunjoon said.

“W-Who are you?” She asks, her body starts to tremble because she's a little afraid.

“I am Sangyeon, the leader of this pack. Thank you for rescuing our baby Hwall,” Sangyeon smiles and patted Se-ah's shoulder.

“Hyung, I'm not a baby, I'm Eighteen, remember?” Hwall retorts.

“How could i get home?” Se-Ah asks. “Mom must be worried of me.”

“I'll take care of you, I mean I'll escort you home,” says a fair-skinned tallboy with thick brown hair. She looks at him, more puzzled.

“I'm younghoon, third eldest of the pack,” He smiles. “I'll walk you home, go wash yourself first.”

“I'll look for some spare clothes for you to wear,” Sunwoo said.

———– to be continued.

saved: 12/05 10:05 AM Word Count: 905 Words

Kiran dan Nad 20/12/01 'Half' #Entry60 — listen to [https://open.spotify.com/track/5NBez3bV80OmIlt006QCsH?si=6GfgZDgISfGyrCd__wtMTA] —

'Kak Kiran kok nggak pergi ke boardwalk juga?' tanya Elisa sembari duduk di samping Kiran, di sofa beludru coklat di ruang keluarga.

'Gue cuma ngasih kesempatan buat Kevin ngutarain semua yang dia simpen dalam hatinya ke Nad. But that doesn't mean I give up ya, El,' ungkap Kiran sambil nyengir.

'Kakak udah berapa lama suka sama Kak Nad?' Elisa berujar dengan gaya interogatif ala-ala detektifnya.

Kiran menatap gadis 19 tahun itu dan terkekeh. Bener kata Nad, Elisa itu sosok pribadi yang lucu dan manis. 'Sejak Papa sama Mama bawa dia pulang dari rumah sakit waktu itu, gue udah suka sama dia. gua suka sama dia bukan karena Nad semata-mata cantik secara fisik. She's a beautiful wallflower.' Kiran berujar sembari menatap ke langit-langit rumah.

'I can't agree more. El juga suka sama kak Nad the first time I talked to her. She's such an angel. Nggak heran Kak Joan sesayang itu sama Kak Nad,' Elisa mengangguk. 'Terus rencana kakak selanjutnya? I mean what efforts are you gonna do to win her heart?'

'I've looked for places to get lost with her tomorrow. ngobrol, sambil jalan-jalan and eventually telling her how I felt about her,' Kiran tersenyum sambil nunjukin tempat yang dia mau kunjungin sama Nad besok.

'great places, kak. semoga kakak bisa confess dan kak Nad bisa memberi jawaban yang sesuai sama hati dia,' Elisa mengangguk sembari beranjak ke dapur, membantu ibun bikin cookies.

Kiran pergi ke halaman belakang, membawa sebuah asbak kecil, katanya precaution kalo tau-tau kepengen nyebat. Halah excuse. Dia nggak cuma ditemenin sama asbak dan satu pak rokok favoritnya, gitarnya udah dipanggul di pundaknya dan nggak lupa segelas kopi susu yang baru saja dibuatkan oleh Elisa. sebenernya Kiran nggak segila papanya kalo ngerokok. tapi, jiwa papa yang kalo setress nyebat ada juga di Kiran. he's an occasional smoker. sore itu, dibawah temaram lampu di gazebo rumah Ibun dan papa, di Los Angeles, California, Kiran menulis sebuah lagu. Lagu yang ia sengaja siapkan buat besok.


Malam itu, Kiran mengetuk pintu kamar Nad. Tentu saja seusai mandi. Ia tahu Nad nggak suka ada bau rokok menempel di badan Kiran. Sementara itu, yang punya nama baru saja menghabiskan 2 batang sembari menulis lagu yang akan dipakanya untuk mengutarakan seluruh perasaan yang dimilikinya. tapi setelah dipikir-pikir, ia mengurunkan niatnya menyanyikan lagu itu karena terlalu cengeng, katanya.

'Nad, can I get in?' ia mengetuk pintu kamar gadis itu. suaranya mengalun lembut dari balik pintu.

'Yes, kak,' Nad berujar sembari membuka pintu kamarnya untuk sang jejaka.

'Besok, can we go together. berdua aja. ada yang mau gue omongin sama lu. pokoknya berdua aja. sekaligus sightseeing di sekitaran sini. i found a nice place for stargazing,' tanya Kiran.

Nad hanya membalas dengan anggukan. Nad tau kedua pemuda itu pengen memastikan kepada siapa hati gadis 22 tahun itu berlabuh. makannya waktu mereka minta kesempatan untuk mengutarakan perasaan mereka, Nad memberikan mereka berdua kesempatan yang adil.

'mau kemana, kak?' tanya Nad.

'saddleback butte state park,' tukas Kiran. namanya aja udah bikin lidah keseleo. 'bentar, gue ada gambarnya. lo pasti suka,' sambung Kiran.

'Kak, cantik banget. tapi masa dari pagi, kan tujuannya stargazing?' tanya Nad lagi.

'kita jalan-jalan dulu aja. tamannya banyak bunga-bunganya. cakep-cakep lagi. besok jam 10 berangkat dari sini ya,' Kiran nyengir.

'Okay, kak,' Nad mengangguk. 'tidur sekarang kak. udah malem,' Nad tersenyum simpul dan berjingkat untuk membelai rambut Kiran.

'Lo juga, Nad.' Kiran balas membelai rambut Nad.


pagi menjelang siang, musim gugur menjelang musim dingin....

Nad dan Kiran sudah ada di mobil yang dipinjamkan Brian pada Kiran. keduanya sudah berada di jalan menuju ke national park yang semalam disebut oleh Kiran. Di dalam mobil, perjalanan mereka diwarnai musik yang terputar dari ponsel Kiran. isinya lagu-lagu yang didominasi oleh artis seperti Keshi, Finding Hope, Honne lagu-lagu yang saat ini tengah digandrungi muda-mudi seusia mereka.

'Nad,' Kiran membuka percakapan mereka.

'Ya?' Nad auto nengok ketika Kiran memanggil namanya.

'Gue tau lu masi kepikiran soal Kevin semalam. Tapi please hari ini kasih gue kesempatan yang sama untuk ngutarain isi hati gue ya,' Kiran berujar. Nad bisa menangkap ekspresi wajah Kiran yang sedikit nampak memohon padanya. meskipun mata sang adam menatap lurus ke jalan yang tengah mereka tempuh.

Nad mengangguk pelan. dari tadi, gadis itu cuma mainin sweater yang melekat di badannya sambil mendengarkan lagu yang terputar dari sound system mobil itu.

Sepanjang perjalanan mereka lewati dalam diam, ditemani suara lagu-lagu dari spotify. keduanya memilih untuk diam sampai mobil yang disetir Kiran tiba di pelataran parkir taman konservasi yang mereka tuju. Setelah memarkir mobilnya, Kiran turun dan membukakan pintu untuk sang pujaan hati. Kalau Kevin malu-malu menggandeng tangan Nad, Kiran dengan terang-terangan meraih tangan Nad dan mengaitkan jemarinya dengan jari-jemari ramping milik dara cantik itu.

keduanya berjalan dengan tangan yang saling bergandengan sembari menatap hamparan bunga aneka warna yang ada di hadapan mereka. Nad sesekali berjongkok untuk tersenyum dan mengamati bunga-bunga itu dari dekat. sementara Kiran diam-diam mengambil foto, mengabadikan senyum manis milik Nad yang tengah asik mengagumi bunga-bunga di sekitarnya.

'𝐻𝑒𝑦 𝑡𝘩𝑒𝑟𝑒? 𝘩𝑒𝑟𝑒 𝑎𝑟𝑒 𝑠𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑢𝑙𝑖𝑝𝑠 𝑓𝑜𝑟 𝑦𝑜𝑢' sapa seorang wanita paruh baya yang membawa keranjang berisi bunga yang nampaknya baru saka dipetik olehnya di taman itu.

'𝑓𝑜𝑟 𝑓𝑟𝑒𝑒?' tanya Nad disambut anggukan wanita tersebut diiring senyum keibuan.

'Kak, cantik banget,' Nad tersenyum sambil mamerin bunga yang baru saja diperolehnya pada Kiran. Pemuda itu auto tersenyum, menampilkan lesung pipit manis kecil di ujung garis senyumnya.

'Lu suka?' tanya Kiran sembari mendekat dan ikut menikmati bunga-bunga yang ada di tangan Nad.

'Suka banget,' Nad tersenyum sembari mundur, menyandarkan tubuh mungilnya pada tubuh Kiran yang kira-kira 20 cm lebih tinggi darinya itu dan mengulurkan tongkat swafotonya untuk mengambil sebuah swafoto bersama dengan Kiran.

Kiran dengan natural melingkarkan lengannya di pinggang Nad dan mengecup pipi gadis itu lembut tepat ketika timer berhenti berputar dan kamera ponsel Nad mengabadikan momen tersebut.

'Nad, it's been almost 8 years since I knew you. There hasn't been a second I didn't think about you. gue sayang sama lo, Nadeshda.' Kiran berbisik di telinga Nad sembari keduanya memandang hamparan padang bunga di hadapan mereka.

'Kak, maaf ya. Gue cuma butuh waktu buat memproses semuanya. Yang gue tau, sampe sekarang, lu selalu disamping gue, waktu gue ada di titik terendah gue.' Nad berujar. tangannya menggenggam tangan besar berkulit putih milik Kiran. 'All these years, literally all these years, makasih atas semua effort lu yang selalu tulus membantu dan mengangkat gue waktu gue jatuh,' Nad mengangkat tangan Kiran dan melingkarkan tangan itu di bahunya.

'I'm sorry if Kev and I overwhelmed you,' Kiran berujar sembari mengecup kening Nad lembut.


Siang beranjak pergi dan tergantikan oleh malam. malam itu banyak banget bintangnya. Kiran dan Nad kini sudah duduk di atas karpet piknik bermotif kotak-kotak yang terhampar di atas padang rumput yang luas. Kiran yang semula duduk di samping Nad tiba-tiba merubah posisinya. kepalanya kini sudah ada di pangkuan Nad. ia berbaring menatap ke langit, mengamati bintang yang berkilau menghiasi langit malam. 'Gue ga bisa ngasih lu macem-macem. tapi yang pasti, gue akan selalu ada waktu lu butuh gue, buat bagi bahagia lu, buat bagi sedih lu. Gue sayang sama lu,' lirih pemuda berparas tampan itu.

Nad terdiam, tangannya masih memainkan rambut tebal milik pria yang menjadikan pahanya sebagai bantal sembari menatap ke langit.

'𝐾𝑎𝑘, 𝐼 𝑘𝑛𝑜𝑤 𝘩𝑜𝑤 𝑦𝑜𝑢'𝑣𝑒 𝑏𝑒𝑒𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑙𝑙𝑦 𝑡𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑟𝑒 𝑜𝑓 𝑚𝑒. 𝑦𝑜𝑢'𝑟𝑒 𝑎𝑙𝑤𝑎𝑦𝑠 𝑡𝘩𝑒𝑟𝑒 𝑤𝘩𝑒𝑛 𝐼 𝑛𝑒𝑒𝑑 𝑦𝑜𝑢. 𝑌𝑜𝑢'𝑟𝑒 𝑚𝑦 𝘩𝑒𝑟𝑜. 𝑚𝑎𝑎𝑓𝑖𝑛 𝑔𝑢𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑙𝑒𝑚𝑎𝘩 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑙𝑢. 𝐼'𝑚 𝑠𝑜𝑟𝑟𝑦 𝐼 𝘩𝑎𝑣𝑒 𝑡𝑜 𝑝𝑢𝑡 𝑦𝑜𝑢 𝑖𝑛 𝑡𝘩𝑖𝑠 𝑠𝑖𝑡𝑢𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛. 𝐼 𝘩𝑜𝑛𝑒𝑠𝑡𝑙𝑦 𝑤𝑜𝑢𝑙𝑑 𝑟𝑢𝑛 𝑡𝑜 𝑦𝑜𝑢 𝑎𝑛𝑦𝑡𝑖𝑚𝑒. 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑔𝑢𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑢𝘩 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑢𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝘩𝑎𝑡𝑖 𝑔𝑢𝑒. 𝑝𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑖𝑣𝑒 𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒' ucap Nad dalam hatinya. tanpa disadarinya, air mata jatuh membasahi pipinya. Nad nggak bisa memutuskan semuanya saat itu. tapi Ia bersyukur ada sosok Kiran, Kevin dan semua teman-temannya, Ibun, Papa, Joan, Elisa, Brian yang terus menemaninya.

'Kenapa nangis,' Airmata yang tadi mengalir ke pipi nad kini jatuh membasahi kening Kiran.

'Nggak papa, gue cuma bersyukur ada kalian di hidup gue. gue nggak jadi nyalahin keadaan, gue bersyukur sama keadaan itu,' Nad tersenyum. Kiran hanya bangun dari posisinya dan merengkuh Nad dalam pelukan hangatnya.

'Maaf gue sama Kev membuat lu bingung. take your time. kita bakal tunggu,' Kiran berujar sembari tersenyum.

'Udah malem, balik yuk,' ajak sang adam yang langsung dibalas dengan anggukan dari gadis cantik yang baru saja mengistirahatkan kepalanya di dada Kiran.


Saved as: “Half” 13:40-2020/12/02 word count: 1.396

Kevin dan Nad – Halcyon part 56- 20/11/30


listen to this song when reading: [https://open.spotify.com/track/1FFKRJnZX9xT4U5zW0suuR?si=b7067rbgSFOcff8QIcgqRA]


Kiran balik ke rumah duluan setelah mereka bertiga selesai melakukan city tour sekitar jam 5 sore. Capek, katanya. Sementara itu, Kevin dan Nad melanjutkan perjalanan mereka ke Los Angeles boardwalk. Keduanya berjalan menyusuri pantai sembari menikmati dinginya musim gugur di LA yang cukup bersahabat buat orang-orang yang terbiasa dengan iklim Tropis di Indonesia. Tangan Nad terayun bebas di samping tubuh mungilnya. Kevin sebenernya lowkey pengen gandeng tangan Nad. tapi pemuda 22 tahun itu masih terlalu hesitant, alias malu-malu kucing buat se-berani itu terang-terangan gandeng si mbak crushnya.

'Indah banget ya,' Ujar Nad memecah keheningan setelah mereka beberapa lama berada ditengah keheningan yang cukup membuat mereka nyaman satu dengan yang lainnya.

'It's almost sundown, ke pantai yuk,' akhirnya Kevin menangkap tangan Nad yang masih terayun bebas dan membimbing gadis itu ke hamparan pasir putih yang berada kira-kira 100 meter dari jalan setapak boardwalk yang baru saja mereka lalui.

'Gila, cantik banget,' Nad duduk di samping Kevin, di atas hamparan pasir putih yang halus. matanya menatap lurus ke cakrawala, mengamati langit yang perlahan menampakkan spektrum lembayung senjanya. 'Kev, cantik banget, sunsetnya,' Nad ga berhenti mengutarakan kekagumannya menatap jingga senja yang mewarnai langit.

'Iya, cantik. secantik lo,' alih-alih menatap senja yang semakin menampakkan semburat warna merah jambu, jingga dan ungu itu, Kevin malah fokus menatap wajah Nad yang tengah mengagumi sang surya yang tenggelam malu-malu di balik desiran ombak yang menghantam hamparan pantai di hadapan keduanya.

'Eh?' Nad menatap Kevin begitu menyadari apa yang baru saja keluar dari mulut sang adam.

Wajah Kevin berubah jadi serius. Pemuda itu memandang ke dalam kedua manik mata coklat milik Nad. Kedua tangan Kevin kemudian bergerak meraih kedua tangan Nad yang kini berada di pangkuan sang gadis berambut sebahu itu. 'Gue ngajak lu ke sini malem ini buat mengutarakan apa yang udah lama gue pendam sendiri, di private account gue, di buku jurnal gue, di buku sketsa gue. I sounded like a stalker but actually i am infatuated, Nad.' Kevin menggenggam tangan Nad dan mengeluarkan seluruh isi hatinya.

Nad terdiam sesaat. Tangannya dengan ragu-ragu membalas genggaman tangan Kevin. Nad membalas tatapan Kevin dengan mata yang berkaca-kaca. Ia nampak kaget, senang, dan bingung sekaligus. Ia nggak bisa menjawab apa-apa.

'I'm tired of hiding, Nad. I am tired of liking you on my own. gue tau lo pasti terkejut denger ini. Gue ga bisa tahan ini dan terus bersembunyi lagi. gue udah cukup bersembunyi dan takut nyakitin Kak Kiran. Gue mau perjuangin kebahagiaan gue sendiri,' Kevin kembali melanjutkan. 'I love you, Nad. we can take it slow. step by step, together. lu ga harus jawab gue sekarang.' Kevin bisa merasakan jantungnya berdegup cepat banget. rasanya kalau jantungnya itu bisa melompat keluar dari barikade tulang rusuknya saat itu juga, itu sudah terjadi.

Nad masih menatap mata Kevin dalam diam. tangannya masih berada dalam genggaman hangat tangan Kevin. 'I need time to decide. tapi for sure you almost broke the wall i built months ago.' Nad membalas semua pernyataan cinta Kevin. yang Kevin tidak ketahui, Jantung Nad perlahan juga jadi semakin cepat degupnya. Nad bisa merasakan banyaknya darah yang terpompa ke wajahnya membuat wajahnya bersemu kemerahan. Tiba-tiba Nad menunduk airmatanya tak tertahan lagi, ditengah dinginnya musim gugur, air mata itu meleleh.

'Maaf banget gue tiba-tiba confess ke lo. I will make sure you'll never cry,' Kevin mengangkat wajah nad dan menangkup wajah manis sang dara dengan kedua tangannya. ibu jarinya menghapus sisa air mata di pipi Nad.

Nad cuma mengangguk. 'Gue minta waktu buat mikirin semuanya dulu, tapi gue akan jawab itu waktu gue siap.' tukas sang dara manis itu sembari memegang kedua tangan Kevin dan menggenggamnya. tiba-tiba terdengar suara khas perut yang kelaparan yang asalnya dari Nad.

'Hehehe, laper ya? kita cari makan dulu yuk. gue yang traktir,' Kevin tergelak melihat gadis cantik dihadapannya salah tingkah.

Nad hanya diam dan memanyunkan bibirnya. wajahnya bersemu merah, tapi karena udah gelap, nggak tertangkap oleh mata Kevin. Diam-diam Nad suka juga tangannya digenggam oleh tangan Kevin yang hangat. Diam-diam Nad kagum juga sama wajah tampan Kevin yang nampak sangat tegas dari samping. tapi semua itu ya, hanya diam-diam saja kalau Kevin ga berani melangkah dan mengakui perasaan yang ada dalam hatinya.


saved 12/01: Kevin dan Nad. Suatu senja di Los Angeles Wordcount: 706 words

20.11.23 Entry 06 “It's Just This Summer and That's it” — esok harinya, pasca bertukar pesan dengan Aimee, Younghoon meminta gadis berambut pendek itu untuk mengirim lokasi rumah tempat Aimee tinggal dan menjemput gadis itu di rumahnya untuk nongkrong di kafe sambil ngobrolin perkara pacar bohong-bohongan yang ia ajukan di percakapan sebelumnya. Aimee nampak santai dengan mengenakan sweater putih dan celana kulot berbahan linen warna hitam dan sepasang sneakers. sementara Younghoon nampak santai dengan balutan kaus hitam, kemeja bermotif tropis dan celana jeans biru tua, disempurnakan sepasang sepatu converse hitam klasik.

'Lo mau minum apa?' tanya Younghoon sembari mengedarkan matanya ke menu yang tertempel di meja kasir. 'Iced Americano, satu. Aimee?' Younghoon memanggil gadis berambut pendek itu, memecah lamunan gadis yang tengah mengagumi dekor cafe tersebut.

'Eh, itu. Iced Spanish latte, satu. sama red-velvet roll nya satu,' ujar Aimee sembari kembali asik melihat-lihat dan mempelajari dekor dan tata ruang cafe tersebut.

'Duduk dulu yuk,' Younghoon terkekeh melihat tingkah Aimee dan menggandeng tangan gadis itu menuju tempat duduk mereka setelah membayar pesanan mereka.

Pertemuan di cafe ini berlangsung cukup lama lantaran Aimee yang terdistraksi dengan suasana dan vibe cafe yang begitu homey. tapi keduanya sudah sampai di keputusan yang sama, yakni, program pacar bohong-bohonganya cuma berlangsung selama libur semester genap aja. 3 bulan, no more, no less. dengan beberapa ketentuan seperti:

𝟷. Kalau Aimee lagi di studio, jangan ganggu 𝟸. Kalau Younghoon lagi di klub renang, jangan ganggu. tapi Aimee harus ada di sana. 3. Sabtu ke 2 dan ke 4, aimee harus ikut Younghoon ketemu Ayah sama ibu 4. jangan pergi clubbing, nonton busking aja. 5. we have our cigarettes of our own. all we have to do is respect.

Usai membuat perjanjian dan menandatanginya, kedua muda-mudi itu beranjak keluar dari cafe. sebenarnya sih masih canggung banget untuk bergandengan atau melakukan kontak fisik lainnya. tapi, apa boleh buat, Aimee sudah mengiyakan permintaan Younghoon buat jadi 'pacar' nya selama 3 bulan dan kompensasinya, selama mereka ngedate, semua biaya 'waktu kunjungan pacar' akan dibebankan pada Younghoon.

'Kak Younghoon,' panggil Aimee dengan lembut sembari menatap pemuda yang sedang menyetir mobilnya itu.

'Ya?' Younghoon masih fokus menyetir.

'Hari ini ketemu ibu juga?' tanya Aimee.

'mmhmm. kenapa?' tanya younghoon balik sembari menganggukkan kepalanya.

'I didn't dress decent enough to meet your mom,' Aimee memanyunkan bibirnya. 'lagian kan perjanjiannya hari ini kita cuma ngomongin boundaries.'

'Ih udah sih, Ibu ga akan terlalu peduli sama penampilan lo, Aimee,' Younghoon tertawa pelan.

'Eh, kita belom bikin skenario cerita asal muasal kita pacaran loh, Kak Younghoon,' Aimee mengingatkan lagi.

'Oh iya!' seru Younghoon. 'gimana ya? lu ada ide nggak?' tanya pemuda berparas bak malaikat itu.

'Aduh ga tau, gimana. gue bingung. gue ga jago bohong nih,' Aimee berujar dengan wajah panik.

'Oh! lewat Jacob. lu sering busking sama Jacob kan di kantin kampus. nah, dari situ gue minta dikenalin ke lo sama Jacob. gimana?' tanya Younghoon sembari memutar otak.

'oke,' Aimee mengangguk. 'Ih tapi serius kan gue kayak gini aja ga perlu dandan yang aneh-aneh?' tanya Aimee.

'Ibu mah gapapa,' Younghoon memarkir mobilnya di depan sebuah rumah town house bernuansa modern minimalis. 'yang penting omongan kita berdua ngga melenceng satu sama lain, Em.'

Younghoon turun dari tempat duduknya dan segera membukakan pintu untuk Aimee. Aimee juga turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah yang menurutnya lebih homey dari rumah yang ditinggalinya sekarang. tak banyak dekorasi interior yang nampak terlalu mewah menghiasi rumah itu. senyumnya tiba-tiba terlukis di wajahnya ketika seekor anak anjing maltipoo berbulu putih datang menghampiri Younghoon.

'Hai, Barley. anak papa,' Younghoon tersenyum sambil menggendong si anjing kecil itu. Younghoon kemudian meraih tangan Aimee dan menaruhnya di atas bulu Barley yang lembut seperti kapas.

Aimee tersenyum waktu matanya nggak sengaja menatap mata Barley. 'Ternyata papa kamu se-soft itu kalo ketemu kamu, Barley,' ujar gadis itu sambil tersenyum manis.

'Loh, kalian kok didepan aja sih, masuk sini,' dari ruang tengah, terdengar suara khas ibu-ibu jawa yang medhok dan lembut.

'Bu, ini Younghoon ajak pacar Younghoon,' Younghoon meletakkan Barley di lantai sembari mengajak Aimee masuk.

'Ayu tenan, Nang,' (cantik banget, nak) ujar wanita paruh baya itu dalam bahasa jawa. 'Namanya siapa?' Wanita itu tersenyum dan menggandeng tangan Aimee, membimbingnya masuk ke dalam ruang tengah.

'Mas Younghoon punya pacar?' seorang pemuda, kira-kira 4-5 tahun lebih muda dari Younghoon berlari menuruni tangga.

'Hyeongjun, ini pacarnya Mas mu, ayo sing genah, kenalan dulu,' Ibu tersenyum manis banget. 'Ini anak kedua tante, Aimee. namanya Hyeongjun. tahun ini masuk kuliah,' lanjutnya.

'Halo, aku Aimee, pacarnya Kak Younghoon,' senyum terulas di wajah Aimee.

'Ini pacar Younghoon ga disuruh duduk, bu?' tanya Younghoon sembari menyenggol ibunya.

'Eh iya, duduk dulu aja, nak. Tante lagi bikin selat solo. nanti makan sama-sama ya.' Ibu kembali masuk ke dapur dan melanjutkan acara masak-memasaknya sementara Hyeongjun dan Younghoon menemani Aimee di ruang tengah.


Till I Die By: Jace — Julian Jacob (Jacob Bae nya @lokaIantheboyz) Aluna Melodi Jenaka (Lee Luda WJSN) — ‘Je, sampe gue mati aja. Sampe waktu yang disiapin Tuhan, gue mau ngerasain yang namanya mencintai dan dicintai orang. Sampai gue mati, tolong sayang sama gue kayak sekarang, je’- Aluna

‘Lun, gue sayang sama lo bukan cuma sampe lo kembali ke yang maha kuasa, gue sayang sama lo sampe gue dipanggil nanti,’- Julian Jacob


Aluna Melodi Jenaka, seorang gadis yang disukai orang-orang di sekitarnya. Setiap hari, ia selalu membawa senyum ke orang-orang di sekitarnya. Senyumnya menular ke orang-orang di sekitarnya. Aluna sekantor dengan Julian Jacob, tepatnya, ia duduk di cubicle yang berhadapan dengan Jacob. Orang-orang di sekitar Luna selalu bilang gadis ini memberikan kebahagiaan ketika ia berada di sekitar mereka.

Diluar pengetahuan orang-orang yang selalu dibuatnya tersenyum di kantor, Luna mengidap Glioblastoma. Sekarang sudah stadium akhir. Dokter bilang, Tuhan Cuma kasih waktu 5 tahun buat Luna untuk menyambung hidupnya. Makannya, sambil menjalani pengobatan dan terapi-terapi, Luna hidup sebagai gadis yang ceria, supaya dia nggak kepikiran terus sama umurnya yang tinggal sebentar lagi.

Sebenernya, Luna dan Jeje udah deket banget, di dalam dan di luar kantor. She has a crush on Jeje. Tapi Luna nggak mau menyakiti Jeje. Luna nggak tau Jeje juga udah sesayang itu ke Luna. Luna nggak mau Jeje tau tentang penyakitnya dan jadi kasihan sama dia. Itu sebabnya dia tetep ceria di hadapan Jeje. Jeje adalah sebagian besar alasan Aluna untuk bertahan.

Belum lama ini Luna sering sekali mengalami sakit kepala hebat, kesulitan tidur dan perubahan mood yang begitu drastis. Saking sering sakit kepala, membuat Luna acap kali menggunakan jatah cutinya untuk beristirahat. Jeje, begitu Julian Jacob akrab disapa, mulai khawatir dengan frekuensi cuti Aluna. Masalahnya dalam sebulan bisa 3-4 kali gadis kelahiran Bandung, September 1997 ini nggak masuk kerja, begitu pula hari ini. Nggak ada tanda-tanda kehadiran dari Aluna di kantor. Seusai jam kerjanya, Jeje langsung bergegas pergi ke rumah kos tempat Aluna tinggal dan betapa kagetnya pemuda ini begitu mendapati si ceria dan cerah bak matahari pagi ini terkapar lemah di kamarnya.

‘Luna,’ lirih Jeje.

‘Je, maaf ya,’ Cuma itu yang keluar dari bibir luna yang sudah kering.

‘Mas temennya Aluna?’ tanya gadis yang dari tadi nemenin luna di kamarnya.

‘iya, Luna kenapa ya?’ tanya Jeje sembari menatap si gadis itu bingung.

‘Saya Sianne, temen Luna. Jadi sebenarnya…’ Gadis berkacamata itu udah mau cerita semuanya tapi tiba-tiba tangan Luna bergerak menggenggam tangan dan menggeleng lemah.

‘Kita ke rumah sakit aja sekarang deh, saya takut Luna kenapa-kenapa,’ Jeje berinisiatif. Tangannya kini sudah menekan tombol di ponsel pintarnya untuk menghubungi ambulans.

Tak lama kemudian, suara sirine ambulans terdengar jelas dan para petugas medis memindahkan Aluna dari ranjangnya ke tandu untuk dibawa ke rumah sakit. Tadinya, Jeje mau ngikut dari belakang pakai motornya. Tapi tiba-tiba tangan lemah Aluna meraih tangan Jeje dan menggenggam tangannya. Membuat Jeje akhirnya mengikuti petugas medis yang membawa tandu Aluna ke ambulans.

‘Saya ikut ya pak. Saya teman dekatnya.’ Pinta Jeje sembari duduk di dalam ambulans dan menangkup tangan Aluna dengan kedua telapak tangannya yang hangat.

Perjalanan ke rumah sakit relatif senyap, tanpa suara apapun keluar dari mulut Jeje. Jantungnya masih berdegup cepat. Tangannya masih memegang erat tangan gadis berambut sebahu yang terbaring lemah di hadapannya. Kondisi Aluna relatif udah lebih stabil dari sebelumnya dengan bantuan obat-obatan yang masuk lewat infus dan alat bantu bernafas yang terkait ke hidungnya.

‘Je, jangan nangis,’ Aluna tersenyum lemah ketika airmata Jeje jatuh ke punggung tangannya.

Alih-alih berhenti menangis, tangis jeje makin menjadi. ‘Jantung gue mau copot liat lu tadi, Lun. Gimana gue bisa nggak nangis?’ Jeje berujar, airmata membasahi pipinya.

‘Sekarang gue udah lumayan enakan kok, jangan nangis lagi,’ gadis yang matanya masih bengkak dan sedikit berair itu tersenyum.

Setibanya di rumah sakit, Jeje diminta menunggu di ruang tunggu sementara dokter membawa Aluna ke ruang MRI dan CT-Scan untuk mengetahui lebih lanjut apa yang terjadi pada pasien perempuan yang baru saja tiba itu. Seusai pemeriksaan, Aluna dipindahkan ke ruang rawat sementara dokter menjelaskan tentang kondisi Aluna pada Jeje yang saat itu menunggu sambil berjalan mondar-mandir.

‘Bapak keluarga atau wali dari pasien Aluna Melodi Jenaka?’

‘Ya, dok. Saya sahabatnya Aluna, kebetulan saya yang ikut mengantar dia kemari,’

‘begini, …..” dokter mulai menjelaskan runut riwayat penyakit yang diderita Aluna. ‘Jadi, saat ini stadium glioblastoma yang diderita pasien Aluna sudah masuk stadium 4. Yang bisa kita lakukan hanya memberinya obat dan kemoterapi. Paling tidak, waktu yang tersisa, 4-5 tahun paling lama.’

‘Baik dok, terima kasih,’ Jeje mengangguk. Setelah dokternya pergi, Jeje naik ke kamar tempat dara pujaan hatinya dirawat dengan ganjalan berat di dadanya. Mendengar penjelasan tadi hanya membuat pemilik nama Julian Jacob itu merasa seisi dunia runtuh di atas pundaknya.

‘Lun,’ Kepala Jeje muncul dari balik pintu kamar VVIP tempat Luna dirawat.

‘Je, lu udah tau semua dari dokter kan?’ tanya Aluna sembari menatap Jeje.

‘Lun, kenapa nggak pernah ngomong ke gue soal ini?’ tanya Jeje lirih.

‘Gue nggak mau bikin orang yang gua sayang sedih,’ Luna tersenyum sembari memberi Isyarat supaya Jeje mendekat.

Jeje duduk di samping ranjang Luna sambil memegang tangan sang pujaan hatinya. ‘Maafin gue, Lun. Kalo gue tau dari dulu, Gue ga akan bikin beban pikiran lu lebih banyak,’ ujarnya sembari mencium punggung tangan Luna.

Yang dicium punggung tangannya hanya menatap pemuda nanar. ‘gue Cuma punya waktu 3 tahun, mungkin 5. Tapi kemungkinan terburuk 3,’ Ujarnya sambil membelai pipi Jeje dengan tangannya.

‘Lun, gue harus apa?’ tangis Jeje pecah.

‘Je, sampe gue mati aja. Sampe waktu yang disiapin Tuhan, gue mau ngerasain yang namanya mencintai dan dicintai orang. Sampai gue mati, tolong sayang sama gue kayak sekarang, je.’ Pinta Luna sembari menghapus airmata Jeje dengan tangannya.

‘‘Lun, gue sayang sama lo bukan cuma sampe lo kembali ke yang maha kuasa, gue sayang sama lo sampe gue dipanggil nanti,’ Jeje berujar sambil masih sesenggukan.

‘Je, Janji ya, temenin gue terus ngadepin ini semua. Dan makasih lu bawa gue ke sini. Dan lu yang ikut anterin gue,’ Luna tersenyum manis banget.

‘Gue akan terus disamping lu,’ Jeje mengecup tangan Aluna lalu membelai rambut perempuan yang saat ini tengah tersenyum maniiis banget kayak habis makan rambut nenek satu trolley.

‘𝐴𝑙𝑢𝑛𝑎, 𝑙𝑢 𝘩𝑒𝑏𝑎𝑡. 𝐿𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑦𝑢𝑚 𝑒𝑣𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑎𝑘𝑎𝑛-𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑛𝑔𝑒𝑏𝑎𝑙𝑖𝑘𝑖𝑛 𝑝𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑛𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙𝑖𝑛 𝑙𝑢. 𝑆𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑢𝑒 𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑚𝑎𝑢 𝑘𝑒𝘩𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢.’ Tukas Jeje dalam hati sambil membelai punggung tangan Aluna. Ia menatap mata Aluna nanar. ‘𝐺𝑢𝑒 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖 𝑠𝑖𝑛𝑖, 𝐿𝑢𝑛.’


2020/11/15: Till I Die

𝑵𝒂𝒅𝒐𝒓𝒂 – 𝑩𝒆𝒂𝒖𝒕𝒊𝒇𝒖𝒍 𝑮𝒊𝒇𝒕 2020/11/13 — Masih Kisah Naufal Rifky Kiandra dan Ayyara Melodi Soemantyo di jendela waktu yang lain.


“Pernah nggak sih lo ngerasa kalo temen-temen lo seakan-akan ngerebut gue dari lo. Call me egotistical, tapi gue ngerasa gitu sekarang, Ay,” – Naufal Rifky Kiandra


Hari ini hujan, deras banget. Aya terjebak di kos-kosan Naufal lantaran keduanya ada janji mau jalan-jalan, mencari udara segar bareng. Untungnya, Aya udah lumayan kenal sama temen-temen di kos-kosan Naufal. pemilik nama Ayyara Melodi Sumantyo itu memandang ke luar jendela ruang tamu yang dibasahi rintik Hujan. hari itu, Aya cuma pakai kaus putih dan sepasang celana pendek, nggak tau bakalan hujan. Untung aja Naufal meminjamkannya sweater rajut dan sebuah selimut tipis untuk menutupi pahanya dari dinginnya udara di luar yang juga membuat ruangan yang tadinya udah dingin karena AC jadi semakin dingin.

Jangan heran tapi kalo tiba-tiba ngeliat Aya banyak bicara kalau sama penghuni Kosan sebelah, alias kosan cowok tempat Naufal tinggal. Menurut Aya, kalau semisal mereka deket dan bertemen sama Naufal berarti mereka orang-orang yang sangat bisa dipercaya. Jadi, penghuni Kosan ini pun jadi pengecualian. Tapi, butuh waktu cukup lama buat temen-temen Naufal ini bisa akhirnya membuat Aya berbicara dan ikutan bercanda sama mereka. butuh waktu untuk membuat Aya bisa dengan bebas berbicara dengan siapapun yang ada di sana. semua berkat Sakala dan Jeje yang sempat konselingin Aya waktu dia lari ke kosan buat curhat sama Naufal tapi ditinggal rapat sampe lama banget sama pemuda yang lahir di bulan April itu.

Di luar, nampak Kevin, Arjuna dan Anggara berlari-lari kecil di tengah hujan. Aya langsung berlari mengetuk pintu kamar Naufal.

'Kenapa?' ujar Naufal sembari membuka pintu kamarnya. Rambutnya masih basah lantaran baru kelar keramas.

'Fal, punya anduk kecil nggak? Kayaknya Juna, Angga sama Kevin lupa bawa payung,' tanya Aya.

'Bentar, bentar,' yang punya nama Naufal itu langsung berjalan ke lemari pakaiannya dan menarik tiga lembar handuk yang masih hangat baru keluar dari laundry. 'Nih, Ay.'

'Thanks,' Aya segera berlari ke ruang tamu dan menghampiri tiga cowok yang udah basah kuyup dan melempar handuk ke atas kepala masing-masing cowok itu.

'Loh, kok ada Ayyara?' tanya Anggara sembari menggosok kepalanya dengan handuk yang baru mendarat di kepalanya.

'Tumben,' Imbuh Kevin.

'Harusnya gue ke taman kota sama Naufal. tapi hujan. Mau pulang juga ngga bisa,' Ayyara merajuk.

'Astaga, gemes banget!' Arjuna menghanduki kepalanya dengan sebelah tangannya. Yang sebelah lagi udah otw mau nyubit pipi Aya karena gemas.

'Gemes boleh, tapi lu udah punya pacar, inget itu,' Naufal tiba-tiba muncul sembari menepis tangan Arjuna yang udah hampir mencubit pipi Aya karena gemas.

'Gue mencium bau-bau cemburu,' Anggara menimpali.

'Cemburu? Naufal? nggak mungkin lah,' Aya berujar menimpalinya dengan penuh candaan.

'Mungkin aja, Ya. Just expect the unexpected,' Kevin tersenyum jahil.


3 hari selepas insiden kehujanan:

Hari ini Naufal sibuk banget. Rapat kegiatan mahasiswa jurusan dan organisasi jurusannya, katanya. Jadinya, Aya ke kantin untuk makan siang sendirian. Tapi, di kantin kayaknya ada orang yang nggak kepingin Aya temui saat itu, Arrayan, dan kroco-kroconya yang duduk di bangku dekat panggung live music sambil nunjuk-nunjuk ke arah Aya. Aya juga tau disitu ada Rayan, begitu si jahil itu disapa oleh anak angkatannya, makannya dia pilih tempat yang jauh dari kerumunan Rayan.

Tapi mereka tetep bisa nemuin gadis itu. Tapi, alangkah kagetnya Aya waktu matanya tiba-tiba ditutup oleh dua telapak tangan cowok. Yang jelas, dari wanginya Aya tau itu bukan Naufal. Si cowok yang berdiri di belakangnya itu kemudian membuka telapak tangannya dan nyengir sambil duduk di samping Aya. Yang lebih membuat Aya kaget lagi, Arjuna sama Anggara udah nggak di depannya lagi, mereka berdua berjalan cepat menghampiri meja Arrayan dan memberi pria itu ultimatum untuk tidak mengganggu Aya lagi. Dari jauh, samar-samar suara Juna terdengar sarat akan nada ancaman.

‘kok kalian bisa tau kalo Rayan gangguin gue,’ tanya Aya sembari menyendok bubur ayam dari mangkuknya.

‘Naufal udah bilang kalo lo di kantin, dan ini jam makan siang dan bangku di tengah-tengah itu kan emang tempat ngumpul Arrayan sama geng bully nya,’ Jawaban Kevin sama sekali nggak nyambung sama pertanyaan Aya barusan.

‘Gue ga tanya tentang itu, Kev. Gue bahkan belom cerita ke Naufal soal Arrayan gangguin gue,’ tukas Aya sembari menatap kevin dengan kedua alis yang tertaut.

‘Arrayan itu suka gangguin orang yang kelihatan pendiam dan menurut dia lemah. Dia adik kelas gue waktu di sekolah dulu. Dan dia terkenal banget suka gangguin anak yg menurut dia lebih lemah,’ kali ini Anggara buka mulut.

‘Naufal udah kasi tau semua cerita lo, Aya. Dan kita disini buat temenin lo. Lo bisa share apapun ke kita. Nggak akan ada yang kita sebar. Semua stay di sini,’ Kevin menunjuk dadanya.

‘Makasih, Kev,’ Aya tersenyum, manis banget, sampai-sampai jantung Arjuna detaknya jadi ga beraturan dan mukanya memerah.

‘Jun, lu kenapa? Sakit?’ Aya menatap Arjuna. ‘Demam ya?’ tangannya terulur ke arah wajah Arjuna.

Juna naksir sama Aya. Tapi semua tau Aya lagi denial kalau sebenernya dia sedikitnya pengen Naufal lebih dari sekedar sahabatnya. Kayaknya, untuk saat ini, Arjuna harus puas dengan menjadi orang yang mengagumi dan berjanji akan terus menjaga Aya kalau Naufal lagi nggak bisa jagain Aya.


Hari-hari mereka berlalu seperti biasanya dan Ayyara semakin sering hangout bareng sama warga 98 alias Kevin, Arjuna, Anggara dan Naufal. Nggak jarang Kevin yang nemenin Aya jalan-jalan ke toko musik dan test-drive piano bagus di sana. Angga sering ngajak Aya pergi ke pameran lukisan atau ke museum seni buat art therapy. Juna sering banget nungguin Aya selesai kelas dan ngajak dia jajan bareng. Naufal yang belakangan sibuk banget sama rapat acara jurusan dan tugas kelas kalkulus lanjutan mulai ngerasa kalau Aya diambil sama teman-temannya. Aya yang biasanya selalu memenuhi waktunya, Aya yang biasanya bilang kalau dia cuma punya Naufal, sekarang udah jarang banget ngobrol dengannya.

Hari ini, pas banget Kevin lagi nyelesaiin tugas di lab konstruksi bangunan, Juna sibuk nggak tau kemana dan Anggara sibuk dengan skripsinya. Naufal jadi punya banyak waktu sama Aya. Diraihnya ponsel pintarnya dan dicarinya speed-dial ke nomor Aya.

‘halo,’ sapa Aya dari seberang

‘Ay, jalan yuk. Pengen ngobrol yuk. Kan belom jalan sama gue,’ cerocos Naufal.

‘Emang lo nggak sibuk? Biasanya mah rapat aja,’ Aya merajuk. Naufal yakin, anaknya pasti lagi manyunin bibir merahnya sambil merajuk.

‘Gemes banget,’ komentar Naufal. ‘Jadi gimana, mau nggak?’ tanya Naufal lagi, kali ini ngegas banget.

‘Sabar, tadinya gue tuh mau pergi pameran sama Angga, tapi sibuk dianya,’ Aya menjelaskan.

‘Anggara lagi, Anggara lagi. Ay, please lah, sama gue aja hari ini,’ kali ini nada bicara pria kelahiran April 1998 itu mulai meninggi. Mukanya udah kesel banget denger Aya bawa nama temennya pas mereka lagi telfonan.

‘Kok ngegas gitu sih, Fal. Kan dia yang bantuin lo jagain gue pas lo lagi sibuk,’ Aya membalas Naufal masih dengan nada biasa. Biar nggak kelihatan kalo dia kaget habis disentak via telpon sama Naufal.

‘Sorry,’ Naufal menghela nafasnya dan minta maaf, meski terpaksa. ‘lo pernah gak sih ngerasa kalau temen-temen lo ngerebut gue dari lo, Ay. Itu yang sekarang gue rasain. Gue ngerasa mereka ngerebut lo dari gue. lo boleh bilang gue egois. Tapi gue nggak pernah dapet porsi waktu bareng lo semenjak mereka semakin deket sama lo,’ Naufal tertunduk. Suaranya jadi pelan dan penuh kekecewaan.

‘Gue ga pernah ninggalin lo. Sampai kapanpun gue akan selalu disini buat lo, Fal. Kalau ga ada lu mungkin gue frustasi sama hidup ini,’ Aya berujar lembut.

‘Gue jemput sekarang ya, pokoknya lu siap di depan kosan. Gue udah keluar kamar,’ Naufal segera berlari keluar dari kosan setelah mengunci kamarnya.

Aya terlihat sedang menunggu sahabatnya itu di depan pagar kos putri tempat dirinya tinggal. Naufal berhenti tepat didepan Aya dan tanpa aba-aba mengecup kening dan pipi sang gadis dengan cepat. Aya yang saat itu off-guard hanya bisa diam dengan wajah 𝗯𝗹𝘂𝘀𝗵𝗲𝘂-𝗯𝗹𝘂𝘀𝗵𝗲𝘂 dan jantung yang 𝗯𝗹𝗼𝗼𝗺-𝗯𝗹𝗼𝗼𝗺 𝗽𝗼𝘄.


2020/11/13: 𝑵𝒂𝒅𝒐𝒓𝒂 saved 15:55

𝑻𝒉𝒆 𝑷𝒓𝒊𝒏𝒄𝒆'𝒔 𝑻𝒓𝒖𝒆 𝑳𝒐𝒗𝒆 by Jace


𝘛𝘳𝘪𝘴𝘵𝘢𝘯 𝘓𝘢𝘻𝘶𝘢𝘳𝘥𝘪 𝘥𝘪𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘥𝘢𝘳𝘪 @𝘭𝘰𝘬𝘢𝘐𝘢𝘯𝘵𝘩𝘦𝘣𝘰𝘺𝘻 (𝘵𝘸𝘪𝘵𝘵𝘦𝘳.𝘤𝘰𝘮/𝘭𝘰𝘬𝘢𝘐𝘢𝘯𝘵𝘩𝘦𝘣𝘰𝘺𝘻) 𝘒𝘢𝘳𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘈𝘴𝘢 𝘓𝘦𝘴𝘵𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘑𝘶𝘯𝘨 𝘋𝘢𝘦𝘶𝘯


𝐈𝐧𝐢 𝐤𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐧𝐚𝐭𝐚𝐫𝐢𝐚𝐬 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐨𝐝𝐞𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥. 𝐤𝐞𝐝𝐮𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐤𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐝𝐢𝐣𝐨𝐝𝐨𝐡𝐢𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥. 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐣𝐚𝐮𝐡 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐢𝐭𝐮, 𝐬𝐢 𝐠𝐚𝐝𝐢𝐬 𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐣𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫𝐚𝐧. 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐮𝐥𝐚 𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫𝐚𝐧.


Setelah lulus SMA, Asa, begitu pemilik nama lengkap Karunia Asa Lestari ini akrab disapa, memilih untuk mendalami kursus make up dan menggeluti dunia kerja sebagai make up artist. Kini gadis 22 tahun itu kerap diundang untuk mendandani model kondang dari seluruh penjuru dunia untuk acara 𝘍𝘢𝘴𝘩𝘪𝘰𝘯 𝘞𝘦𝘦𝘬 nggak hanya Jakarta, tapi ke seluruh penjuru dunia. Bukan cuma di panggung catwalk, Asa juga bergabung dalam tim makeup artist untuk pengantin. Pekerjaan inilah yang memperkenalkan Asa dengan Tristan Lazuardi, pangeran tampan dengan senyum nan menawan.

sebenernya bukan Kiano yang menikah, tapi mamanya Tristan heboh banget. Jam 6 pagi, beliau sudah menghubungi tim make up tempat Asa bernaung. Karena tim inti nya diminta mendandani mempelai wanita, maka Asa ditunjuk oleh pemimpin teamnya untuk datang ke hotel tempat keluarga Tristan menginap dan mendandani mama Tristan. Asa tiba di hotel dan segera beranjak ke kamar yang telah diinstruksikan. Seperti biasa, Asa meletakkan kopor yang berisi alat riasnya diatas meja. dan menata perlengkapannya. kemudian ia memulai mendandani ibunda Tristan.

'Nanti minta pakai bulu mata yang paling mewah, ya,' ujar wanita paruh baya yang tengah didandani Asa.

'Make upnya mau model seperti apa?' tanya Asa dari balik maskernya sembari mulai memulaskan alas bedak di wajah kliennya itu dengan perlahan.

“𝑲𝒐𝒌 𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒊𝒏𝒊 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒉𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒇𝒂𝒎𝒊𝒍𝒊𝒂𝒓 𝒚𝒂,” tutur wanita paruh baya yang masih nampak sangat cantik itu sembari menatap Asa dan mengamati fitur wajah Asa yang nggak ketutup sama masker. 'Biasa saja, jangan terlalu menor,' jawab wanita itu sembari tersenyum.

'Baik bu, nanti tatanan rambutnya seperti apa? mau sanggul apa diurai aja?' tanya Asa, sambil mendandani wajah mama Tristan dengan piawai.

tak lama kemudian, muncul seorang pemuda, kira-kira seusia Asa, dari balik connecting door kamar sebelah. 'Ma, dasi kupu Tristan ada di mama?' tanya pemuda itu. Asa menoleh dan kedua netranya menangkap sesosok pemuda bertubuh jangkung, kira-kira 20cm lebih tinggi darinya. Rambutnya hitam legam, tangannya memegang sepotong roti dan nampak mulutnya tengah megulum roti yang dipegangnya.

Asa tercekat. Nama yang baru saja disebut oleh pemuda tersebut sangat familiar untuknya. “𝑻𝒓𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏?” tanya Asa dalam hatinya. Sosok yang amat Asa rindukan. Tapi Asa mencoba menghilangkan pikiran itu dan segera kembali mendandani kliennya itu.

'Oh iya, rambutnya digerai saja, gaun saya simpel aja kok,' wanita itu tersenyum. Ia nampak cukup puas dengan riasan yang baru saja diselesaikan oleh Asa. 'Make up nya bagus, saya suka. Siapa namamu, dek?” tanya ibu itu.

'Asa, bu. permisi saya mulai styling rambutnya ya,' Asa beranjak mendandani rambut hitam panjang sebahu yang sudah mulai beruban itu.

'Asa?' pemuda yang dari tadi duduk menonton ibunda tercintanya didandani oleh Asa angkat bicara. kedua manik coklat sang wira itu nampak berbinar, ada sedikit harap dalam relung hati Tristan kalau cewek yang baru saja menyebut namanya itu adalah gadis yang menjadi pujaan hatinya sejak SMA dulu, dan belum berubah hingga sekarang. Ia nampak berusaha mengingat apa ada nama itu di dalam tumpukan memorinya.

'Asa anaknya Pak Agung?' tanya ibu itu lagi.

'Kok ibu kenal papa saya?' Asa mengerutkan keningnya tanda gadis itu bingung.

Ibu itu terkekeh pelan sembari rambutnya ditata oleh Asa. 'Keluarga kamu dekat dengan kelurga kami. Kamu sering main sama Tristan dan Kiano waktu kecil.'

'Lu kemana aja, Sa?' Tristan bangkit berdiri sembari merengkuh Asa dalam pelukan hangat. Tentu saja setelah gadis itu selesai merias dan menata rambut ibunda tercintanya.

'Kesana-sini. susah jelasinnya, Tan,' Asa melepas maskernya dan membalas pelukan teman kecilnya itu. 'Lu curang!'

merasa punggungnya ditepuk pelan sama Asa, Tristan mengerenyitkan keningnya sambil menatap Asa. 'Curang?' tanyanya bingung.

'Tambah tinggi sendirian,' Asa nyengir.

'Ada apa nih? Kok Kiano nggak diajak?' pemuda 26 tahun bernama Kiano muncul dari pintu yang terhubung dengan kamar sebelah.

'Kak Kiano,' Asa berlari dan memeluk kakak sulung Tristan tanpa aba-aba.

'Asa! apa kabar? kok kamu di sini?' Kiano membombardir Asa dengan pertanyaan.

'Asa dandanin tante. Ini baru selesai. Kalo gitu, Asa beberes dulu deh, kalian pesta dulu aja,' celoteh Asa sembari melepas pelukan singkatnya dengan Kiano dan beranjak ke meja tempat ia menaruh perlengkapan make upnya.

'Nomor HP lo masih sama, Sa?' tanya Tristan, disambut anggukan kepala Asa.

'Kesini naik apa, nak?' tanya mama Tristan.

'Asa bawa mobil, tante. habis ini paling Asa jalan sebentar ke GI atau PI, ada mau beli barang juga,' Asa berujar sembari merapikan semua perlengkapannya.

'Hati-hati ya,' pesan mama Tristan ketika Asa berpamitan padanya.

'pasti tante. sampai ketemu!' Asa melambaikan tangannya sambil menghilang dari balik pintu kamar.


Pertemuan tak terduga itu mendekatkan kembali Asa dan Tristan yang 4 tahun belakangan ini nggak pernah ketemu sama sekali. Mereka sering juga janjian ketemuan di cafe untuk sekedar ngopi bareng dan bertukar pikiran. Tak jarang Tristan datang ke tempat kerja Asa, menunggu sang dara selesai dengan tugasnya.

Asa udah dengar sedikit banyak tentang Tristan dan kerjaan pemuda itu sebagai model dibawah naungan agensi yang cukup ternama dan merupakan salah satu klien terbesar bagi salon tata rias tempat Asa bekerja. tapi nggak terpikir olehnya, bahwa suatu saat Ia akan bertemu Tristan dan berhubungan professional dengan teman sepermainannya itu.

'Asa, mulai hari ini, sampai JFW selesai, kamu bakal pegang makeup buat seluruh stage catwalk Tristan Lazuardi,' ujar Bu Rieke, leader team make-up artist Asa.

Asa takut hari ini akan terjadi. hari dimana dia harus memperlakukan Tristan secara professional dan nggak boleh ada obrolan yang melenceng dari kata pekerjaan diantara mereka. Belum lagi, Asa akan dengan setia menunggu di dressing room yang berarti banyak cowok akan berseliweran di sana dan pemandangan yang mungkin ingin-tak ingin dilihatnya bakal terpampang dihadapannya.

'Ya, bu,' Asa akhirnya mengangguk. sambil mohon diri untuk pergi ke ruang penyimpanan alat-alat make up.

Gadis itu kemudian merapikan case make-up nya yang cukup besar itu di dalam ruang penyimpanan make up. tanpa sadar ada orang lain yang memecah kesunyian. langkah kakinya terdengar semakin mendekat. tapi bukan langkah kaki khas Bu Rieke dan stiletto-nya. Bukan pula Rinda dengan bunyi sepatu high-heels nya. ini suara langkah yang sangat dikenalnya. langkah kaki optimis, wangi parfum yang dominan dengan bau vanilla, cinnamon, sandalwood dan musk. Tristan.

'Tan, kok lo boleh masuk sini?' tanya Asa sembari menoleh.

'Tadi gue tanya Bu Rieke dimana cari lu, gue kangen,' Jawab Tristan sembari terus memotong jarak diantara mereka. sementara itu Asa nggak bisa mundur lagi, dia udah nempel dengan meja yang ada di depan rak penyimpanan.

'Tan,' Asa menahan napasnya. Jantungnya berdegup kencang rasanya kayak udah mau mencolot keluar dari tulang-tulang rusuknya lah.

'Diem di situ, gue yang kesana,' Tristan berujar sembari berjalan mendekat ke arah Asa.

Asa membalik badannya supaya Tristan nggak melihat wajahnya yang udah mulai blusheu-blusheu. Tapi rasanya degup jantungnya yang nggak teratur itu pasti ketahuan juga oleh si ganteng yang semakin mendekat.

'Udah cukup kita kepisah 4 tahun, Sa. Gue nggak mau lagi lo jauh-jauh dari gue,' Tristan kemudian memeluk tubuh Asa yang 20 cm lebih pendek darinya itu.

'Tristan jahat,' Asa mendorong tubuh Tristan menjauh sedikit darinya.

'Kok jahat?' Tristan menatap Asa bingung sembari menautkan alisnya.

'Soalnya gue nggak bisa nafas, jantung gue nggak karuan. lu mau gua kena serangan jantung?' cicit Asa dalam gumaman yang masih terdengar jelas oleh telinga pria berkulit porselen di hadapannya.

Tristan terkekeh sambil mengacak rambut Asa pelan. 'Udah yuk, rapi-rapinya besok lagi, JFW nya kan masih besok-besok. Gue laper,' Tristan merajuk.

'Lu tunggu sebentar, gue mau menstabilkan jantung ini sebelum gue meninggal gara-gara tingkah lu,' Ungkap asa sembari mencubit pinggang Tristan.

'ADUH ASAAAAA, SAKIIIT!' Tristan mengaduh sambil menepuk bahu Asa pelan.

'Makannya lain kali nggak usah bikin orang jantungan,' ujar Asa sembari mendorong tubuh tegap Tristan ke arah pintu dan menyuruhnya menunggu di luar.


Sementara itu, di lain sisi, ada pertemuan rahasia antara kedua orang tua Tristan dan kedua orang tua Asa. Apa yang sedang mereka bicarakan di malam seperti ini, sembari menikmati kudapan mewah di sebuah restoran michellin di bilangan ibu kota. pokoknya, inti percakapan kedua pasangan paruh baya itu menyangkut kedua muda-mudi yang baru saja menginjakkan kaki mereka keluar dari salon tata rias menuju ke sebuah restoran pasta di dekat sana.

mencurigakan bukan?

kita lihat di part 2 ya,

ceritanya masih bersambung di part 2.


𝐏𝐚𝐧𝐭𝐨𝐧𝐞 𝟏𝟑-𝟏𝟏𝟐𝟓 𝐓𝐂𝐗: 𝐏𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐐𝐮𝐚𝐫𝐭𝐳


a short story of Anggara Chahidar and Elina Indira Citrani


Batu Kristal Kuarsa berwarna 𝒑𝒆𝒂𝒄𝒉 dipercaya memiliki kekuatan untuk melepas aura negatif dan mengembalikan diri kita jadi sosok yang lebih baik. pendeknya, batu kristal ini bisa jadi sarana untuk menyembuhkan dan menenangkan diri. Sama seperti sosok Anggara dimata Elina. Pertemuan mereka tidak disengaja. Keduanya sama-sama ditimpa badai, sama-sama bertemu dalam keadaan hancur. Elina baru habis bertengkar hebat dengan Jenar, kekasihnya, yang berakhir dengan kata putus. Anggara habis adu mulut sama dosen dan berakhir dengan pukulan tajam yang membuat dia 𝐾𝑂 dan tertekan.

Saat itu pukul 5:30 sore dan langit mulai perlahan berubah warna. Ellie, begitu Elina akrab disapa, menatap semburat senja dari tempatnya berdiri, 𝑹𝒐𝒐𝒇𝒕𝒐𝒑 gedung Fakultas Seni. Di sisi lain 𝑹𝒐𝒐𝒇𝒕𝒐𝒑, Anggara juga tengah menatap lembayung senja sembari ngomel-ngomel sendiri, kesel banget kayaknya. Ellie yang baru aja memejamkan matanya tiba-tiba melek lagi mendengar Anggara yang misuh-misuh. Matanya masih menatap Anggara lekat-lekat, seakan lagi ngerekam wajah Angga dan suasana saat itu. Nggak lama, Ellie kenal betul siapa yang lagi misuh-misuh. Ya, mereka teman seangkatan dan sefakultas.

Ellie duduk di tangga darurat, sudah berapa minggu terakhir ini, frekuensi pertengkarannya dengan Jenar semakin sering. memang selalu berakhir dengan permintaan maaf yang romantis dari Jenar, tapi Ellie capek harus memikul beban seberat ini sendiri. Air matanya mulai turun membasahi pipi kemerahannya. Wajahnya sudah terbenam di dalam tangkupan kedua tangannya, seperti matahari yang terbenam di garis khatulistiwa waktu senja.

Sementara itu, Anggara baru kelar misuh-misuh dan berniat mau balik ke kos-kosan ketika dia denger suara cewek nangis dari tangga darurat. semakin dekat dia menuju pintu tangga darurat, semakin jelas suara tangisan itu terdenger. Nggak kok, Angga ga takut sama yang gituan, dia suka banget sama cerita dan film horror. Semakin jauh Angga menuruni anak tangga, semakin jelas pula suara tangisan itu.

Angga mendekati gadis yang tengah duduk di salah satu anak tangga dan menangis itu. Tangannya menyentuh pundak gadis berambut lurus itu dan sang gadis dengan kasar menyeka air matanya dengan lengan bajunya dan menoleh ke arah Anggara.

'El,' Anggara lumayan kaget menemui sosok Ellie yang biasanya penuh semangat kini bersimbah air mata. 'ada apa?' tanya Angga sembari duduk di samping temannya itu.

Ellie hanya diam sembari menatap Angga. hatinya masih kacau dan sesak.

Angga dan Ellie sebenernya nggak deket-deket amat. yah, sebatas seangkatan dan sering sekelompok kalau ada tugas kelompok. Tapi Angga kali ini beneran baru sekali liat Ellie nangis sampai separah ini. Ellie menggeleng seakan mau bilang ke Angga kalau dia nggak papa saat itu.

'Don't lie. Kalo lo nggak papa atau lo masih bisa ngadepin sendiri, lo ga akan nangis kayak gini,' Angga kini duduk di anak tangga yang sama dengan Ellie.

'Tapi lu kan abis ada masalah juga sama Pak Arran,' Ellie berujar.

'Loh kok lo tau?' Angga menatap gadis itu bingung.

'Lo misuh-misuh tadi di 𝑹𝒐𝒐𝒇𝒕𝒐𝒑, gue ga sengaja denger,' Ellie berujar.

'Gue udah nggak kenapa-napa lagi kok, El. 𝑌𝑜𝑢 𝑐𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑜𝑛 𝑚𝑒. Ada apa dengan lo? 𝐼 𝑛𝑒𝑣𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑒 𝑡𝘩𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑘 𝑎𝑢𝑟𝑎 𝑎𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑦𝑜𝑢 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒,' tanya Angga.

'Semuanya jadi semakin 𝑡𝑜𝑥𝑖𝑐 sekarang, Ang. Gue capek,' Ellie menunduk.

'Jenar?' tembak Angga.

'Ya, Jenar. beberapa bulan ini gue sering banget berantem sama dia. Jenar nggak lagi seperti dulu. Bukan Jenar yang sayang sama gue, Ang,' Ellie menghela nafasnya, berusaha supaya air matannya nggak jatuh ke wajahnya.

'Lo bisa cerita sama gue, El. gue ga akan kasih tau siapa-siapa,' tawar Anggara.

'Ang, pinjem pundak lo sebentar,' Ellie menyandarkan kepalanya di bahu Anggara dan membiarkan air matanya mengalir. Anggara cuma bisa merasakan jumper-nya basah oleh air mata Ellie. beberapa menit berikutnya berlalu seperti itu.


Semuanya masih damai-damai aja sampai tiba-tiba ada derap langkah gusar menaiki tangga, membuat Ellie mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya. Ia mengenali derap langkah itu. Jenar. dari derap langkahnya saja Ellie langsung mengenalinya. Pemuda 180 cm itu menghampiri Anggara dan Ellie dengan langkah cepat dan segera menarik tangan Ellie dengan genggaman yang kuat.

'Jen sakit!' Ellie mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Jenar tapi usahanya nihil. nggak bisa lepas.

'𝗡𝗴𝗮𝗽𝗮𝗶𝗻 𝗹𝗼 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗱𝗶𝗮?!' bentak Jenar. kondisinya, Anggara masih ada bersama mereka. '𝗟𝗼 𝗺𝗮𝘂 𝘀𝗲𝗹𝗶𝗻𝗴𝗸𝘂𝗵, 𝗵𝗮𝗵?!' Jenar udah siap-siap mau mukul Ellie pake tangan sebelah kirinya tapi sebelum tangan itu mendarat di wajah Ellie, udah di tahan sama Anggara.

'𝗡𝗴𝗮𝗽𝗮𝗶𝗻 𝗹𝗼 𝗶𝗸𝘂𝘁-𝗶𝗸𝘂𝘁𝗮𝗻?!' Jenar makin ngegas lagi sambil berontakin tangan kirinya yang dipegang ga kalah kenceng sama Angga.

'Lepasin dulu tangan lo dari Ellie,' Angga boleh lebih pendek dari Jenar, tapi itu nggak membuat dia takut untuk membela Ellie. Angga suka Ellie, tapi dia mundur karena keduluan sama Jenar. Angga masih sayang sama Ellie dan dia ga bisa diam aja waktu lihat Jenar semakin abusive sama Ellie.

'Ang udah,' Ellie berusaha melerai mereka berdua tapi malah Ellie yang berakhir terpental karena tenaga dua cowok itu udah kayak kerbau lagi narik bajakan sawah. 'Jenar, gue udah capek harus nangis dan bertengkar terus sama lo. mulai sekarang, lo nggak ada hak lagi atas gue. gue punya hidup gue sendiri. kita putus,' Ellie dengan tegas mengucapkan itu. padahal dalam hati sakit banget rasanya. tapi dari pada semua itu membebani Ellie nantinya. ya, memang harus begitu.

'El, lo ga papa kan?' tanya Anggara sembari memeriksa dagu Ellie yang lebam oleh karena nggak sengaja tertonjok oleh Jenar atau Angga.

'It's okay, gue udah capek liat muka Jenar. kita boleh pergi dari sini nggak?' tanya Ellie sembari mengambil tasnya dan menggenggam kristal berwarna peach itu di tangannya.

Anggara mengangguk dan menggandeng tangan Ellie lembut. tangannya hangat, dan genggaman itu menenangkan.


Angga menyerahkan helm untuk Ellie dalam diam. Hari ini, Angga yang nganter Ellie pulang ke kosan tempat dia tinggal. Arahnya beda sama kosan Angga, tapi nggak papa. seenggaknya itu bisa membuat Ellie bebas menangis di punggung Angga yang terbalut jaket kulit berwarna hitam itu. setidaknya itu jadi pertanda sekarang Angga bisa jadi sandaran buat Ellie. Meskipun itu berarti butuh waktu untuk menyembuhkan luka hati Ellie, Angga rela menunggu. Ada kesempatan buat Anggara untuk mendekati gadis yang masih jadi mbak crush Angga.

'El, besok gue jemput ya,' tawar Angga sesampainya di depan pagar rumah kosan Ellie.

'Nggak repot? kan jauh dari kosan lo,' tanya Ellie.

'Nggak kok,' Angga tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑖𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑔𝑢𝑒 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑛𝑔𝑒𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑙𝑜 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑒𝑚𝑏𝑢𝘩𝑘𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑘𝑎 𝑙𝑜, 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑢𝘩 𝑎𝑝𝑎𝑝𝑢𝑛 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑔𝑢𝑒 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑛, 𝐸𝑙,” ungkap Angga dalam hatinya sembari menatap mata Ellie.

'Makasih ya, Ang,' Ellie tiba-tiba memeluk Angga.

'Anytime, Ellie,' Angga mengangguk dan membalas pelukan singkat itu.

'See you tomorrow, Anggara!' Ellie melepas pelukannya sembari berjalan masuk ke dalam kos-kosan.

'memarnya jangan lupa diobatin, El,' Angga berpesan, disambut anggukan gadis yang baru aja balik badan dan melambaikan tangannya buat Angga.

“𝑀𝑎𝑘𝑎𝑠𝑖𝘩, 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎. 𝑙𝑜 𝘩𝑎𝑑𝑖𝑟 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡. 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑙𝑜 𝑖𝑡𝑢 𝑘𝑎𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑎𝑐𝘩 𝑄𝑢𝑎𝑟𝑡𝑧. 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑗𝑜𝑙𝑎𝑘 𝘩𝑎𝑡𝑖 𝑔𝑢𝑒. 𝑑𝑎𝑛 𝑔𝑢𝑒 𝘩𝑎𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑛𝑔𝑒𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎. 𝑀𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑖, 𝑙𝑜 𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑢𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝘩𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 𝑖𝑡𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑔𝘩𝑢𝑛𝑢𝑠 𝑗𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑔𝑢𝑎 𝑙𝑒𝑏𝑖𝘩 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚. 𝑏𝑒𝑠𝑜𝑘-𝑏𝑒𝑠𝑜𝑘 𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑢,” ucap Ellie dalam hati setelah melihat motor Angga melaju meninggalkan halaman depan kos-kosan putri tempat ia tinggal.


The End


5/11/2020: 𝐏𝐚𝐧𝐭𝐨𝐧𝐞 𝟏𝟑-𝟏𝟏𝟐𝟓

“𝑷𝒍𝒆𝒂𝒔𝒆 𝑺𝒂𝒚 𝒀𝒆𝒔” -Tiga Sekamar Part 37-


Makan malam ulang tahun Zilia berjalan dengan penuh tawa. sepanjang makan malam, Joel dan Rio nggak berhenti melemparkan jokes-jokes mereka untuk mengalihkan perhatian Zilia dari menghilangnya Hayden dan Kyu dari peredaran. saat ketiganya sedang asik ngobrol, Hayden nongol dengan sekumpulan balon warna-warni di tangannya. Zilia auto kaget melihat kokonya bawa-bawa balon, nggak koko banget, katanya.

Kyu belum nampak. Yang punya nama Quentin James itu masih berdiri di balik pintu yang menghubungkan indoor dining dengan tempat mereka makan, outdoor dining area. Cowok yang akrab disapa Jamie itu kemudian keluar dari pintu sembari mendorong trolley berisi kue ulang tahun yang dibuat oleh Kevin dan sebuah buket bunga cantik yang didominasi bunga daisy dan carnation. Hayden tersenyum sembari mengikatkan balon warna-warni itu di railing tangga didekat kursi tempat ia duduk. Sementara itu, Rio membantu meletakkan kue itu di atas meja setelah semua piring yang telah selesai mereka pakai dirapihkan oleh pramu saji.

'Tiup lilinnya dulu, dong,' Joel nyengir.

'Jangan lupa make a wish,' timpal Hayden.

Zilia menutup matanya dan mengucapkan wishnya di dalam hati setelah itu ia meniup lilin ulang tahunnya. di belakangnya, Jamie sudah berdiri tegap dengan menggenggam buket bunga itu di balik punggungnya. kemudian sang pemuda Jinandra itu mengetuk bahu Zilia sembari nyengir, lesung pipit manisnya terukir di pipinya.

'Happy birthday, Zi,' itu yang pertama keluar dari bibir Kyu. ada jeda sebentar, pemuda itu sedang berusaha menenangkan detak jantungnya biar nggak deg-degan seperti ini. 'Mungkin terlambat, tapi lebih baik dari pada aku kehilangan Zi. Aku suka sama Zi dari dulu dan kayaknya sekarang, waktu ulang tahun zi, aku baru berani ngomong semuanya. Aku sayang Zi. boleh jadi calon pacarmu?' Jamie menatap Zilia dalam-dalam sembari menyerahkan buket bunga itu pada sang dara.

'Jadi Zilia, jawaban lo apa?' tanya Joel sembari menatap Zilia jahil.

'please say yes,' bisik kyu pelan. berharap Zilia masih punya rasa yang sama ke dia.

Zilia meletakkan buket itu di kursi dan berjingkat untuk melingkarkan tangannya di leher Kyu. 'Oke, calon pacar,' ia membenamkan diri dalam pelukan hangat. membuahkan senyum lebar dari pemuda 175 cm itu. senyum pemuda itu terkembang lebar di wajahnya. lesung pipit manis tertanam di pipi sang adam kala ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Zilia.

'Baru calon ya, masih gue pantau, Jam,' Suara Hayden memecah suasana yang sarat akan ke-uwuan itu.

'Kak Jam kalo lu bikin kakak gua nangis entar awas ya,' Rio berujar dengan nada serius dengan tangan terkacak di pinggangnya.

'Kalo nggak diresmiin jadi pacar gue rebut loh,' timpal Joel dengan nada penuh canda.

'Apaan sih kalian!' Zilia menatap ketiga cowok itu bingung seusai melepas pelukannya dan kembali ke jarak aman.


FI﹕KA {/𝖿ī:𝗄𝖺/} (𝗌𝗐𝖾𝖽𝗂𝗌𝗁): 𝖺 𝗆𝗈𝗆𝖾𝗇𝗍 𝗍𝗈 𝗌𝗅𝗈𝗐 𝖽𝗈𝗐𝗇 𝖺𝗇𝖽 𝖺𝗉𝗉𝗋𝖾𝖼𝗂𝖺𝗍𝖾 𝗐𝗁𝖺𝗍 𝗐𝖾 𝗁𝖺𝗏𝖾 𝗂𝗇 𝗅𝗂𝖿𝖾 A short story dedicated to (twitter.com/lokaIantheboyz)


Kevin Adhitama (Kevin Moon nya lokaIantheboyz) Putri Tiara Kasih Setiawan (Kang Mina Gu9udan)


terkadang ada sesuatu yang lebih nyaman dikerjakan dalam fase cepat alias gasik atau bahasa lainnya, 𝒊𝒏 𝒂 𝒓𝒖𝒔𝒉. ada hal lain yang lebih nyaman dinikmati dalam langkah pelan, sambil menikmati berjalannya waktu yang tak terlalu terburu-buru.

sama seperti kisah cinta Kevin dan Tiara.

Awalnya, Tiara dan Kevin tidak saling mengenal. Tiara adalah seorang mahasiswa tingkat akhir, sama seperti Kevin. Tapi, jurusan yang mereka ambil bertolak belakang, Tiara anak FISIP, Kevin anak Arsi. tapi, semuanya tak disangka-sangka. Saat itu, keduanya sedang mengamati sebuah foto yang sama di sebuah pameran fotografi yang dihelat di bilangan ibu kota. Semenjak kejadian itu, Gadis yang kerap disapa Uti itu jadi sering ketemu sama Kevin selepas Kampus. Tapi ya masih nggak saling kenal.

Sampai suatu saat, Uti dan Kevin harus tergabung dalam divisi yang sama saat kepanitian acara ospek kampus, tepatnya dua tahun yang lalu. akhirnya dua-duanya saling berkenalan dan banyak ngobrol. Ternyata, banyak obrolan Kevin dan Uti yang nyambung banget. Kevin sampai bikin panggilan kesayangan untuk pemilik nama lengkap Putri Tiara Kasih Setiawan itu. Tiara, itu nama panggilan khusus dari Kevin untuk Uti. Nggak jarang Kevin mengajak Uti keluar makan seusai kampus. Lebih sering lagi mereka nyari 𝒄𝒐𝒇𝒇𝒆𝒆 𝒔𝒉𝒐𝒑 yang nyaman terus nugas berdua, habis itu langsung cabut nonton bareng atau sekedar jalan-jalan keliling taman kota di sabtu dan minggu pagi.

Anak-anak Kosan Kevin kadang bilang kalau Prioritas Kevin tuh Uti, padahal nggak ada kata 'Jadian' atau 'Pacaran' di antara keduanya. Pernah suatu malam, udah jam 12, teman satu kosan Uti tiba-tiba menelpon Kevin dengan panik, kirain Kevin nomor 𝐞𝐦𝐞𝐫𝐠𝐞𝐧𝐜𝐲 yang kirim ambulan. ternyata, Uti punya maag kronis dan hari itu lagi kumat parah banget, sampe harus opname rumah sakit.

Kevin nggak peduli hari itu udah jam 12 malam, dia langsung ngebut ke kosan putri tempat Uti tinggal dengan modal minjem mobil Tristan, dan segera melarikan Uti ke rumah sakit dan dia sendiri yang jaga Uti di rumah sakit. Kalau kata Tristan, sejak pertemuan official antara keduanya, Uti udah jadi poros dunia Kevin.

Begitu pula teman-teman sepermainan Uti, semuanya melihat perubahan dalam hidup Uti semenjak ada Kevin mengisi lembar hidupnya yang selama ini hitam-dan putih dengan warna-warni kehidupan. kalo kata Siska, teman kos Uti, setiap kali Uti diantar pulang sama Kevin, wajahnya nggak pernah masam lagi. nggak kayak dulu sebelum Uti mengenal Kevin.


Pekan UTS semester ganjil 2019,

Kevin udah masuk hitungan mahasiswa tingkat akhir, soalnya semester itu, pemuda 176 cm itu udah mulai menggarap proposal penelitian buat tugas akhirnya. Lain dengan Uti. cewek 21 tahun itu masih di tahun keduanya, masih banyak mata kuliah yang harus diambil. Kalau pekan UTS begini, Uti pasti mengasingkan diri ke perpus kampus yang adem dan tenang. Sementara itu, Kevin masih sibuk di studio, berkutat sama maket yang menjadi tugas studio yang nilainya akan diambil sebagai nilai UTS.

setumpuk buku referensi masih membentengi meja tempat Uti duduk. dirinya sedang membuat ringkasan materi kuliah untuk beberapa mata kuliah pokok yang menurutnya nggak boleh sampai dapet nilai jelek. Ia tak menyadari, banyak panggilan tak terjawab yang dilayangkan Kevin ke ponselnya, saking asiknya ia belajar. beberapa menit kemudian, saat ia mengecek ponselnya sembari membereskan tas nya, ia menemui puluhan 𝑴𝒊𝒔𝒔𝒆𝒅 𝑪𝒂𝒍𝒍 dari Kevin.

𝟤𝟢 𝖬𝗂𝗌𝗌𝖾𝖽 𝖢𝖺𝗅𝗅𝗌

𝖪𝖺𝗄 𝖪𝖾𝗏

setelah keluar dari pintu perpus, Uti langsung menekan tombol untuk menelpon Kevin balik.

'Halo,' sapa suara dari seberang.

'Halo, Kak. aduh, maafin yaaa, tadi nggak cek hape, terus miskolnya banyak banget,' kilah uti disambut tawa renyah Kevin dari seberang.

'lo dimana?' tanya Kevin, masih terkekeh mendapati Uti yang panik karena ga sempet angkat telfon.

'Masih di depan gedung Perpus. Kak Kev dimana?' tanya uti lagi.

'Gue otw ke sana, 𝒔𝒕𝒐𝒑 𝒘𝒉𝒆𝒓𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆. 𝑰 𝒌𝒊𝒏𝒅𝒂 𝒇𝒊𝒏𝒅 𝒚𝒐𝒖. langsung masuk mobil aja, ya. mobil abu di belakang lo, itu gue,' Kevin berujar sembari menekan pelan tombol klakson untuk memberi tanda bahwa mobil yang terparkir di halaman gedung perpustakaan adalah mobil milik pemuda berambut hitam legam itu.

Uti menutup telfonnya dan segera menghampiri mobil 𝑯𝒚𝒖𝒏𝒅𝒂𝒊 𝑽𝒆𝒍𝒐𝒔𝒕𝒆𝒓 berwarna 𝒔𝒑𝒂𝒄𝒆 𝒈𝒓𝒆𝒚 yang terparkir manis tepat di hadapannya. 'Maaf kak, gue keasikan persiapan UTS kayaknya,' kilah dara kelahiran Desember 1999 ini sembari meletakkan ranselnya di bawah bangku tempatnya duduk dan memasang sabuk pengaman.

'Lu udah makan?' tanya Kevin sembari mulai menjalankan mobilnya keluar dari komplek kampus.

'Pagi udah. siang tadi cuma 𝒔𝒏𝒂𝒄𝒌𝒊𝒏𝒈 aja. habis ini paling 𝒊𝒏𝒅𝒐𝒎𝒊𝒆-an di kosan,' jawab Uti sembarangan sambil menggaruk tengkuknya yang nggak gatal.

Kevin cuma menghela napasnya. 'Dari pada lu bikin 𝒊𝒏𝒅𝒐𝒎𝒊𝒆 di kosan, mending sekarang kita jalan kemana gitu, nyari makan. entar lo sakit lagi,' Kevin berujar sembari mengikuti GPS yang mengarahkan mereka ke daerah taman jajan yang berada dekat dengan komplek perumah tempat Kos-kosan mereka berada.

[Hayo pasti kaget. enggak kok. mereka nggak tinggal satu kos-kosan. Kevin tinggal di kos-kosan pak Handi. kalau Uti tinggal di kos-kosan Bu Airin, tiga blok jaraknya dari kos-kosan pak Handi.]

'Kak, jangan mahal-mahal. dompet gue sekarat,' pinta gadis pemilik sepasang manik berwarna coklat muda.

'pokoknya hari ini ikut gue makan sehat,' ada jeda 3 detik sebelum pemuda berbibir merah itu kembali membuka mulutnya. 'Gue yang traktir.'

'Kak, gue mau tanya sesuatu deh sama lo,' Uti merubah posisi duduknya jadi menghadap ke Kevin. Wajahnya yang manis itu mengisyaratkan keingintahuan yang intens. Kevin yang nyadar diliatin sama mbak crush nya itu langsung 𝒃𝒍𝒖𝒔𝒉𝒆𝒖-𝒃𝒍𝒖𝒔𝒉𝒆𝒖 dan auto 𝒅𝒖𝒈𝒆𝒖𝒏-𝒅𝒖𝒈𝒆𝒖𝒏.

'𝒈𝒐 𝒐𝒏, 𝒂𝒔𝒌 𝒎𝒆 𝒂𝒏𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈,' ujar Kevin sembari menahan napasnya.

'Kenapa lo baik banget. kenapa lo merhatiin gue lebih dari ortu gue?' tanya Uti lagi. Ya, Uti nggak dekat sama papa dan mamanya. Menurut Uti, papa dan mama lebih sayang sama Andra, kakak cowok sulungnya yang sekarang ini udah jadi 𝒕𝒐𝒑 𝒓𝒆𝒔𝒆𝒂𝒓𝒄𝒉𝒆𝒓 di salah satu lembaga penelitian terbesar di Amerika Serikat.

Kevin terkesiap. Maunya sih ngaku kalo dia suka dan naksir berat sama Uti sejak dulu. tapi, ia takut Uti menjauh darinya waktu dia ngakuin perasaannya. hatinya mencelos waktu tau ternyata hidup Uti nggak seindah apa yang dia lihat sepanjang masa kuliah. ada segelintir rahasia yang nggak dia tahu tentang Uti yang baru terbuka hari itu.

Kevin lantas mematikan Radio yang saat itu memutar lagu kesukaan mereka berdua dan menghentikan mobilnya di bahu jalan, beberapa meter lagi padahal udah masuk ke mall yang dituju. Ia lantas menatap Uti lekat-lekat. '𝑰 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒚𝒐𝒖, 𝑻𝒊𝒂𝒓𝒂. 𝑰 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒎𝒆𝒂𝒏 𝒊𝒕. 𝒀𝒐𝒖'𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒄𝒆𝒏𝒕𝒆𝒓 𝒐𝒇 𝒎𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒍𝒅 𝒂𝒏𝒅 𝑰'𝒎 𝒑𝒓𝒐𝒖𝒅 𝒕𝒐 𝒂𝒅𝒎𝒊𝒕 𝒕𝒉𝒂𝒕,' Ucap Kevin dengan suara rendah dan mata yang masih menatap kedua manik coklat muda milik lawan bicaranya.

'Kak,' Uti kehilangan kemampuannya untuk menyusun kata dan kalimat. Jantungnya berdegup kencang, rasanya kayak mau 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘭𝘰𝘵 keluar dari jeruji tulang rusuknya.

'Tiara, aku mau jadi orang yang terus sayang dan perhatiin kamu, 𝒑𝒍𝒆𝒂𝒔𝒆 𝒃𝒆 𝒎𝒚 𝒈𝒊𝒓𝒍,' Kevin meraih kedua tangan Uti dan mengecup kedua punggung tangan gadis 21 tahun itu.

'𝑻𝒉𝒂𝒏𝒌 𝒚𝒐𝒖, 𝑲𝒂𝒌. 𝑰 𝒂𝒑𝒑𝒓𝒆𝒄𝒊𝒂𝒕𝒆 𝒊𝒕 𝒔𝒐 𝒎𝒖𝒄𝒉. 𝑰 𝒄𝒂𝒏'𝒕 𝒔𝒕𝒐𝒑 𝒄𝒐𝒖𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒂𝒍𝒍 𝒕𝒉𝒆 𝒃𝒍𝒆𝒔𝒔𝒊𝒏𝒈𝒔 𝑮𝒐𝒅 𝒉𝒂𝒅 𝒈𝒊𝒗𝒆𝒏 𝒔𝒐 𝒇𝒂𝒓.' Uti berhenti kira-kira 30 detik, ada jeda tenang yang nyaman sebelum gadis itu bergerak maju dan mengecup pipi sang ksatria tampan dihadapannya. '𝑾𝒉𝒐 𝒘𝒐𝒖𝒍𝒅 𝒔𝒂𝒚 𝒏𝒐 𝒕𝒐 𝒔𝒖𝒄𝒉 𝒂𝒏 𝒂𝒏𝒈𝒆𝒍 𝒍𝒊𝒌𝒆 𝒚𝒐𝒖.'

Ternyata, ada hal yang kalau dijalani pelan-pelan dan dinikmati prosesnya, tanpa dorongan atau tergesa-gesa, walau terlihat tak terlalu indah dilihat, akan terasa manis saat dijalani.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐍𝐃