๐๐ก๐๐ญ ๐ข๐.... A ๐๐จ๐ง๐ ๐ฃ๐จ๐จ๐ง๐ x oc oneshot.
part 2
Malam itu, Sean menjaga Sena di rumah sakit, pukul 12:30 dini hari, Sena kembali dihantui mimpi manusia bertopi fedora yang berusaha menculiknya dan menghapus semua rantai ingatan dalam kehidupan. Pria itu mengejar Sena dan membuatnya terbangun dengan wajah yang dibasahi keringat dingin dan nafas yang terengah-engah.
'Se-Se, Se-Se,' panggil Sena dengan suara bergetar.
Sean mengusap wajahnya dan mengangkat kepalanya, 'ya, kenapa Sen?' tanya Sean.
'Takut,' hanya itu yang bisa diucapkan oleh Sena yang sudah mulai menangis. dadanya naik turun. 'Nggak mau tidur lagi. gue takut,' rengek Sena.
'Takut kenapa?' Sean berdiri dari sofa tempat ia beristirahat.
'Orang pakai baju hitam-hitam, ada kabut, gue lupa sama lo, sama kak jean, sama kak sekar,' tangis Sena pecah.
'Nggak papa sen, cuma mimpi. gue bobo di sebelah lo ya, mau?' tanya Sean dibalas dengan anggukan Sena. Sena bergeser, memberikan tempat untuk Sean berbaring di sampingnya. 'Tidur lagi ya, gue di sini. gue nggak bakal biarin kabut itu nyerang lo,' Sean merengkuh tubuh mungil saudara kembarnya dengan lembut. Namun, Sena masih terjaga dalam pelukan Sean. ia takut kalau ia menutup matanya, ia lupa rasanya dipeluk oleh Sean.
'Sen, lo nggak bobo?' tanya Sean yang nggak bisa tidur juga kalau kembarannya nggak bisa tidur.
Tak ada jawaban dari Sena, tubuh kurusnya semakin erat memeluk Sean. Dari pelukan itu, Sean tahu saudara kembarnya takut. โSen, gue di sini, masih di sini. Lo nggak pernah sendiri,โ Sean membelai rambut Sena, perlahan Sena terlelap dan nafasnya semakin stabil. Tak lagi tersengal-sengal. Jam di ponsel Sean sudah menunjukkan waktu pukul 3:00 dini hari waktu setempat, dan ini sudah ketiga kalinya dalam minggu ini Sena mengalami hal serupa.
Jam 8 pagi, Sean dan Sena dibangunkan dengan suara pintu kamar Sena yang terbuka. Rambut oranye menyembul dari balik pintu. Hari ini jadwal terapi bersama Jean. Terapi kali ini berhubungan dengan keterampilan Jeandra dan Sena, melukis dan menyanyi. Setelah meminta Sekar dan Sena untuk pergi meninggalkan ruangan sejenak, terapi pun dimulai.
โSen, coba deh gambar sesuatu di sini. Aku udah bawain cat sama kanvas coba kamu lukis apa aja yang di pikiran kamu,โ pinta Jean sambil duduk di samping ranjang Sena. Sena mengangguk dan segera melukis. Dan betapa kagetnya wajah Jeandra saat dia melihat lukisan yang dibuat oleh Sena. Sena melukis lelaki ber busana serba hitam, dengan topi fedora dan masker menutupi wajahnya, hutan penuh kabut tipis berwarna abu-abu dan gadis dengan wajah penuh ketakutan dan sedang berpegangan tangan dengan anak laki-laki seusianya.
โSen, itu siapa?โ tanya Jeandra saat lukisan itu selesai.
โitu yang semalam muncul di mimpi Sena, kak. Dia mau ambil Sena dari Sean sama kak Jean. Sena takut,โ Suara sena bergetar saat menjelaskan tentang lukisannya.
Jean menyingkirkan lukisan itu ke dekat jendela dan memeluk tubuh kurus Sena. โJangan dipikirin terus ya, Sen. Cuma mimpi. Aku sama Sean masih di sini. Thank you udah berusaha tidur lagi,โ Jean membelai rambut gadis pujaan hatinya itu.
'Kak Je, aku capek,' tangis Sena pecah. 'Kadang aku nggak tau siapa aku sekarang, bingung aku harus ngapain, tapi aku tau harus melakukan sesuatu,' isaknya di dada Jeandra.
Mendengar tangis Sena dan jeritan hatinya, Jeandra jadi paham alasan kenapa malam itu Sena memutuskan untuk memotong nadinya dan mencoba mengakhiri hidupnya. โSi Fedora yang di sana cuma ada di pikiran kamu, Sayang. Kakak berani jamin, si Fedora itu nggak bakal bikin kesayangan kakak sakit atau kenapa-kenapa lagi selama kakak masih di sini,' Jean membelai rambut Sena dan mengecup puncak kepala gadis itu.
Wangi parfum khas Jeandra menyeruak ke indera penciuman Sena. Setidaknya wangi itu mengingatkannya bahwa ada seseorang di sampingnya, yang akan selalu menemani dan menyemangatinya walau badai terus menerpanya.
Jeandra kemudian melepas pelukannya dan menghapus airmata di wajah Sena dengan kedua tangannya. 'Sayangnya kakak, udah bisa lanjut kan? hari ini mau nyanyi apa? Kakak bawa gitar, hari ini nyanyi sambil gitaran yaa,' tanya pemuda bersurai oranye sambil membelai surai kecoklatan milik sang nirmala.
Di luar sudah siang, mendekati waktu makan siang. dan kali ini, anggukan kepala sang dara membawa mereka ke sebuah melodi sedih yang keluar dari labia pucat Sena. 'Sena mau nyanyi lagu yang kakak tulis itu, Not Too Late,' ujar Sena sambil membuka buku jurnalnya pada sebuah halaman dengan tulisan tangan Jeandra.
Jeandra menganggukkan kepalanya, 'Siap tuan putri,' jemari Jeandra dengan piawai menari-nari di atas gitarnya dan suara indah Sena mengikuti permainan gitar sang adam..
โ๐๐โ๐ ๐ฑ๐ฎ๐ฟ๐ธ ๐ต๐ฒ๐ฟ๐ฒ, ๐๐โ๐ ๐ฐ๐ผ๐น๐ฑ ๐ฎ๐ป๐ฑ ๐๐ถ๐๐ต๐ฒ๐ฟ๐ถ๐ป๐ด ๐ก๐ผ๐ ๐ฎ ๐๐ถ๐ป๐ด๐น๐ฒ ๐ฝ๐น๐ฎ๐ฐ๐ฒ ๐๐ผ ๐น๐ฒ๐ฎ๐ป ๐ผ๐ป ๐ง๐ต๐ถ๐ ๐น๐ผ๐ป๐ฒ๐น๐ ๐ฝ๐น๐ฎ๐ฐ๐ฒ
๐ ๐ฐ๐ฎ๐ปโ๐ ๐๐ฒ๐ฒ ๐ฎ๐ป๐๐๐ต๐ถ๐ป๐ด, ๐ช๐ต๐ฒ๐ฟ๐ฒ ๐๐ต๐ผ๐๐น๐ฑ ๐ ๐ด๐ผ? ๐ ๐ฎ๐บ ๐น๐ฒ๐ณ๐ ๐ฎ๐น๐ผ๐ป๐ฒ ๐ฎ๐ ๐ง๐ต๐ถ๐ ๐น๐ผ๐ป๐ฒ๐น๐ ๐ฝ๐น๐ฎ๐ฐ๐ฒ...โ
mata sang gadis terpejam sambil menikmati permainan gitar Jeandra dan setiap kata-kata yang tertuang dalam lagu itu.
โ๐๐ ๐ฎ๐ป๐๐ผ๐ป๐ฒ ๐ผ๐๐ ๐๐ต๐ฒ๐ฟ๐ฒ ๐๐ฎ๐ป ๐๐ผ๐ ๐ต๐ฒ๐ฎ๐ฟ ๐บ๐ฒ? ๐ง๐ต๐ฒ ๐น๐ผ๐ป๐ฒ๐น๐ถ๐ป๐ฒ๐๐ ๐๐ต๐ฎ๐ ๐ ๐ฎ๐บ ๐ฟ๐ฒ๐ฐ๐ถ๐๐ถ๐ป๐ด ๐๐ฎ๐ป ๐๐ผ๐ ๐ต๐ฒ๐ฎ๐ฟ ๐ถ๐?
๐ข๐ต ๐ฝ๐น๐ฒ๐ฎ๐๐ฒ ๐ง๐ฒ๐น๐น ๐บ๐ฒ ๐๐ต๐ฒ ๐ฎ๐ป๐๐๐ฒ๐ฟ ๐ง๐ต๐ฒ ๐ฟ๐ฒ๐ฎ๐๐ผ๐ป ๐๐ต๐ ๐ ๐ฎ๐บ ๐น๐ฒ๐ณ๐ ๐ฎ๐น๐ผ๐ป๐ฒ ๐ต๐ฒ๐ฟ๐ฒ, ๐ช๐ต๐ ๐ ๐ฐ๐ฎ๐ปโ๐ ๐ด๐ฒ๐ ๐ผ๐๐ ๐ผ๐ณ ๐ถ๐...โ
tanpa terasa, air mata keduanya meleleh sembari lagu terus melantun dari petikan gitar Jean dan suara merdu Senandung Melodi Senja. Suara nyanyian itu terdengar di sepanjang lorong yang menuntun semua perawat dan pasien yang lewat untuk berdiri dan mendengarkan nyanyian dari dalam kamar 417, tempat Sena dan Jean tengah menjalankan terapi yang dirangkai special oleh Jean untuk Sena.
'Kak,' panggil Sena lirih.
'Ya, cantik?' sahut Jeandra.
'Kalo nanti Sena pergi duluan, janji jagain Kak Sekar sama Sean ya. Sean disuruh kuliah lagi,' lirih Sena sambil menangis.
'Jangan ngomong kayak kamu mau pergi jauh,' air mata Jeandra makin deras membasahi pipinya.
'Sena ga tau kapan umur Sena berhenti bertambah,' Sena mengusap wajah Jeandra dengan tangannya.
'Jangan ngomong gitu,' Jeandra menggeleng. Dia tau cepat atau lambat, keadaan Sena yang terus menurun akan berujung pada pulangnya Sena ke tangan yang Kuasa. namun, Jean masih enggan menerima kenyataan itu.
'Kak,' tangan kurus itu dengan lemah membelai wajah Jeandra. 'Aku boleh minta sesuatu nggak?'
'Apapun itu akan aku kabulin sekuat tenagaku,' Jean mengangguk.
'Besok aku mau ke luar ya, temenin, kita terapinya di luar aja, di sini sumpek,' pinta Sena. dibalas sebuah anggukan dari Jeandra.
'Sekarang kamu tidur dulu, istirahat. tapi makan ya, aku suapin buburnya dikit,' Jean mengangkat mangkuk di meja dan menyuapkan makanan dengan sabar pada Sena.
'Kak, Sena nggak mau tidur, takut,' Sena kembali menitikkan air matanya.
Siang itu, Jeandra merengkuh sang dara manis di hadapannya dalam pelukan hangatnya. Jean juga takut suatu saat Ia tak dapat melihat senyum Sena lagi. 'Cantiknya Kak Jean, semangat terus. Jangan patah semangat. kita nikmati hari-hari sekarang ya.'
3 tahun kemudian...
Tanpa terasa, 3 tahun sudah berlalu begitu saja. Sesi terapi dan pengobatan di rumah sakit bahkan membuat Sena lupa hari apa yang baru saja dilewatinya. Entah berapa banyak terapi yang sudah dijalaninya bersama Jeandra dan berapa banyak momen yang mereka rekam di jurnal Sena. Walau Sena tak bisa mengingat semuanya, tapi setidaknya yang ditulisnya di jurnal itu membantunya mengingat masih banyak orang-orang yang mencintainya.
Dua minggu terakhir ini, sesuai janji Jeandra, banyak terapi mereka habiskan di luar, entah itu di pelataran taman rumah sakit, atau benar-benar pergi ke luar seperti ke pantai reklamasi di dekat rumah sakit, atau ke bukit bintang. Sudah tak banyak yang bisa dilakukan, Dokter hanya bilang bahwa terapi yang khusus dibuat oleh Jeandra ini bisa membuat fluktuasi moodnya berkurang sedikit.
Hari ini, Jean, Sekar, Sena dan Sean jalan-jalan ke pantai. Seharian beraktivitas di pantai. Sekar pagi itu memaksa sena mengenakan dress putih manis, cardigan kuning dan sandal coklat. rambutnya yang panjang sebahu dikepang dengan model fishtail braid. Jean nampak keren dalam balutan polo shirt kuning pastel, celana linen pendek putih dan sepatu keds. Keduanya nampak seakan-akan mengenakan busana couple.
Jeandra dan Sena duduk di karpet piknik sementara Sean dan Sekar bermain air, menghampiri laut. seharian mereka habiskan berempat di tepi pantai. tanpa terasa, pagi berganti menjadi siang dan perlahan, siang disapu oleh angin sore. sambil melihat gembiranya Sean dan Sekar bermain air, Jean memetik gitarnya sambil membiarkan suara Sena, yang saat itu bersandar di bahunya mengalun. Suara yang indah, menyanyikan sebuah lagu yang mereka tulis di sesi-sesi terapi sebelumnya.
โ๐๐๐๐ฉ ๐๐ ๐ฌ๐ ๐ฌ๐๐ง๐ ๐ข๐๐๐ฃ๐ฉ ๐๐ฅ๐๐ง๐ฉ ๐๐๐ก๐ก ๐ ๐จ๐ฉ๐๐ก๐ก ๐๐๐ซ๐ ๐ฎ๐ค๐ช๐ง ๐๐๐๐ง๐ฉ ๐ฝ๐ช๐ฉ ๐๐ฉ'๐จ ๐ค๐ ๐๐ฎ ๐ ๐๐ช๐๐จ๐จ ๐๐ ๐ ๐๐ช๐จ๐ฉ ๐๐๐ฉ ๐ง๐๐ฅ๐ก๐๐๐๐
๐ ๐ ๐ฃ๐ค๐ฌ ๐ ๐๐๐ฃ'๐ฉ ๐๐ค๐ข๐ฅ๐ก๐๐๐ฃ๐ฉ '๐๐๐ช๐จ๐ ๐'๐ข ๐ฉ๐๐ ๐ค๐ฃ๐ ๐ฉ๐ค ๐๐ก๐๐ข๐ ๐ ๐๐ช๐จ๐ฉ ๐๐๐ฃ'๐ฉ ๐๐๐ง๐ ๐ค๐ ๐จ๐๐๐๐ฃ๐ ๐ฎ๐ค๐ช ๐๐ง๐ฎ ๐ผ๐ฃ๐ ๐ ๐ ๐ฃ๐ค๐ฌ ๐ฎ๐ค๐ช'๐ก๐ก ๐ ๐๐๐ฅ ๐ค๐ฃ ๐๐จ๐ ๐๐ฃ๐ ๐ฌ๐๐ฎโ
Suara lembut dan merdu Sena perlahan mengisi rungu wira tampan yang tengah memetik dawai gitarnya. Lirik yang begitu sedih dan sentimental mengalun manis di telinga Jeandra ditemani matahari yang perlahan membenamkan dirinya di balik gari khatulistiwa, menyisakan lembayung langit senja.
โ๐๐๐๐ฉ ๐'๐ก๐ก ๐ก๐๐๐ซ๐ ๐จ๐ค๐ค๐ฃ ๐๐๐ง ๐๐ง๐ค๐ข ๐ฎ๐ค๐ช ๐๐ก๐๐๐จ๐ ๐๐ค๐ก๐ ๐ข๐ ๐ฉ๐๐ก ๐ ๐๐๐จ๐จ๐๐ฅ๐๐๐ง ๐ฝ๐ช๐ฉ ๐๐๐๐ค๐ง๐ ๐ ๐๐ค ๐ ๐ช๐จ๐ฉ ๐ ๐ฃ๐ค๐ฌ ๐ฉ๐๐๐ฉ ๐ ๐ก๐ค๐ซ๐ ๐ฎ๐ค๐ช ๐'๐ข ๐จ๐๐๐ก๐๐ฃ๐ ๐ฉ๐ค ๐จ๐ค๐ข๐๐ฌ๐๐๐ง๐ ๐ฃ๐๐ฌ
๐ ๐๐๐๐ง ๐ฎ๐ค๐ช๐ง ๐ซ๐ค๐๐๐ ๐ ๐๐๐ฅ ๐๐๐ก๐ก๐๐ฃ๐ ๐ค๐ช๐ฉ ๐'๐ข ๐จ๐ก๐ค๐ฌ๐ก๐ฎ ๐ก๐ค๐จ๐๐ฃ๐ ๐ข๐ฎ ๐๐ง๐๐๐ฉ๐ ๐ฃ๐ค๐ฌ ๐๐ค๐ช ๐ ๐๐๐ฅ ๐ค๐ฃ ๐จ๐๐ค๐ช๐ฉ๐๐ฃ๐ ๐ข๐ฎ ๐ฃ๐๐ข๐ ๐ค๐ช๐ฉ ๐๐ฉ'๐จ ๐ฉ๐๐ข๐ ๐ฉ๐ค ๐ก๐๐๐ซ๐ ๐'๐ก๐ก ๐จ๐๐ ๐ฎ๐ค๐ช ๐จ๐ค๐ช๐ฉ๐โ
Usai menyanyikan lagu itu, Sena menarik lengan kaus polo milik Jeandra. membuat sang adam meletakkan gitarnya dan menoleh.
'Sena capek, Kak,' Lirih gadis itu. 'Boleh pinjam pangkuan kak Jean?'
Jean dengan cepat mengangguk dan mempersilakan gadis itu membaringkan kepalanya di pangkuannya. 'Makasih, udah bertahan, Sen.'
'I'm the brightest cancerian up there,' kalimat itu diucapkan Sena sebelum akhirnya gadis itu memejamkan matanya dan menghela nafasnya untuk yang terakhir kalinya, menutup usianya ditemani Sekar dan Sean yang tersenyum bahagia di pantai. Selamanya, Sena akan ingat hari itu. Hari dimana ia berbaring di pangkuan Jean dan selamanya berpulang ke Rumah Bapa di Surga.
โKar, Se, Sena udah nggak di sini lagi. Bunda udah jemput dia,' Kalimat itu lirih keluar dari labia Jeandra sebelum tangisnya pecah.
Sean yang awalnya tersenyum bahagia jatuh terduduk di hamparan pasir putih kala senja itu sambil menangis. Takdir memang menjemput Senandung Melodi Senja. Tapi semua karyanya disimpan dan menjadi cerita terindah dalam hati orang-orang yang ditinggalkannya. Semua ingatan tentang Sena yang berjuang melawan penyakitnya dengan berani. Semua kisah tentang Sena yang selalu bernyanyi dan menyentuh hati pasien di rumah sakit di hari-hari terakhir hidupnya, semua itu tetap tersimpan rapi di hati Jeandra, Sekar, Sean dan Ayah.
๐ท๐ถ/๐ถ๐ฝ/๐ธ๐..
โ๐๐พ ๐๐ถ๐๐พ ๐๐ ๐๐พ๐๐ถ ๐๐๐ถ๐๐ ๐๐ถ๐ฝ๐๐๐๐ ๐น๐พ โ๐๐๐ถ๐ฝ ๐๐ถ๐๐พ๐. ๐๐๐ ๐ธ๐ถ๐ ๐๐. ๐ธ๐ถ๐ ๐๐ ๐ฝ๐ถ๐๐๐ ๐๐พ๐น๐๐ ๐น๐๐๐๐ถ๐ ๐๐๐๐ถ๐๐๐๐ถ๐ ๐ถ๐๐ ๐๐๐๐ถ๐ ๐ท๐พ๐๐ถ ๐๐พ๐ฝ๐ถ๐ ๐๐ถ๐๐ถ๐ฝ๐ถ๐๐พ ๐๐ถ๐๐พ ๐ท๐๐๐๐ ๐ถ๐๐ ๐๐ถ๐๐๐ ๐๐ถ๐๐ถ๐ ๐ถ๐๐ ๐๐พ๐น๐๐ ๐ถ๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐ถ๐๐ถ๐ ๐ฎ๐๐ถ๐, ๐ฆ๐ถ๐ ๐ฎ๐๐๐ถ๐, ๐ฆ๐ถ๐ ๐ฅ๐๐ถ๐, ๐๐๐ถ๐ฝ. โฌ๐๐, ๐ฎ๐๐๐ถ ๐๐ถ๐ ๐ ๐๐๐ถ๐๐ ๐ถ๐ฟ๐ถ, ๐๐ถ๐ ๐๐๐๐๐๐ โฌ๐๐๐น๐ถ. ๐๐ถ๐ ๐ ๐๐๐๐ โฌ๐๐๐น๐ถ. โฌ๐๐, ๐๐ถ๐๐ถ๐๐พ๐ฝ ๐ท๐๐ถ๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ถ๐๐ถ๐๐๐๐ถ ๐ท๐พ๐๐ถ ๐ฝ๐พ๐น๐๐ ๐น๐พ ๐น๐๐๐พ๐ถ ๐พ๐๐พ, ๐น๐พ๐ท๐๐๐ถ๐๐๐ถ๐ ๐๐ถ๐๐ถ ๐๐๐ถ๐๐ ๐๐๐ถ ๐๐ถ๐๐ถ๐ ๐๐๐ถ๐ฝ ๐๐ถ๐๐ถ โฌ๐๐๐น๐ถ. โฌ๐พ๐๐ถ ๐ ๐๐๐๐ถ ๐๐ถ๐๐ถ๐ ๐๐๐ฝ๐๐ท๐ถ๐ ๐ฆ๐ถ๐ ๐ฎ๐๐๐ถ๐.. ๐ฎ๐ถ๐๐น๐ถ๐๐ถ ๐๐๐๐ท๐ถ๐ ๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐พ๐ถ๐ ๐ฎ๐-๐ฎ๐. ๐๐ถ๐ ๐ธ๐๐๐๐ฝ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฆ๐ถ๐ ๐ฅ๐๐ถ๐.
๐๐ถ๐๐ถ๐ ๐ฏ๐๐ฝ๐ถ๐ ๐๐ถ๐ ๐ ๐ถ๐๐๐๐พ๐ ๐ฎ๐๐๐ถ ๐๐๐๐ถ๐๐ถ๐๐. ๐ฎ๐๐๐ถ ๐๐๐๐ถ...
๐๐พ๐๐๐ถ ๐๐ถ๐๐ท๐ถ๐ฝ ๐๐ถ๐๐๐ ๐๐๐ฝ๐ถ๐๐พ ๐ถ๐ฟ๐ถ, ๐ท๐๐ถ๐ ๐ ๐ถ๐๐พ๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐ถ
๐ฏ๐ฝ๐ถ๐๐ ๐๐๐.
Surat itu ditemukan Jeandra di jurnal yang selalu ditulisnya bersama dengan Sena. Jeandra bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan untuk menyimpan segala memori dan waktu yang dihabiskan mereka berdua di tahun-tahun terakhir ini. Walau Ia tak sampai mewujudkan impiannya untuk menikahi Sena, tapi setidaknya, ia sudah mendukung Sena semasa hidup gadis itu.
'Kak Jean, entar bisa gantiin gue pidato nggak?' tanya Sean yang masih belum rela kehilangan sosok saudara kembarnya.
'Je, bisa ya. Gue sama Sean belum bisa ngerelain Sena,' pinta Sekar. sementara Ayah masih berdiri di samping peti kayu yang dicat putih, tempat persemayaman terakhir seorang gadis cantik dengan suara indah. Kini, Ayah hanya bisa memandang wajah cantik putrinya dari balik waring putih yang menutup peti itu sementara.
'Ya,' Jeandra menganggukkan kepalanya. Jeandra menyusun kalimat itu di kepalanya, tentang seluruh kisahnya yang tersusun rapih di ingatannya. Jeandra satu-satunya dokter yang menyusun terapi spesial untuk pasiennya, nggak seperti terapi untuk pasien dengan penyakit serupa. semua terapi ini spesial, karena pasien yang dirawatnya juga spesial.
Ibadah pelepasan dan perpisahan dengan mendiang Sena dihelat di salah satu rumah duka dekat rumah sakit tempat sang dara dirawat. banyak kolega ayah datang mengucapkan salam terakhir untuk Sena, begitu pula teman-teman Sena, Sean dan Sekar. Ibadah hari itu berlangsung begitu sedih, semua menitikkan air mata. Begitu pula saat Jeandra menyampaikan obituary, penghormatan terakhir untuk Sena.
โSena, seorang yang kuat dalam kerapuhannya. Saya Hanggara Jeandra Kenandra, dokter yang merawat Sena, juga sahabat dari Sekar, kakaknya Sena. Selama merawat Sena, yang saya lihat, walaupun hatinya diliputi ketakutan, Sena selalu mengutamakan orang lain dan tak pernah egois memikirkan dirinya sendiri.
Sena selalu meminta saya menjaga Sean dan Sekar kalau dirinya sedang takut menghadapi segala kemungkinan yang buruk. Tak pernah sedikitpun sena dengan egois memikirkan tentang dirinya sendiri. Padahal toh sebenarnya nggak salah sekali-kali jadi egois.
Nggak ada orang yang bisa tidak menyukai seorang Senangdung Melodi Senja. Meskipun penyakit ini menggerogoti tubuh dan otaknya, Sena berjuang dan bertahan selama ini. Tak jarang, semalam-malaman ia takut untuk memejamkan matanya, namun Sena terus bertahan, demi semua yang mencintainya.
Saya lega saya bisa ada saat Bunda menjemput Sena kemarin. Di tangan saya, ada lagu-lagu yang saya buat bersama dengan dia semasa terapi berlangsung. Dan ada sebuah lagu yang dinyanyikan sesaat sebelum dirinya berpulang.
Kurang lebih begini liriknya...
๐ ๐ฉ๐ฆ๐ข๐ณ ๐บ๐ฐ๐ถ๐ณ ๐ท๐ฐ๐ช๐ค๐ฆ ๐ฌ๐ฆ๐ฆ๐ฑ ๐ค๐ข๐ญ๐ญ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฐ๐ถ๐ต ๐'๐ฎ ๐ด๐ญ๐ฐ๐ธ๐ญ๐บ ๐ญ๐ฐ๐ด๐ช๐ฏ๐จ ๐ฎ๐บ ๐ฃ๐ณ๐ฆ๐ข๐ต๐ฉ ๐ฏ๐ฐ๐ธ ๐ ๐ฐ๐ถ ๐ฌ๐ฆ๐ฆ๐ฑ ๐ฐ๐ฏ ๐ด๐ฉ๐ฐ๐ถ๐ต๐ช๐ฏ๐จ ๐ฎ๐บ ๐ฏ๐ข๐ฎ๐ฆ ๐ฐ๐ถ๐ต ๐๐ต'๐ด ๐ต๐ช๐ฎ๐ฆ ๐ต๐ฐ ๐ญ๐ฆ๐ข๐ท๐ฆ ๐'๐ญ๐ญ ๐ด๐ฆ๐ฆ ๐บ๐ฐ๐ถ ๐ด๐ฐ๐ถ๐ต๐ฉ
Usai lagu itu dinyanyikan, permintaan terakhirnya begini โKak, Sena capek. Sena mau tidur.โ sebelumnya Sena takut buat memejamkan matanya. tapi hari itu berbeda, dia minta tidur, dia memejamkan matanya dan nggak bangun lagi.
Terima kasih, Sena. kamu akan selalu kami kenang dalam hati kami.'
Berakhirnya pidato Jean membuat seluruh ruangan meneteskan airmata, mendengarkan kesaksian perjalanan hidup yang begitu menyentuh hati. Hari itu, sebuah bintang paling terang di rasi bintang cancer muncul di langit, bintang terang yang memancarkan cahayanya, menjaga semua yang ia sayangi.
FIN