𝐖𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐟.... A 𝐇𝐨𝐧𝐠𝐣𝐨𝐨𝐧𝐠 x oc oneshot.
𝐇𝐨𝐧𝐠𝐣𝐨𝐨𝐧𝐠 as Hanggara Jeandra Kenandra oc: Senandung Melodi Senja (Sean's twin sister) 𝐂𝐡𝐨𝐢 𝐒𝐚𝐧 as Seananda Biru Laut
𝙄𝙨 𝙖𝙣𝙮𝙤𝙣𝙚 𝙤𝙪𝙩 𝙩𝙝𝙚𝙧𝙚? 𝘾𝙖𝙣 𝙮𝙤𝙪 𝙝𝙚𝙖𝙧 𝙢𝙚? 𝙏𝙝𝙚 𝙡𝙤𝙣𝙚𝙡𝙞𝙣𝙚𝙨𝙨 𝙩𝙝𝙖𝙩 𝙄 𝙖𝙢 𝙧𝙚𝙘𝙞𝙩𝙞𝙣𝙜 𝘾𝙖𝙣 𝙮𝙤𝙪 𝙝𝙚𝙖𝙧 𝙞𝙩? – “𝙉𝙤𝙩 𝙏𝙤𝙤 𝙇𝙖𝙩𝙚” (𝘼𝙏𝙀𝙀𝙕)
𝐉𝐮𝐫𝐧𝐚𝐥 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚
𝐻𝑎𝑖, 𝑛𝑎𝑚𝑎𝑘𝑢 𝑆𝑒𝑛𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑙𝑜𝑑𝑖 𝑆𝑒𝑛𝑗𝑎 𝑈𝑚𝑢𝑟𝑘𝑢 𝟸𝟺 𝑡𝑎𝘩𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑎𝑔𝑛𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑑𝑎𝑝 𝑌𝑜𝑢𝑛𝑔 𝑂𝑛𝑠𝑒𝑡 𝐴𝑙𝑧𝘩𝑒𝑖𝑚𝑒𝑟'𝑠 𝐷𝑖𝑠𝑒𝑎𝑠𝑒. 𝐸𝑛𝑡𝑎𝘩 𝑖𝑛𝑖 𝘩𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝘩𝑖𝑑𝑢𝑝𝑘𝑢, 𝑎𝑘𝑢 𝑙𝑢𝑝𝑎. 𝐴𝑘𝑢 𝑡𝑎𝑘𝑢𝑡 𝑎𝑘𝑢 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑙𝑢𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎 𝑘𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝘩𝑖𝑑𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑖.
𝐾𝑎𝑙𝑎𝑢 𝑎𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑘𝑢 𝑖𝑛𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑢𝑑𝑎𝘩 𝑡𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝑡𝑜𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑘𝑢 𝑖𝑛𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢. 𝐾𝑎𝑡𝑎 𝐾𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑎𝑛, 𝑑𝑜𝑘𝑡𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑟𝑒𝑛 𝑖𝑡𝑢, 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑑𝑖 𝑏𝑢𝑘𝑢 𝑖𝑛𝑖 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑡𝑢𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝘩𝑎𝑟𝑢𝑖 𝑖𝑛𝑔𝑎𝑡𝑎𝑛𝑘𝑢, 𝑤𝑎𝑙𝑎𝑢 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡. 𝐴𝑘𝑢 𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑢 𝑚𝑒𝑙𝑢𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎𝘩 𝑎𝑘𝑢 𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑖𝑛𝑖. 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎 𝐴𝑦𝑎𝘩, 𝐾𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑘𝑎𝑟, 𝐾𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑎𝑛, 𝑆𝑒𝑎𝑛, 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎.
𝑇𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑖𝘩 𝑠𝑢𝑑𝑎𝘩 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔𝑘𝑢.
𝑇𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑖𝘩 𝑠𝑢𝑑𝑎𝘩 𝑚𝑒𝑛𝑔𝘩𝑎𝑏𝑖𝑠𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖𝑘𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑠𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑘𝑢𝑡𝑎𝑛. 𝑚𝑎𝑎𝑓𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑝𝑜𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑖.
𝑆𝑒𝑛𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑙𝑜𝑑𝑖 𝑆𝑒𝑛𝑗𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎
Suara merdu Sena terdengar manis mengalun di kamarnya. Gadis itu duduk di meja belajarnya yang menghadap ke jendela sambil menatap ke jendela kamarnya yang menampilkan pemandangan indah senja di luar. Di meja belajarnya, sebuah buku jurnal terbuka, sepertinya, Sena baru saja menulis semua yang terjadi hari ini di buku itu, seperti saran dari Dokter Jean, dokter yang merawatnya di rumah sakit.
Sena didiagnosa mengalami degradasi memori yang dikenal dengan sebutan Young Onset Alzheimer's Diseases. Kasusnya biasa terjadi di usia 40-50 tahun, seperti yang terjadi pada almarhum ibunda Sean dan Sena. Menurut Dokter Jean, kasus Sena baru terjadi 1 diantara sekian banyak pasien pengidap Alzheimer's Disease. Yang tahu hanya Sean, Sena dan Dokter Jean. Keduanya sepakat nggak akan memberitahukan ini pada Ayah dan kakak sulung mereka.
'Sean malu nggak ya, punya saudara kayak gue?' tanyanya pada dirinya sendiri.
'Ngga, Sen, gue nggak pernah malu punya saudara kayak lo. gue tau ini berat buat lo. tapi gue selalu di sini buat lo, nemeni lo,' Sean duduk di ranjang Sena dan memutar kursi tempat duduk Sena sehingga gadis itu menghadap ke arahnya.
'Sean, gue takut. gue takut lupa sama semuanya,' Sena menunduk.
'Selama ada gue, selama ada Kak Jean, lo nggak akan lupa semuanya. mungkin sesaat lo tersesat. tapi nggak akan lama,' Sean memeluk Sena sambil membelai punggung kembarannya. 'Kita makan yuk, gue udah masak makanan kesukaan lo. Ada Kak Jean di luar, lagi ngobrol sama Ayah.' Sean melepas pelukannya dan menggandeng tangan Sena untuk membimbingnya keluar dari kamar berdekorasi bohemian itu menuju ke ruang makan.
Di ruang makan, Jean tengah berbincang dengan Ayah tentang pekerjaannya di rumah sakit. Ya, Jean adalah orang yang sama dengan dokter yang merawat kondisi kesehatan Sena, Hanggara Jeandara Kenandra, begitu nama lengkapnya, bagus kan, berima. Untuk ukuran dokter, cara berbusana Jean cukup berbeda dengan teman-teman sejawatnya. pokoknya keren deh.
Sebenarnya Jean adalah teman sekampus Kakak dari Sean dan Sena, Kak Sekar. makannya Jean lebih senang dipanggil 'Kakak' oleh si kembar. Menurut Sekar, sebenarnya Jean ditakdirkan untuk menjadi malaikat penolong untuk Sena. Plus, Jean juga ditakdirkan buat suka sama Sena dan selalu berada di dekat Sena. Kalo ada yang bilang, ngizinin temen sendiri ngedeketin adik sendiri itu haram hukumnya, kalau buat Sekar justru kebalikannya. Dia dengan rela ngenalin Jean ke Sena dan bahkan minta Sean juga mendukung rencananya.
'Kak Jean,' panggil Sena malu-malu.
'Hai. Gimana hari ini?' tanya Jean sambil mendekat ke Sena.
'Yah gitu, sebenernya Sena nggak ngerasa yang gimana-gimana. tapi kadang bingung, kayak pikiran Sena kosong, bahkan Sena nggak kenal siapa yang Sena liat di cermin. Kadang ngerasa juga ada yang harus dilakuin tapi ga tau apa itu,' Sena menunduk.
'Hey, it's okay. habis makan, lo minum obat terus gue udah izin sama om untuk ajak lo jalan,' Jean tersenyum dan membelai rambut Sena supaya sang gadis nggak menangis.
'EHEM, gue bukan nyamuk. masih ada gue di sini ya,' Sean berdeham sambil tersenyum jahil.
'Se, gimana kondisi Sena?” bisik Jean supaya nggak ketahuan sama Kak Sekar dan Ayah.
'Belakangan gue ngeri dia ga bisa balik ke rumah, jadi kalau ngajak jalan-jalan Poochi, gue selalu ngikutin dari belakang. Soalnya, kemarin waktu kita pergi ke Jakarta Aquarium itu, dia hilang di labirin, ga bisa nemu pintu keluar. Terus, kak, moodnya berantakan banget gue takut dia stress dan tertekan karena moodnya sendiri,' Sean memberi update dengan kisah hilangnya Sena di wahana Aquarium yang tengah jadi trend di kalangan anak muda seusianya itu.
Flashback
Beberapa hari yang lalu, Sean nekat ngajak Sena ke Jakarta Aquarium buat menghibur Sena yang sedang mood swing. Berdua aja. Sena suka banget pergi ke aquarium atau kebun binatang, katanya itu healing buat dia. Jadi, buat menghibur Sena yang saat itu lagi moodswing akut, Sean mengajak saudara kembarnya itu pergi ke wahana aquarium itu. Awalnya semua berjalan lancar karena Sean menautkan tangannya dengan adik kembarnya itu. Namun, saat Sean pergi ke toilet, Sena berjalan mengelilingi tempat itu dan tersesat di dalam labirin biru berisi satwa laut aneka warna itu.
Begitu menyadari bahwa saudara kembarnya sudah tak lagi berada di sampingnya, Dada Sena terasa sesak, ia panik dan takut. Ia tak tahu jalan keluar. Yang bisa dilakukannya hanya berjongkok dan menangis. Di sisi lain, Sean mencari keberadaan sang saudara kembar sambil terus menekan speed dial nomor 1 di ponselnya.
Namun, tak ada jawaban dari Sena. Beruntung ada petugas aquarium yang menemukan Sena dan membawanya ke pusat informasi saat menemukan dan membaca tag di ransel Sena tentang kondisinya. Sean yang saat itu menunggu di meja informasi langsung berlari mendekat dan memeluk sang saudara kembarnya dan menenangkan gadis bersurai coklat itu.
Flashback Ends
'Lain kali, kalo jalan ke tempat kayak gitu, jangan cuma berduaan, Se. Kalau dia hilang fokus kayak gitu lagi kasian elo nya.
Kalau bisa semua perkuliahannya dilakukan dari rumah aja.
atau kalo kondisi Sena ga memungkinkan, lo bawa pulang materi kuliahnya dan tutor dia sendiri di rumah,' bisik Jean. Lalu ia melirik ke Sena yang udah duduk di meja makan bersama dengan Sekar dan Ayahnya sambil bercanda.
'Okay, kak,' Sean mengangguk dan bergabung bersama dengan Sena, Sekar dan Ayah, bersama Jean. 'Kak...'
'Ya?' Jean menatap yang lebih muda.
'I don't want to lose her like how we lose Bunda,' Sean menunduk. Bunda Sekar, Sean dan Sena meninggal 5 tahun yang sama karena penyakit yang sama dan menurut diagnosa Jean sebelumnya, Sena mengalami jenis penyakit yang sama yang disinyalir dari hereditas keluarga besar Bunda.
'Everything's gonna be okay, Se. I can promise you that,' Bisik Jean sambil menepuk bahu yang lebih muda, memberikan secercah harapan agar Sean bisa bertahan mendukung Sena.
Sore itu, Jean mengajak Sena menyegarkan pikirannya di bukit berbintang, yang sayangnya mereka datangi dalam keadaan berkabut karena sepanjang hari seluruh Indonesia diguyur hujan. Hujan baru benar-benar berhenti ketika keduanya tiba di Bukit Bintang. Sena turun dari mobil dan langsung mencari tangan Jean dan mencengkeram tangan pemuda itu.
Kabut putih itu, meskipun tipis, membuat Sena takut dan panik. Ia takut kalau kabut itu akan menghapus segala kenangan yang ia lalui, dari kecil sampai sekarang. Kabut itu membuat dadanya sesak. Kabut putih itu membuat dirinya panik.
'Sen, kenapa?' Jean sadar ada tenaga kuat yang mencengkeram lengannya.
'Sena takut,' rengek Sena sambil menahan tangisnya.
'Aku di sini,' Jean menarik lembut tangan Sena dan membawa gadis itu masuk ke rangkulan hangatnya. 'Jangan takut, It's alright,' ucap Jean lagi.
seketika itu terdengar isakan kecil dari mulut Sena. Ia tak ingat alasannya menangis, tiba-tiba air matanya turun begitu saja. Kabut yang begitu menyesakkan, perlahan membuatnya lupa apa yang ia pikirkan, membuatnya menangis.
Jean perlahan membawa Sena ke dalam rengkuhan hangatnya. 'Aku di sini. Kamu nggak akan pernah sendirian, Sen. Ada Sean, Sekar, Ayah juga. mulai sekarang, speed dial pertama kamu tuh aku, terus nomor 2 Se-se, oke?' Jean membelai punggung Sena untuk menenangkan tangisnya.
Se-Se itu panggilan sayang Sena buat Sean. kalau Sean lagi mode romantis, dia akan manggil Sena dengan panggilan Melo.
'Sen, liat ke atas deh, bintangnya muncul,' Jean menunjuk ke langit setelah menangkup wajah mungil Sena dan menghapus sisa air mata di wajahnya.
Sena otomatis mendongak dan menatap ke langit yang tadinya tertutup kabut kini penuh bintang. 10 menit berikutnya Sena menatap langit sambil bersandar di bahu Jeandra. 'Kak Jean,' panggilnya lembut.
'Ya, cantik?' tangan kiri Jean kini merangkul bahu Sena hangat.
'Kak Jean bintangnya Sena. Kalo ada Kak Jean, Sena nggak takut sama kabut lagi,' aku Sena.
'Sena bintangnya kakak juga. Kak Jean udah lama suka sama Sena,' mendengar pengakuan Jean, Sena membulatkan matanya, tanpa merubah posisinya yang nyaman, merasakan kehangatan dari bahu dan tangan Jean menjalar ke seluruh tubuhnya. 'Bertahan ya, kamu hebat, cantik.'
dua bulan berlalu begitu saja tanpa terasa. Sean kini memutuskan untuk menemani Sena menjalani perkuliahan di rumah, Jean pun sering menemani sembari memastikan kalau keadaan pujaan hatinya itu baik-baik saja. Sejauh ini, semua baik-baik saja sampai suatu saat, kondisi Sena menurun. Gadis itu sering terbangun dari tidurnya, seperti ada yang mengagetkannya, bobot tubuhnya pun makin menurun. Kali ini bukan hanya mood swing yang terjadi padanya, sering kali, kalau ia tak berada di bawah pengawasan Sean, ia mencoba menyakiti dirinya karena frustrasi terhadap apa yang terjadi padanya.
'Se, lo harus kasih tau om dan Sekar. Kondisi Sena mengkhawatirkan banget. makin kurus, sering murung. gue kangen senyum Sena,' kata Jean suatu malam, waktu Jean datang ke kediaman keluarga mereka untuk memeriksa keadaan Sena.
'Kak, I give up my college. gue mau di sini aja buat Sena,' Sean mengusap wajahnya kasar. hatinya yang lembut itu tak tega ketika ia melihat kondisi saudara kembarnya. 'belum terlambat kan kak? gue masih bisa terus sama Sena kan?'
Jean tau kalau dia mengangguk, ia akan memberikan harapan palsu pada Sean. tapi ia juga punya harapan yang sama. Ia belum rela kehilangan Sena. Ia belum mau Sena pergi dari hari-harinya. Ia percaya Tuhan punya rencana dibalik ini semua. hanya saja, penurunan kondisi Sena baru-baru ini membuatnya semakin was-was terhadap apa yang akan terjadi di masa depan.
'Sean! Jean!' tiba-tiba terdengar suara Sekar dari dalam kamar Sena. Sekar baru saja mau ngajak Sena keluar untuk makan malam. tapi yang ditemukan sang kakak adalah Sena yang tak sadarkan diri di dekatanya ada sebilah cutter dan darah berceceran di lantai. Sekar cuma bisa menangis sambil mengikat pergelangan tangan Sena dengan sapu tangan supaya darah yang mengucur terhenti. 'CEPET SINI TOLONGIN!' teriaknya panik membuat Sean dan Jean seketika itu berlari menghampiri Sekar.
Jean menekan tombol ponselnya untuk menghubungi unit gawat darurat di rumah sakit tempat dirinya bekerja dan meminta bantuan ambulans untuk segera diluncurkan. sementara itu ia membantu membersihkan tubuh Sena. Sean menangis, tubuhnya lemas melihat apa yang baru saja terjadi pada saudara kembarnya. rasanya saat itu separuh jiwa Sean hilang, ia hanya bisa menangis, tubuhnya gemetar ia hanya bisa membisikkan, 'Bunda, Sean mohon jangan jemput Sena. Sena separuh jiwa Sean.' sambil menangis.
malam itu, suara sirine ambulan membelah heningnya komplek perumahan tempat kediaman keluarga Sean berada. Di dalam mobil itu ada Sekar, yang masih memaksa Jean untuk memberi tahunya sebenarnya apa yang terjadi pada adiknya, Sean yang masih menangis, dan Jean yang berusaha menenangkan keduanya, walau dirinya pun masih panik.
'Kenapa kalian ga kasih tau Ayah atau gue? kenapa baru sekarang?' tangis Sekar.
'Gue nggak mau bikin lo sedih dan frustasi sama keadaannya. Sena butuh orang yang bisa meyakinkan dia kalau dia nggak sendirian. dan nggak mengasihani dia karena kondisinya,' Jean menjelaskan. 'Kondisi Sena langka banget. baru sedikit yang bisa bertahan sampe usia 40an seperti tante, Kar.'
'Kak, gue mohon jangan kasihani Sena. itu bikin dia semakin frustasi karena ngerasa dirinya lemah. kasih dia semangat walau lo tahu semua ini,' pinta Sean lirih.
'Tapi lo hebat, Kar. pertolongan pertama lo tadi membuat adek lo tetep bisa bertahan,' Jean memuji Sekar. 'Nanti gue akan kasih update setelah Sena masuk ke ruang perawatan ya.' Ujar Jean ketika mereka berempat sampai di IGD dan para petugas medis memberikan penjelasan singkat mengenai status pasien pada dokter jaga.
Sesuai dengan penjelasan dan protokol rumah sakit, akhirnya Sena dipindahkan ke kamar rawat dan mendapat pantauan khusus dari ahli kejiwaan dan Jeandra. Sekar dan Sean ikut menjaga semalam-malaman pasca kejadian itu. Sena akhirnya tertidur pulas untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu terakhir ini harus bergelut dengan sesuatu yang tak jelas yang selalu membangunkannya di tengah malam.
Atas persetujuan Sekar, Sean dan Ayah, Sena akhirnya menjalani rawat jalan dengan tenaga ahli setelah keadaannya membaik nanti. Tak banyak yang bisa dilakukan, hanya terapi dan mengkonsumsi suplemen dan obat-obatan di bawah pengawasan Jean.
'Se—,' panggil Sena lemah sambil membelai rambut Sean dengan tangannya.
'Udah bangun?' Sean mengangkat kepalanya sambil menatap saudara kembarnya.
'Maaf, gue...' Sena menundukkan kepalanya.
Sean diam dan merengkuhnya dalam pelukan hangat membuat Sena menangis. Sekar yang menyaksikan kejadian itu hanya menangis dalam diam. Selama dua bulan ini, Sena berjuang sendirian, dan kini saatnya Sekar membantu adiknya. menjaga adiknya, seperti yang ia janjikan pada Bunda sebelum Bunda meninggal.
Bersambung