𝑳𝒐𝒔𝒕 Kisahnya Arjuna Putra Adiyasa


π‘Ίπ’†π’‘π’†π’“π’•π’Š π‘·π’–π’•π’“π’Š π‘¨π’π’‚π’”π’•π’‚π’”π’Šπ’‚ π’šπ’‚π’π’ˆ π’‰π’Šπ’π’‚π’π’ˆ π’Šπ’π’ˆπ’‚π’•π’‚π’ 𝒅𝒂𝒏 π’Žπ’†π’π’„π’‚π’“π’Š π’‹π’‚π’•π’Š π’…π’Šπ’“π’Šπ’π’šπ’‚ π’šπ’‚π’π’ˆ π’‰π’Šπ’π’‚π’π’ˆ, π’ƒπ’†π’ˆπ’Šπ’•π’– 𝒑𝒖𝒍𝒂 π‘¨π’“π’”π’šπ’‚ π‘ͺπ’‚π’π’π’Šπ’”π’•π’‚ π’Žπ’†π’π’„π’‚π’“π’Š π’Œπ’†π’‘π’Šπ’π’ˆπ’‚π’ π’…π’Šπ’“π’Šπ’π’šπ’‚ π’šπ’‚π’π’ˆ π’‰π’Šπ’π’‚π’π’ˆ 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝑷𝒂𝒑𝒂, π‘΄π’‚π’Žπ’‚ 𝒅𝒂𝒏 𝑴𝒂𝒔 π‘―π’‚π’“π’”π’šπ’‚ π’Žπ’†π’π’Šπ’π’ˆπ’ˆπ’‚π’π’Œπ’‚π’ π’…π’Šπ’“π’Šπ’π’šπ’‚ π’”π’†π’π’…π’Šπ’“π’Šπ’‚π’.


[timestamp matters] Theme song: [https://open.spotify.com/track/3MkYUoEo1Yk1peHN4cof0c?si=08NdLge-R3y9T9giBVK5Vw]


Arsya tinggal di panti asuhan π‘²π’‚π’”π’Šπ’‰ 𝑰𝒃𝒖 sejak usianya 5 tahun. Kala itu, Papa dan mamanya tengah mengantar Abangnya, Harsya Christopher ke rumah sakit lantaran Harsya mengalami kejang-kejang hebat setelah berhari-hari demam tinggi. Arsya yang masih kecil dititipkan pada neneknya. Saking paniknya, mobil yang papa setir malam itu tergelincir karena papa terlalu fokus sama Harsya yang thrashing dan mama yang terus menangis. Naasnya, mobil papa yang tergelincir menghantam truk dari arah yang berlawanan. alih-alih menyelamatkan nyawa Harsya, 3 nyawa melayang di tempat saat itu juga.

Tak lama kemudian, karena tidak sanggup merawat Arsya lantaran usianya sudah cukup tua, Nenek menitipkan Arsya di panti asuhan, tempat Arsya menghabiskan masa kecilnya dalam diam. Waktu menginjak usia yang ke 5, sepasang keluarga muda datang ke panti asuhan dan hari itu, mereka mengadopsi Arsya. Mereka membesarkan Arsya. Merekalah yang kemudian memperkenalkan Arsya dengan teman barunya, Arjuna, yang seusia dengannya, Rama, kakaknya Arjuna dan Rindu, adiknya Arjuna. Hidup Arsya lebih berwarna setelah kehadiran ketiga kakak-beradik ini. Tapi Arsya kerap kali terlihat melamun sendiri.


24 April 2015,

'Sya, Arsya,' Rama menggerakkan tangannya di depan wajah Arsya.

'Kak Arsya ngelamun lagi,' Rindu duduk di samping Arsya yang tengah memandang kosong ke garis pemisah antara laut sama langit yang ada di hadapannya.

Tiba-tiba air matanya turun membasahi pipinya. Ya. Arsya masih sering banget kepikiran tentang papa, mama dan Harsya. Rindu yang melihat Arsya tiba-tiba menangis auto panik sendiri. ia menatap Rama, bingung harus bagaimana menghadapi Arsya yang tiba-tiba menangis. Rama dengan sigap merengkuh tubuh Arsya yang termasuk ukuran 'petit' dibandingkan dengan dirinya yang menjulang tinggi. 'Kak Rama, Arsya mau nyusul papa, mama sama Mas Hasya aja,' isak Arsya dalam pelukan Rama.

'jangan mikir gitu, sekarang Arsya punya gue, Rindu, Juna, Ayah, Ibu, Om dan Tante, lo ga sendiri, Sya,' Rama berujar lembut.

Rama masih membelai rambut Arsya yang masih terisak. Arsya cukup lama berada dalam pelukan Rama, pelukan protektif seorang kakak laki-laki buat adiknya. sama seperti pelukan Harsya dulu, semasa Harsya masih hidup. Semasa mereka kecil dulu. Ini membuat tangis Arsya makin tersedu-sedu. Rama tak bisa apa-apa selain membelai punggung Arsya untuk menenangkan kondisi emosi gadis 17 tahun yang tengah teringat masa lalunya itu.

Tak lama setelah tangis Arsya mereda, Rama sudah melepas pelukannya. Arjuna, yang baru aja balik dari menjajal paragliding, sekarang sudah berada di hadapan Arsya menggantikan Rama. Tubuh Juna yang bongsor itu menaungi Arsya dari teriknya matahari pulau dewata siang itu. 'Om sama tante udah nungguin lo, Ar. Yuk, makan. udah panas juga,' Ujar Juna sambil meraih tangan Arsya dan menggandeng gadis 17 tahun itu menuju Rubicon hitam milik Rama.

Arsya mendongakkan kepalanya sembari mengusap wajahnya dengan sapu tangan yang terikat di pergelangan tangannya. 'Jun,' panggil Arsya lirih.

'Hmm,' sahut Arjuna yang masih menggandeng tangan Arsya.

'Thank you,' ucapan Arsya barusan menghentikan langkah Arjuna yang semakin mendekat ke mobil jeep hitam Rama. Arjuna hanya menunjukkan senyum yang membuat matanya membentuk garis lengkung sempurna, gemes banget liatnya.

Arjuna terkekeh. tangan kirinya yang menggantung bebas diulurkan ke atas kepala Arsya. 'Yuk, tuh Rindu pasti dari tadi udah berisikin Mas Rama.'

'Jangan dilepas,' pinta Arsya lirih sembari menatap tangan Arjuna yang menggandeng tangannya.

'Nggak. nggak akan gue lepas, Ar,' Arjuna menggenggam erat tangan kecil milik Arsya sembari tersenyum manis dan menatap gadis itu.

Buat Juna, Arsya itu seperti bunga, cantik, tapi kelopaknya ringkih banget. mudah lepas, rapuh. Buat Arsya, Arjuna adalah tempat berpulang. Arjuna itu besar dan tinggi, tempat Arsya berlindung dari cahaya matahari dan mata-mata yang selalu men-judge dia. Arjuna itu yang pelan-pelan membantu Arsya jadi sosok yang lebih kuat. sedikit demi sedikit, walau kadang nggak terlalu nampak.

Arsya butuh Juna buat menetralisir semua ketakutan dan kesedihannya. Tanpa Juna, Arsya hilang. Tanpa Juna, Arsya nggak punya rumah buat berpulang. Juna itu tempat Arsya berpulang. Meskipun keduanya nggak secara langsung ngobrol ataupun bertemu secara fisik, mendengar suara Juna itu rasanya kayak pulang ke rumah.

Arsya sama Arjuna pun nggak pernah memusingkan status hubungan antara keduanya. Juna pernah bilang, kalau sama-sama nyaman, ya jalanin aja. Arjuna dan Arsya nggak tahu kalau dalam diam, Rama pun menaruh hati pada Arsya. Bukan karena kasihan, tapi Rama jatuh hati sama Arsya yang cantik dan rapuh. Tapi Rama tahu, Arsya dan Arjuna adalah dua insan yang nggak bisa terpisah, Arsya tersesat tanpa Arjuna, begitu pula sebaliknya.


4 April 2019, Seisi rumah digemparkan dengan surat dari kampus yang menyatakan bahwa pengajuan pertukaran pelajar Arsya sudah diterima oleh pihak kampus. Arsya harus menyelesaikan beberapa mata kuliah pilihannya di π‡πšπ«π―πšπ«π π‹πšπ° π’πœπ‘π¨π¨π₯ musim semi itu, yang artinya dalam waktu kurang dari dua minggu, Arsya akan pergi ke Amerika Serikat.

Arsya nggak berani kasih tahu hal ini ke Arjuna. Anaknya pasti bakalan shock banget. Ini impian Arsya, gadis bermanik mata hitam itu punya angan-angan bisa kuliah di Harvard. dan impiannya menjadi nyata, usahanya belajar mati-matian membuahkan hasil yang setimpal. untuk urusan Visa dan izin tinggal di AS selama perkuliahan sudah diurus oleh pihak kampus. Tiket pesawat pun sudah dikirimkan ke rumah mereka malam itu. Sepanjang malam, Papa dan mama nampak bahagia banget setelah mendengar berita itu. Namun, Arsya nggak hentinya menatap tiket pesawat di tangannya.

Gadis itu bingung harus bilang apa ke Arjuna. dia belom siap cerita semuanya ke orang yang selama ini jadi rumahnya itu.

'Arsya,' Mama memanggil Arsya dengan lembut.

'Hah? Iya, ma. maaf Arsya ngelamun,' Arsya mengangkat kepalanya dan menatap mata mama.

'Arsya mau mama bantu siap-siap?' tanya mama yang langsung dibalas anggukan kepala dari sang empunya nama. 'Sudah bilang ke Juna? dia pasti seneng denger ini,'

'Ma, Arsya takut Juna ngambek ke Arsya. habis kan semuanya dadakan,' Arsya menghela nafasnya.

papa terkekeh, dihadiahi tatapan tajam dari mama. 'Eh, maaf. Tapi ada baiknya Arsya cerita ke Arjuna. soalnya biar gimanapun, Arjuna selalu mendukung Arsya. setidaknya biar Arjuna tau aja, ini hasil selama ini suka jemput anak papa yang cantik ini ke kampus malem-malem kalau lagi ambisius,' papa berujar dengan nada serius tapi sedikit jahil.

Tak lama ketiga sekeluarga itu berbincang, terdengar suara pintu diketuk. disusul derap kaki Mbak Ati yang bergegas membukakan pintu untuk tamu yang baru saja mengetuk pintu. 'Non Arsya, ada Den Rama sama Den Arjuna nih,' Mbak Ati menghantar kedua pria jangkung itu masuk ke ruang makan. Arsya yang tadinya duduk menghadap mama langsung bangkit dan berjalan mundur. tanyannya tersembunyi di belakang punggungnya.

'Sya, kamu ngobrol sama Rama sama Juna ya. papa sama mama naik ke atas,' ujar Papa sembari membawa piring-piring kotor yang ada di meja makan ke dapur.' Papa mohon diri sembari menggandeng tangan mama.

'Kok kayak panik gitu kenapa?' tanya Rama sembari berjalan mendekati Arsya.

Di belakang Arsya udah ada Arjuna yang menghalangi Arsya sebelum tubuh gadis itu menghantam tembok. 'Lo kenapa?' Tanya Arjuna persis saat bagian belakang tubuh mungil Arsya menabrak bagian depan tubuhnya.

Arsya nggak sanggup cerita ke Rama dan Juna karena hal ini. menatap wajah kedua pria dihadapanya cuma bikin Arsya tambah merasa bersalah. Niat Arsya ngumpetin semuanya ke Rama dan Arjuna gagal waktu si bongsor Arjuna menemukan sebuah amplop yang sedari tadi bersembunyi di balik punggung Arsya.

'Ar, ini apa?' tanya Arjuna sambil merebut amplop dari tangan Arsya.

'Arjuna balikin!!' Arsya berusaha meraih amplop putih yang di depannya ada tulisan namanya itu. tapi sebelum amplop itu berhasil ia rebut, benda putih itu sudah beralih ke tangan Rama. dan Rama reflek membuka isi amplop itu. wajahnya nampak sangat terkejut.

'Mas, ada apa?' tanya Arjuna sembari menghampiri kakaknya.

Rama hanya diam dan menyerahkan surat dari kampus itu pada adiknya. kedua manik mata coklat milik Arjuna membulat sempurna ketika ia membaca setiap kata dalam surat itu dengan seksama. Arjuna kaget, bukan cuma kaget karena Arsya nggak ada ngomong apa-apa soal ini. tapi juga karena dia merasa kecewa nggak bisa terus di samping Arsya.

'Jun, Kak Rama,' Arsya menatap keduanya. yang dibalas dengan aksi tutup mulut dari kedua kakak beradik tampan di hadapannya.

Juna masih diam sementara Rama membimbing Arsya ke ruang keluarga dan mengisyaratkan Arjuna untuk mengikuti keduanya ke ruang tengah.

'Kenapa nggak cerita ke kita?' Rama memulai interogasi singkat setelah semua oknum duduk di sofa ruang tengah.

'Maaf, Kak. Gue nggak expect bakalan bisa masuk top students yang berhak masuk ke program ini. Dan saingan gue pun banyak banget. gue ga expect bisa diterima dan harus berangkat secepat itu.' kepala Arsya tertunduk dan suaranya bergetar. sebagian diri Arsya seakan mengatakan itu mimpinya, tapi ia tak rela berangkat ke Negri Paman Sam itu, meninggalkan Rama, Arjuna dan Rindu.

'Arsya, lu nggak salah. ini mimpi lu kan?' Rama tersenyum dan posisinya kini berpindah jadi berlutut ke hadapan Arsya sembari memegang tangannya.

'Lu salah karena ga cerita dulu sama gue,' ujar Arjuna dengan tatapan lurus ke tembok.

'Jun, maafin gue,' Arsya berusaha mencari kedua manik hitam Arjuna.

'Jun udah lah, kita tuh masih di bumi yang sama, Kalo kangen masih bisa facetime atau chatting juga. Harusnya lu bangga sama Arsya,' Rama berusaha mendinginkan hati Arjuna yang saat itu pasti lagi terbakar amarah karena Arsya menyembunyikan sesuatu sebesar ini dari dirinya.

'6 bulan aja, Jun,' Arsya berusaha memegang tangan Arjuna dengan tatapan memohon yang berbuah tepisan dari yang punya tangan. nggak kenceng, tapi sukses membuat tangisan Arsya semakin menjadi. Rama segera merengkuh Arsya dalam pelukannya untuk menenangkan gadis itu.

Arjuna sebenernya pengen nangis juga. Ia berjuang mati-matian menahan air matanya. Dia takut kehilangan Arsya. 6 bulan tuh lama, apa lagi Arsya pergi merantau ke negeri orang selama 6 bulan itu. Arjuna khawatir sama Arsya, Arjuna nggak bisa jauh dari Arsya.

'Kalian berdua udah gede. gue ke luar sebentar, nyebat. lu berdua selesaiin masalahnya. kita cuma punya waktu 2 minggu sampe Arsya berangkat dan gue harap Arjuna bisa ngelepas gengsinya sekali aja.' Rama berujar, menengahi sikap dingin Arjuna dan Arsya yang masih menangis di dalam pelukannya. 'Sya, gue keluar dulu. I trust you two to work it out,' Rama melepas pelukannya dari tubuh mungil Arsya.


Arjuna menatap sosok gadis yang masih berusaha menghentikan tangisnya. Biasanya, Arsya dan Arjuna tak pernah dipisahkan jarak seperti sekarang. Arsya duduk di ujung kanan sofa berbentuk sudut siku-siku itu sementara Arjuna duduk di ujung lainnya sambil masih menatap kosong ke tembok, berusaha menahan air matanya supaya nggak jatuh membasahi wajahnya. Arjuna belom siap LDR-an sama Arsya. meskipun belum ada kata pacaran diantara mereka, tapi Arjuna khawatir akan ada yang menggantikan posisinya saat Arsya hijrah ke Amerika Serikat nanti.

'Maafin gue, Ar,' Arjuna memulai, Ia berjalan mendekat dan duduk di samping Arsya.

'Maafin gue juga, Jun. Gue ga pernah cerita, gue takut lo marah ,semarah ini,' Arsya mengaku.

'I'm sorry gue marahnya lebay. Gue nggak siap kalo harus jauh dari lu, Ar,' Arjuna merengkuh gadis mungil itu dalam pelukannya. Arsya bisa denger degup jantung Arjuna yang semakin cepat. Arsya melingkarkan lengannya di seputar pinggangang Arjuna dan memainkan sweater yang dikenakan pemuda itu, telinganya tertempel di dada sang adam. Arsya menikmati mendengarkan suara degup jantung Arjuna.

'Jun,' panggil Arsya lembut sambil mendongak menatap ke pemuda yang 20 cm lebih tinggi darinya itu.

'Ya, Ar,' sahut Arjuna sembari tersenyum.

'Pokoknya, kalo udah di sana, gue akan selalu facetime dan imess ke lu. nggak akan absen, biar lu nggak kangen sama Arsya cantik,' Arsya mengibaskan rambutnya sambil nyengir.

'Apaan sih, Ar. Tapi beneran ya? gue kalo nggak nanti gue bisa mati kangen,' Arjuna merengek.

'Dasar, bayi gede,' Arsya tertawa sembari mencubit pipi Arjuna pelan.


2 minggu kemudian, di Airport.

Hari yang paling dinanti-nanti, sekaligus hari yang paling sedih buat papa, Mama, Arjuna dan Rama, karena mereka harus melepas Arsya untuk bertolak ke Amerika Serikat, menuju kampus impiannya, Harvard University. Arsya memeluk mama dan papa diiringi dengan tangis mama yang menghantar putri angkatnya menuju universitas yang masuk di peringkat 10 besar Ivy League.

'Ma, cuma 1 semester,' Arsya memeluk dan membelai punggung mama.

'Nanti yang temenin mama kalau papa kerja sampai malam siapa, Sya?' tanya mama sambil masih sesenggukan.

'Arsya akan balik ke Indonesia bawa kebanggaan buat papa sama mama,' gadis berambut sebahu itu berjanji.

'sekarang aja anak papa udah bikin papa bangga,' papa tersenyum sambil membelai rambut Arsya. 'Nggak pamit sama Arjuna dan Rama?' sambung papa lagi.

'Ar,' lirih Arjuna. air matanya akhirnya jatuh juga di pipinya.

'Juna, gue cuma sebentar, kok,' suara Arsya bergetar. Tangis gadis itu pecah waktu Arjuna merengkuh tubuhnya dalam pelukan hangat penuh air mata.

'Facetime. iMessage, kalo gue mention di twt or ig balas, gue nggak siap kangen sama lu, Ar.' Arjuna memeluk gadis itu.

'Iya, sekarang jangan nangis, meskipun ga siap, kita harus siap pisah sebentar. setelah gue pulang, kapan pun lu siap, lu boleh ngomong apa yang ada di hati lu ke gue,' Arsya menangkup wajah Arjuna dan menghapus airmatanya. Arsya kemudian menyandarkan kepalanya di dada arjuna dan menutup matanya. 'Gue akan rindu suara ini,' Arsya tersenyum lalu berjalan mendekat ke arah Rama yang berdiri di dekat Arjuna.

'Kak Rama, Arsya pamit. jagain Juna, jangan boleh bandel-bandel,' canda Arsya sambil memeluk Rama. Rama hanya terkekeh dan mengangguk. setelah melepas pelukan mereka, Arsya masuk ke gerbang check-in dan segera mengurus barang bawaannya untuk dimasukkan kedalam bagasi. Gadis itu tak hentinya menoleh ke belakang, menatap 4 orang yang menghantarnya berangkat ke negeri paman sam.

'π‘†π‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘– π‘—π‘’π‘šπ‘π‘Ž π‘™π‘Žπ‘”π‘–, 𝐽𝑒𝑛. π‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘–, π‘˜π‘Žπ‘™π‘œ 𝑔𝑒𝑒 π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘”, 𝑔𝑒𝑒 π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘—π‘’π‘—π‘’π‘Ÿ π‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘Žπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” 𝑔𝑒𝑒 π‘ π‘–π‘šπ‘π‘’π‘› π‘ π‘’π‘™π‘Žπ‘šπ‘Ž 𝑖𝑛𝑖. π½π‘Žπ‘”π‘Ž π‘‘π‘–π‘Ÿπ‘– 𝑙𝑒 π‘π‘Žπ‘–π‘˜-π‘π‘Žπ‘–π‘˜. 𝐼'𝑙𝑙 π‘π‘œπ‘šπ‘’ π‘π‘Žπ‘π‘˜ π‘Žπ‘”π‘Žπ‘–π‘› π‘€π˜©π‘’π‘› π‘‘π˜©π‘’ π‘‘π‘–π‘šπ‘’ π‘π‘œπ‘šπ‘’π‘ . 𝐼'π‘š π‘”π‘œπ‘›π‘›π‘Ž π‘šπ‘–π‘ π‘  π‘¦π‘œπ‘’, π΄π‘Ÿπ‘—π‘’π‘›π‘Ž,” ujar Arsya dalam hati sembari melambaikan tangannya pada papa mama, Rama dan Arjuna, spesifiknya buat Arjuna.

[bgm: https://open.spotify.com/track/5KAwSdzPevSiY0Fuv5N1WW?si=d4KN1CRUSdWK_xFZwISI6w]


[to be continued]


Saved: 12/15/2020, 14:44 β€œLost”– Arjuna Adiyasa Word Count: 2.257 words.